Jenis-jenis subyek hukum internasional yang dibedakan ke dalam 2 (dua) kelompok, yaitu:
-
subyek hukum negara (state actor) dan;
-
subyek-subyek hukum bukan Negara (non-state actors).
Pembedaan subyek hukum internasional ke dalam 2 (dua) kelompok ini akan mempermudah pemahaman subyek hukum internasional dengan full legal capacity dan limited legal capacity.
Adapun subyeksubyek hukum internasional:
-
Negara (States);
-
Tahta Suci (Vatican/The Holy Emperor);
-
Organisasi Internasional (International Organizations);
-
Palang Merah Internasional (International Committee of the Red Cross);
-
Kaum pemberontak (Belligerents;Insurgents);
-
Individu (Individual);
-
Perusahaan Multinasional (Multinational Corporations) / Perusahaan Transnasional (Transnational Corporations);
-
Organisasi Non-Pemerintah (Non-Governmental Organizations).
Negara (States)
Negara adalah subyek utama dalam hukum internasional dapat dilihat pada perjanjian-perjanjian internasional yang ada. Pembentukan perjanjian-perjanjian internasional didominasi oleh Negaranegara, sebagai contoh Konvensi Jenewa I, II, III, IV tahun 1949 (Geneva Conventions) yang mengatur mengenai tata cara perang termasuk perlakuan tawanan dan korban perang dibentuk, disetujui dan dilaksanakan oleh Negaranegara. Bahkan pada tahun 1969 dibentuk konvensi yang khusus mengatur tata cara pembentukan perjanjian internasional oleh Negara-negara, yaituKonvensi Wina tentang Hukum Perjanjian Internasional (Vienna Convention on the Law of Treaties).
Tahta Suci/Vatican (The Holy Emperor)
Dikualifikasikannya Vatican sebagai salah satu subyek hukum internasional tidak bisa terlepas dari sejarah yang melatarbelakanginya. Pada pertengahan abad di zaman Romawi terdapat perbedaan pimpinan pada kerajaan (kekaisaran) dan kehidupan Gereja. Kekaisaran dipimpin oleh seorang Kaisar sedangkan Gereja dipimpin oleh seorang Paus. Pada saat itu seorang Paus memiliki kewenangan yang menandingi kekuasaan Kaisar.146 Tahta Suci (The Holy Emperor) berada di Vatican City yang berada di Italia. Sejak tahun 1870, Tahta Suci dianeksasi oleh Italia dan terus mengalami konflik diantara keduanya. Konflik tersebut berakhir dengan dibuatnya Lateran Treaty (Perjanjian Lateran) pada tahun 1929.147 Pada perjanjian tersebut Italia menyerahkan sebidang tanah di Vatican City kepada Tahta Suci. Sejak saat itu, Tahta Suci memiliki wilayah kedaulatan di Vatican City dan organ-organ yang mengurusi jalannya Tahta Suci bahkan memiliki beberapa kantor perwakilan di beberapa Negara, termasuk Indonesia. 148 Di dalam Perjanjian Lateran, Italia mengakui kedaulatan Tahta Suci dalam hubungan internasional sebagai hak Tahta Suci yang dimilikinya berdasarkan sejarah Gereja Katolik dengan berbagai tradisi kunonya serta eksistensinya sebagai subyek hukum yang independen.149 Tahta Suci melakukan hubungan internasional dengan Negara-negara lain terkait hal-hal yang bersifat politik dan diplomatik.150 Ada beberapa organisasi internasional yang menerima Tahta Suci sebagai anggotanya, yakni: International Postal Union, the International Atomic Energy Agency dan the International Telecommunication Union. 151 Takhta Suci juga terlibat dalam beberapa perjanjian internasional, seperti the Convention on Stateless Persons 1954, the Convention on Diplomatic Relations 1961, the Convention on Consular Relations 1963, dan the Vienna Convention on the Law of Treaties 1969
Organisasi Internasional (International Organizations)
Terdapat berbagai macam definisi yang berbeda-beda mengenai organisasi internasional dari beberapa ahli hukum. Kesulitan dalam mendefinisikan organisasi internasional disebabkan oleh perbedaan tujuan pendiriannya, ada yang didirikan untuk menyelesaikan masalah di antara Negara-negara atau didirikan untuk melakukan kerja sama di bidang perdagangan, misalnya World Trade Organization (WTO) didirikan untuk memajukan perdagangan internasional di antara Negara-negara anggotanya; International Centre for Settlement of Investment Disputes (ICSID) didirikan untuk menyelesaikan masalah-masalah investasi diantara individu/badan hukum yang berada di wilayah Negara anggota ICSID.
