Sistimatika Hukum Perdata
1. Menurut Ilmu Hukum/Ilmu Pengetahuan , sistematika hukum perdata terdiri dari (Subekti, 2003: 16)
- Hukum tentang diri seseorang (Personen Recht) :Memuat peraturan tentang manusia sebagai subyek dalam hukum, peraturan- peraturan perihal kecakapan untuk bertindak sendiri melaksanakan hak- haknya itu serta hal-hal yang mempengaruhi kecakapan-kecakapan itu;
- Hukum Kekeluargaan (Familie Recht): Mengatur mengenai hubungan hukum yang timbul dari hubungan kekeluargaan, seperti perkawinan beserta hubungan dalam lapangan hukum kekayaan antara suami dan isteri, hubungan antara orang tua dan anak perwalian dan curatele;
- Hukum Kekayaan (Vermogen Recht) : Mengatur tentang hubungan-hubungan hukum yang dapat dinilai dengan uang. Dalam hal ini yang meliputi segala hak dan kewajiban orang itu, dinilai dengan uang (nilai ekonoinis). Hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang demikian itu, biasanya dapat dipindah-tangankan kepada orang lain. Hak-hak kekayaan itu dapat dibagi lagi atas:
- Hak-hak yang berlaku terhadap tiap orang dan karenanya dinamakan hak mutlak;
- Hak-hak yang hanya berlaku terhadap seorang atau suatu fihak yang tertentu saja dan karenanya dinamakan hak perseorangan.
- Hak mutlak yang memberikan kekuasaan atas suatu benda yang dapat terlihat dinamakan hak kebendaan.
- Hak mutlak yang tidak memberikan kekuasaan atas suatu benda yang dapat terlihat, misalnya hak seorang pengarang atas karangannya, hak seorang atas suatu pendapat dalam lapangan ilmu pengetahuan atau hak seorang pedagang untuk memakai sebuah merk.
- Hukum Warisan (Erfrecht) : Mengatur hal ikhwal tentang benda atau kekayaan seseorang jikalau ia meninggal Hukum Waris itu mengatur akibat-akibat hubungan keluarga terhadap harta peninggalan seorang.
2. Sistematika Hukum Perdata menurut Undang-Undang / Kitab Undang- Undang Hukum Perdata (KUH Perdata)
Sistematika Hukum Perdata dalam Burgerlijklijk Wetboek voor Indonesiee /Kitab Undang-Undang Hukum Perdata terdiri atas 4 (empat) buku, sebagai berikut:
- Buku I : Tentang Orang (Van Personen)
- Buku II : Tentang Kebendaan (Van Zaken)
- Buku III : Tentang Perikatan (Van Verbindtenissen)
- Buku IV : Tentang Pembuktian dan Kadaluarsa (Van Bewijs en Verjaring)
Ad.1. BUKU KESATU : “TENTANG ORANG”
Di dalam buku Kesatu, dimuat semua ketentuan-ketentuan yang mengatur mengenai orang sebagai Subyek Hukum dan Hukum Keluarga.
Dalam hal ketentuan yang mengatur orang sebagai Subyek Hukum (Manusia dan Badan Hukum). Mengenai apa yang sebenarnya dimaksud dengan Subyek Hukum? Siapa saja yang merupakan Subyek Hukum itu? Apa yang menjadi Hak dan Kewajiban Subyek Hukum? Bilamana kedudukan Subyek Hukum menjadi "Hapus" atau "hilang"
Sedangkan mengenai hukum kekeluargaan yaitu semua ketentuan yang mengatur hubungan seseorang dengan pihak lainnya yang mana hubungan itu ditimbulkan karena adanya perkawainan antara seseorang pria dengan seseorang wanita, antara lain ketentuan itu meliputi mengenai ketentuan yang mengatur hubungan antara suami-Isteri. Hak dan kewajiban dari suami - isteri tersebut. Mengenai harta kekayaan di dalam perkawinan apabila terlahir anak-anak juga timbul hubungan antara orang tua dengan anak tersebut yang biasa disebut sebagai:
"Kekuasaan Orang Tua".
Dimasukkannya hukum keluarga ke dalam bagian hukum tentang orang (Subekti, 2003: 17), karena hubungan-hubungan keluarga memang berpengaruh besar terhadap kecakapan seseorang untuk memiliki hak-hak serta kecakapan untuk mempergunakan hak-haknya itu.
