1. Pengertian
- Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda.
- Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan Pemberi Fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada Penerima Fidusia terhadap kreditor lainnya.
- Piutang adalah hak untuk menerima pembayaan.
- Benda adalah segala sesuatu yang dapat dimiliki atau dialihkan, baik yang berwujud maupun tidak berwujud, yang terdaftar maupun yang tidak terdaftar, yang bergerak maupun yang tak bergerak yang tidak dapat dibebani hak tanggungan atau hipotik.
- Pemberi Fidusia adalah orang perseorangan atau korporasi pemilik Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia.
- Penerima Fidusia adalah orang perseorangan atau korporasi yang mempunyai piutang yang pembayarannya dijamin dengan Jaminan Fidusia.
- Utang adalah kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang baik dalam mata uang Indonesia atau mata uang lainnya, baik secara langsung maupun kontinjen.
- Kreditor adalah pihak yang mempunyai piutang karena perjanjian atau undang-undang.
- Debitor adalah pihak yang mempunyai utang karena perjanjian atau undang-undang.
2. Ruang Lingkup UU Jaminan Fidusia
Hal-hal yang tidak termasuk dalam hukum jaminan fidusia antara lain :
- Hak Tanggungan yang berkaitan dengan tanah dan bangunan, sepanjang peraturan perundang-undangan yang berlaku menentukan jaminan atas benda-benda tersebut wajib didaftar;
- Hipotek atas kapal yang terdaftar dengan isi kotor berukuran 20 (dua puluh) M3 atau lebih;
- Hipotek atas pesawat terbang; dan
- Gadai.
3. Pembebanan Jaminan Fidusia
Jaminan fidusia adalah suatu perjanjian accessoir dari suatu perjanjian awal yang menimbulkan satu atau lebih kewajiban pada pihak-pihak yang bersangkutan dalam perjanjian tersebut. Pemberian jaminan fidusia untuk menjamin kewajiban tersebut harus dibuat dengan Akta Notaris dalam bahasa Indonesia dan secara khusus dinyatakan sebagai Akta Jaminan Fidusia. Akta tersebut sekurang-kurangnya harus mencantumkan identitas pemberi dan penerima jaminan fidusia; semua data yang berkaitan dengan perjanjian awal yang akan dijaminkan dengan jaminan fidusia; keterangan tentang barang yang menjadi objek jaminan fidusia; nilai nominal surat berharga; dan, nilai nominal barang yang menjadi obyek jaminan fidusia.
Selanjutnya dalam akta itu juga harus ditentukan apakah utang-utang yang dijamin dengan jaminan fidusia itu adalah utang-utang yang sudah ada, utang-utang yang akan datang yang telah diperjanjikan dalam jumlah tertentu, atau utang yang dapat diukur sebesar nilai nominal pada waktu pelaksanaannya. sesuai dengan perjanjian awal yang menimbulkan kewajiban semula.
Jaminan fidusia dapat diberikan terhadap lebih dari satu benda, utang yang sudah ada, atau yang akan timbul di kemudian hari. Pemberian jaminan fidusia untuk beberapa utang di masa depan tidak harus dituangkan dalam perjanjian jaminan tersendiri.
4. Pendaftaran Jaminan Fidusia
Harta benda yang menjadi obyek jaminan fidusia harus didaftarkan pada Kantor Pendaftaran Fidusia. Penerima fidusia itu sendiri, atau kuasanya, atau seseorang yang ditunjuk atas namanya dapat melengkapi permohonan pendaftarannya.
Kantor Pendaftaran kemudian akan mencatat jaminan fidusia dalam Buku Daftar Fidusia, kemudian menerbitkan dan memberikan sertifikat Jaminan Fidusia kepada penerima fidusia dan mencantumkan tanggal sertifikat pada hari diterimanya permohonan.
Pendaftaran itu sendiri bertujuan untuk memberikan kepastian hukum baik kepada pemberi fidusia maupun penerima fidusia serta kepentingan pihak ketiga atas jaminan fidusia.
5. Pengalihan Jaminan Fidusia
Pengalihan pinjaman yang dijamin dengan jaminan fidusia mengakibatkan beralihnya semua hak dan kewajiban jaminan fidusia kepada kreditur baru demi hukum. Kreditur baru harus mendaftarkan transfer di Kantor Pendaftaran Fidusia. Jaminan fidusia tetap berlaku terhadap barang yang dicatat dalam jaminan fidusia terlepas dari siapa yang mungkin memiliki benda itu secara fisik, kecuali jika pengalihan itu dilakukan dan dilakukan dengan cara yang tidak lazim dalam masyarakat bisnis. Akan tetapi, untuk menjamin kepentingan jaminan fidusia, pengalihan jaminan fidusia yang objeknya berupa suatu persediaan barang, maka barang-barang tersebut harus ditukarkan dengan suatu barang lain yang dipersamakan atau saham yang nilainya dipersamakan.
6. Pembatalan Jaminan Fidusia
Jaminan fidusia tidak berlaku lagi dalam keadaan sebagai berikut: penutupan utang yang dijamin oleh jaminan fidusia; pencabutan hak jaminan fidusia oleh pemberi fidusia; dan penghapusan barang yang menjadi objek jaminan fidusia.
Dalam hal harta benda yang menjadi obyek jaminan fidusia musnah tetapi dijamin sepenuhnya, maka klaim asuransi berikutnya dapat menggantikan harta benda jaminan fidusia yang semula.
Pemberi fidusia wajib memberitahukan kepada Kantor Pendaftaran Fidusia tentang pembatalan setiap jaminan fidusia dan kemudian Kantor akan mengeluarkan pernyataan bahwa akta jaminan fidusia yang dinyatakan tidak berlaku lagi.
