- Keputusan TUN (Pasal 1 butir 3 Undang-undang tentang PERATUN), yaitu suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat TUN yang berisi tindakan hukum TUN berdasarkan peraturan perundang undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.
- Keputusan fiktif-negatif (Pasal 3 Undang-undang tentang PERATUN), yaitu sikap diam Badan/Pejabat TUN yang tidak mengeluarkan Keputusan TUN yang dimohonkan oleh orang atau badan hukum perdata sedangkan hal tersebut menjadi kewajiban ataupun kewenangannya. Sifat permohonannya haruslah berupa Keputusan TUN sebagaimana dimaksud oleh Pasal 1 butir 3 Undang undang tentang PERATUN dan bukan permohonan yang sekedar bersifat informasi.
Penerapan ketentuan keputusan fiktif-negatif :
a. Apabila ditentukan jangka waktu untuk memproses permohonan, dianggap ada penolakan jika jangka waktu yang ditentukan tersebut telah lewat Badan/Pejabat TUN tidak memprosesnya. b. Apabila tidak ditentukan jangka waktu untuk memproses permohonan, dianggap ada penolakan setelah lewat jangka waktu 4 (empat) bulan sejak diterimanya permohonan. c. Apabila terbukti sikap diam yang dilakukan oleh Badan/Pejabat TUN cacat hukum, maka Pengadilan mewajibkan agar Badan/Pejabat TUN tersebut menerbitkan Keputusan TUN sesuai prosedur perundang-undangan yang berlaku. d. Hakim harus membuktikan mengenai cacat hukumnya, apakah melanggar perundang-undangan yang berlaku atau melanggar AAUPB. e. Amar putusan dalam gugatan fiktif-negatif mewajibkan Tergugat untuk memproses permohonan Penggugat yang didiamkan oleh Tergugat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. f. Amar putusan dalam gugatan fiktif-negatif tidak selalu mengabulkan permohonan Penggugat, tetapi dapat juga menolak permohonan Penggugat. - Keputusan TUN yang melalui upaya administrasi (Pasal 48 Undang-undang tentang PERATUN) :
a. Apabila peraturan perundang-undangan mengatur penyelesaian sengketa TUN melalui upaya administrasi terlebih dahulu, maka sengketa TUN tersebut harus diselesaikan melalui upaya administrasi yang tersedia di lingkungan pemerintahan. b. Pengadilan TUN baru berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa TUN tersebut jika seluruh upaya administrasi telah digunakan. c. Upaya administrasi adalah prosedur yang harus ditempuh oleh seseorang atau badan hukum perdata apabila ia tidak puas terhadap suatu Keputusan TUN. d. Upaya administrasi di lingkungan pemerintahan meliputi :
1) Upaya keberatan (administratief bezwaar).
2) Banding administrasi (administratief beroep).e. Upaya keberatan adalah pengajuan surat keberatan yang ditujukan kepada Badan/Pejabat TUN yang mengeluarkan Keputusan (penetapan/beschikking) semula.
Apabila peraturan dasarnya hanya menentukan adanya upaya administrasi berupa pengajuan surat keberatan, maka gugatan terhadap Keputusan TUN diajukan kepada Pengadilan TUN.f. Banding administrasi adalah pengajuan surat banding administrasi yang ditujukan kepada atasan Pejabat atau instansi lain dari Badan/Pejabat TUN yang mengeluarkan Keputusan yang berwenang memeriksa ulang Keputusan TUN yang disengketakan.
Apabila peraturan dasarnya menentukan ada upaya administrasi yang berupa pengajuan surat banding administrasi, maka gugatan terhadap Keputusan TUN yang telah diputus dalam tingkat banding administrasi tersebut diajukan kepada Pengadilan Tinggi TUN dalam tingkat pertama yang berwenang. - Keputusan TUN yang tidak boleh diperiksa oleh Pengadilan TUN sesuai Pasal 49 Undang-undang tentang PERATUN adalah :
a. Dalam waktu perang, keadaan bahaya, keadaan bencana alam, atau keadaan luar biasa yang membahayakan, berdasarkan peraturan perundang undangan yang berlaku. b. Dalam keadaan mendesak untuk kepentingan umum berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, antara lain sebagaimana yang disebutkan di dalam penjelasan pasal tersebut. - Keputusan TUN yang bukan obyek sengketa TUN (Pasal 2 Undang-undang tentang PERATUN), yaitu :
a. Keputusan TUN yang merupakan perbuatan hukum perdata. b. Keputusan TUN yang merupakan pengaturan yang bersifat umum. c. Keputusan TUN yang masih memerlukan persetujuan. d. Keputusan TUN yang dikeluarkan berdasarkan ketentuan Kitab Undang-undang Hukum Pidana atau Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana atau peraturan perundang-undangan lain yang bersifat hukum pidana. e. Keputusan TUN yang dikeluarkan atas dasar hasil pemeriksaan badan peradilan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. f. Keputusan TUN mengenai Tata Usaha Tentara Nasional Indonesia. g. Keputusan Komisi Pemilihan Umum baik di pusat maupun di daerah mengenai hasil Pemilihan Umum.
Referensi
- Pedoman Teknis Administrasi Dan Teknis Peradilan Tata Usaha Negara Edisi 2008