Palang Merah Internasional (International Committee of the Red Cross)
Cikal bakal lahirnya Palang Merah Internasional (International Committee of the Red Cross/ICRC) sesungguhnya sudah terlebih dahulu dirintis sebelum didirikannya PBB. Asal usul pendirian ICRC diawali oleh ide dari Henry Dunant yang sampai sekarang dikenal dengan sebutan Bapak Palang Merah Internasional. Pada tanggal 24 Juni 1859 dalam perjalanan bisnisnya, Henry Dunant melewati Solferino (salah satu kota di bagian utara Italia), melihat pertempuran sengit selama 16 jam antara tentara Austria dan Perancis yang mengakibatkan 40.000 (empat puluh ribu) orang terluka dan meninggal. Ketika itu Henry Dunant berinisiatif untuk menolong para korban dengan meminta bantuan kepada warga sekitar agar memberikan perawatan kepada kedua belah pihak (baik tentara Austria dan Perancis).ICRC tidak beranggotakan pemerintahan dari Negara-negara tetapi memiliki beberapa kantor perwakilan yang menyebar di beberapa Negara, seperti Indonesia, Timor-Timur dan Malaysia. Keberadaan ICRC pun diakui oleh keempat Konvensi Jenewa (Geneva Conventions) 1949.167 Sebagai contoh, ada 13 (tiga belas) pasal dalam Konvensi Jenewa III dan 18 (delapan belas) pasal dalam Konvensi Jenewa IV. ICRC telah membuat perjanjian dengan kurang lebih 60 (enam puluh) Negara untuk memberikan imunitas kepada delegasi/stafnya yang sedang bertugas di wilayah perang dari proses yudisial atau pun arbitrase internasional.168 Menurut Menno Kamminga, perjanjian yang dibuat oleh ICRC tersebut dikualifikasikan sebagai perjanjian internasional. Hal ini menunjukkan betapa besar peran ICRC untuk mengimplementasikan keempat Konvensi Jenewa yang dibuat oleh Negara-Negara.169 Negara-negara juga berkewajiban memberikan akses kepada para delegasi/staf ICRC untuk masuk ke tempattempat penampungan atau penjara tahapan perang dan penduduk sipil.
Kaum Pemberontak (Belligerents)
Kaum pemberontak adalah sekelompok orang yang melakukan pemberontakan terhadap pemerintah sah di dalam suatu Negara. Kaum pemberontak ini biasanya melakukan pelanggaran terhadap undang-undang nasional; mereka bertujuan ingin menggulingkan Pemerintahan yang sah dan membuat Pemerintah tandingan atau bahkan ingin membentuk suatu Negara baru. Pemberontakan yang terjadi di dalam suatu Negara sering disebut dengan istilah Non-International Armed Conflict (NIAC). Pemberontakan NIAC diatur dalam Pasal 3 pada keempat Konvensi Jenewa 1949 yang mengatur tentang konflik yang tidak bersifat internasional (biasa disebut sebagai Common Articles 3) dan Protokol Tambahan II 1977 dari Konvensi Jenewa (Protocol Additional to The Geneva Conventions of 12 August 1949, and Relating to The Protection of Victims of Non-International Armed Conflicts/Protocol II) yang mengatur tentang perlindungan korban akibat konflik yang tidak bersifat internasional. Di dalam kedua instrumen hukum internasional tersebut diatur beberapa ketentuan yang harus ditaati pihak pemberontak, seperti: larangan tindakan kekerasan (jiwa dan raga); penyanderaan; perkosaan; memberikan hukuman mati tanpa melalui prosedur yang benar; angkatan bersenjata pemberontak harus memiliki komando, melakukan pengawasan terhadap sebagian wilayah, melaksanakan operasi militer secara bersama-sama.
Individu (Individual)
Berkaitan dengan individu sebagai salah satu subyek hukum internasional, terdapat 2 (dua) pandangan yang berbeda. Di satu pihak, ada beberapa ahli hukum internasional yang menyatakan bahwa Hukum Internasional adalah sistem yang dibentuk oleh, dari dan untuk Negara-Negara. Openheim berpendapat bahwa pandangan ini dipengaruhi oleh aliran hukum positif dan terminologi The Law of Nations (berkaitan dengan BabI mengenai peristilahan Hukum Internasional) yang berlaku hanya untuk Negara-Negara.174 Di lain pihak, ada beberapa ahli hukum, yaitu: Scelle, Lauterpacht, Philip Allott dan Warbricks. Scelle (1948) dan Warbrick memiliki pendapat yang sama bahwa aktor sesungguhnya di dalam setiap Negara adalah individu. Sebuah Negara tidak akan ada/terbentuk tanpa adanya individu-individu.
Perusahaan Transnasional (Transnational Corporations)
Kemunculan perusahaan asing ini mulai meresahkan dunia internasional sejak tahun 1970-an. Keberadaannya tidak hanya memberikan dampak positif saja tetapi juga dampak negatif, seperti campur tangan perusahaan asing membuat kebijakan ekonomi di Negara tempat perusahaan asing didirikan (host country); penggelapan pajak; perusakan lingkungan hidup bahkan dapat menimbulkan pelanggaran terhadap hak asasi manusia (HAM).
Organisasi Non-Pemerintah (Non-Governmental Organizations/NGOs)
Ada berbagai macam pengertian yang diberikan oleh para ahli terkait Organisasi Non-Pemerintah (Non-Governmental Organizations/NGOs). NGOs pada dasarnya merupakan organisasi yang bersifat non-profit, anggotaanggotanya bersifat sukarela. Lembaga ini dikelola dan aktif di tingkat lokal, nasional maupun internasional.187 NGOs berkontribusi pada perkembangan, interpretasi, implementasi dan penegakan hukum internasional.188 Menurut World Bank (WB), NGOs merupakan organisasi privat yang melakukan aktivitas untuk meringankan penderitaan, menyuarakan kepentingan masyarakat miskin, melindungi lingkungan, menyediakan jasa di bidang sosial dan melakukan pengembangan/pembangunan masyarakat189 serta menjunjung tinggi implementasi HAM.
Sumber : Buku Ajar Hukum Internasional Universitas Udayana