Dalam semua sistem hukum terdapat pengertian tentang badan hukum terdapat pengertian tentang badan hukum sebagai subyek hukum (rechtpersoon), karena ada keinginan atau kebutuhan untuk membentuk badan-badan atau perkumpulan yang dapat juga memiliki hak-hak dan melakukan perbuatan-perbuatan hukum seperti manusia.Badan-badan dan perkumpulan itu mempunyai kekayaan sendiri dan dapat bergerak dalam lalu lintas hukum dengan perantaraan pengurusnya,dapat digugat dan dapat juga menggugat di muka Hakim (Subekti, 2005: 21).
Sementara itu menurut ilmu pengetahuan (doktrin),syarat-syarat yang dapat dipakai (harus ada) sebagai kriteria untukmenentukan adanya kedudukan sebagai suatubadan hukum (Djaja S.Meliala, 2006:42) ialah:
Ad.2. BUKU KEDUA: “TENTANG KEBENDAAN “.
Didalam Buku Kedua dicantumkan semua ketentuan-ketentuan yang mengatur mengenai persoalan Benda sebagai obyek hukum. Disamping itu didalam Buku ini juga dimuat ketentuanketentuan yang mengatur mengenai "Hukum Kewarisan"
Dalam hal hukum Kebendaan, diatur di dalamnya mengenai:
- Apa yang dimaksud dengan benda menurut hukum.
- Mengenai macam-macamnya benda menurut hukum.
- Mengenai hak-hak Kebendaan.
- Dan lain sebagainya.
Sedangkan dalam hal Hukum Kewarisan diatur mengenai cara beralihnya hak-hak dan kewajiban-kewajiban seseorang yang meninggal dunia kepada para ahli warisnya.
Pembuat undang-undang memasukkan Hukum Waris ke dalam bagian tentang hukum kebendaan (Subekti, 2005: 21), karena dianggap hukum waris itu mengatur cara-cara untuk memperoleh hak atas benda- benda, yaitu benda-benda yang ditinggalkan oleh seseorang.
Ad.3. BUKU KETIGA : “TENTANG PERIKATAN”
Buku ke-III ini memuat ketentuan-ketentuan yang mengatur hubungan antara seseorang dengan pihak lainnya, hubungan mana menimbulkan adanya Hak dan Kewajiban diantara para pihak tersebut.
Ketentuan-ketentuan ini antara lain meliputi:
- Apa yang dimaksud dengan Perikatan?
- Perikatan itu bersumber apa saja?
- Bagaimana membuat suatu Perjanjian yang sah?
- Hak dan Kewajiban apa yang timbul dan Perjanjian tersebut?
Misalnya : Penjanjian Jual-Beli
Dalam hubungan perjanjian Jual-Beli ini akan timbul Hak dan Kewajiban antara Penjual dengan pembeli tersebut. Sebagai Penjual berkewajiban untuk menyerahkan barang jualannya kepada Pembeli.
Sebaliknya Penjual mempunyai juga hak untuk menerima uang pembayaran dan barang yang dijualnya. Sedangkan sebagai Pembeli mempunyai kewajiban untuk membayar dan menyerahkan harga barang yang dibelinya. Sebaliknya mempunyai Hak untuk menerima dan meininta barang yang telah dibelinya.
Ad.4. BUKU KE-EMPAT: “TENTANG PEMBUKTIAN DAN DALUWARSA”
Buku ini memuat ketentuan-ketentuan yang mengatur mengenai cara-cara mengenai cara-cara membuktikan sesuatu Hak mengenai macam-macam alat bukti dan lain-lainnya.
Sedangkan mengenai daluarsa meliputi ketentuanketentuan yang mengatur mengenai lewatnya waktu yang mana dapat menimbulkan seseorang memperoleh sesuatu hak atau dengan lewatnya waktu tersebut seseorang akan dibebaskan dan sesuatu kewajiban atau tuntutan hukum.
Misalnya:
Dengan lewatnya waktu 30 tahun tanpa sesuatu gangguan dan pihak manapun, maka seseorang yang telah menepati sebidang tanah selama waktu tersebut dapat mengajukan permohonan agar tanah itu menjadi iniliknya.
Dengan lewatnya waktu 1 tahun seseorang dapat dibebaskan dan sesuatu penagihan dokter.
Perihal Pembuktian dan Lewat Waktu (daluarsa) sebenarnya adalah soal hukum acara, menurut Subekti (Subekti, 2003: 17) hal ini kurang tepat dimasukkan dalam BW yang pada asasnya mengatur hukum perdata materiil. Tetapi pernah ada suatu pendapat, bahwa hukum acara itu dapat dibagi dalam bagian materiil dan bagian formil. Soal mengenai alat-alat pembuktian terhitung bagian yang termasuk hukum acara materiil yang diatur juga dalam suatu undang- undang tentang hukum perdata materiil.
Sumber : Modul Hukum Perdata Materiil, Badan Diklat Kejaksaan RI 2019