7. Hak Prioritas
Seorang penerima fidusia mempunyai hak yang didahulukan atas kreditur lainnya dan didahulukan untuk menerima pembayaran utang dari setiap penghasilan yang diperoleh dalam pelaksanaan jaminan fidusia. Selain itu, hak-hak tersebut tidak dapat dihilangkan dalam hal kepailitan atau likuidasi pemberi fidusia karena jaminan fidusia merupakan hak jaminan atas pembayaran utang. Namun demikian, dalam undang-undang kepailitan juga ada ketentuan bahwa harta benda yang menjadi obyek jaminan fidusia dipisahkan dengan harta pailit atau harta likuidasi lainnya.
8. Pelaksanaan Jaminan Fidusia
Jika debitur atau pemberi fidusia gagal membayar utangnya, maka harta benda yang menjadi obyek jaminan fidusia dapat dieksekusi.
Eksekusi dapat dilakukan dengan 3 cara:
- Pelaksana hak oleh pemberi fidusia tanpa bantuan pengadilan. Namun, dalam praktiknya sulit untuk mengeksekusi dan menegakkan keamanan tanpa bantuan pengadilan.*)
- Menjual barang yang menjadi obyek jaminan fidusia melalui pelelangan umum kemudian memanfaatkan pendapatan yang dihasilkan untuk membayar utang.
- Menjual barang yang menjadi obyek jaminan fidusia dengan akta bukan notaris. Hal ini dapat dilakukan berdasarkan kesepakatan antara pemberi dan penerima jaminan fidusia dengan ketentuan bahwa kesepakatan tersebut menjamin tercapainya harga maksimum dari harta benda untuk memaksimalkan manfaat yang diperoleh kedua belah pihak. Syarat yang harus dipenuhi adalah :
- Penjualan tersebut harus diselesaikan satu tahun setelah pemberitahuan publik oleh pemberi fidusia dan/atau penerima fidusia kepada pihak yang berkepentingan.
- Diumumkan di dua surat kabar;
Dalam hal hasil eksekusi melebihi nominal jaminan yang diberikan berdasarkan perjanjian fidusia, maka penerima fidusia harus mengembalikan selisihnya kepada pemberi fidusia dan apabila hasilnya tidak cukup untuk membayar utang. Namun, jika pendapatan dari penjualan tidak cukup untuk menutupi hutang yang belum dibayar, maka kewajiban tidak dihapuskan sampai saat sisa hutang diselesaikan untuk kepuasan bersama para pihak.
9. Ketentuan Pidana
Meskipun fidusia dianggap sebagai urusan pribadi, pemerintah telah memberlakukan undang-undang untuk memperkuat lembaga fidusia, serta untuk mengatur moralitas individu dan sosial dan untuk mencegah pihak dari bertindak tanpa niat baik yang diperlukan yang penting untuk keberhasilan transaksi fidusia terlepas dari apakah mereka pihak adalah perorangan atau korporasi. Undang-undang Jaminan Fidusia mengatur pengenaan hukuman pidana termasuk hukuman penjara antara 1 dan 5 tahun dan denda berkisar antara Rp 10 dan Rp 100 juta.
Setiap orang yang dengan sengaja memalsukan, mengubah, menghilangkan atau dengan cara apapun memberikan keterangan secara menyesatkan, yang jika hal tersebut diketahui oleh salah satu pihak tidak melahirkan perjanjian Jaminan Fidusia, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling sedikit Rp.10.000.000,-(sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp.100.000.000,- (seratus juta rupiah)
Pemberi Fidusia yang mengalihkan, menggadaikan, atau menyewakan Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) yang dilakukan tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu dari Penerima Fidusia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp.50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).
10. Kekuatan Eksekutorial Jaminan Fidusia
Mengenai kekuatan eksekutorial Jaminan Fidusia Telah dilakukan uji materiil oleh MK dengan Putusan Nomor 18/PUU-XVII/2019
Amar Putusan:
- Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk sebagian;
- Menyatakan Pasal 15 ayat (2) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 168, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3889) sepanjang frasa “kekuatan eksekutorial” dan frasa “sama dengan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap” bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “terhadap jaminan fidusia yang tidak ada kesepakatan tentang cidera janji (wanprestasi) dan debitur keberatan menyerahkan secara sukarela objek yang menjadi jaminan fidusia, maka segala mekanisme dan prosedur hukum dalam pelaksanaan eksekusi Sertifikat Jaminan Fidusia harus dilakukan dan berlaku sama dengan pelaksanaan eksekusi putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap”;
- Menyatakan Pasal 15 ayat (3) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 168, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3889) sepanjang frasa “cidera janji” bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai bahwa “adanya cidera janji tidak ditentukan secara sepihak oleh kreditur melainkan atas dasar kesepakatan antara kreditur dengan debitur atau atas dasar upaya hukum yang menentukan telah terjadinya cidera janji”.
- Menyatakan Penjelasan Pasal 15 ayat (2) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 168, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3889) sepanjang frasa “kekuatan eksekutorial” bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “terhadap jaminan fidusia yang tidak ada kesepakatan tentang cidera janji dan debitur keberatan menyerahkan secara sukarela objek yang menjadi jaminan fidusia, maka segala mekanisme dan prosedur hukum dalam pelaksanaan eksekusi Sertifikat Jaminan Fidusia harus dilakukan dan berlaku sama dengan pelaksanaan eksekusi putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap”;
- Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya;
- Menolak permohonan para Pemohon untuk selain dan selebihnya.
Referensi
- https://www.aseanlawassociation.org/
- UU Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia
- Putusan MK Nomor 18/PUU-XVII/2019