Meskipun tidak secara tegas dinyatakan bahwa Indonesia menganut aliran rechtsvinding atau penemuan hukum, tetapi ada beberapa hal yang dapat kita pakai untuk menengarai bahwa dalam kenyatannya hukum positif Indonesia diwarnai oleh aliran Rechtsvinding. Misalnya, apabila kita hubungkan dengan macam-macam sumber hukum formil Indonesia, kita akan menemukan bahwa undang-undang atau peraturan perundangan merupakan sumber utama dalam sistem hukum nasional Indonesia, diikuti kemudian dengan kebiasaan, yurisprudensi, perjanjian dan doktrin. Uraian di atas dapat kita pakai sebagai salah satu penanda bahwa hukum positif Indonesia diwarnai oleh aliran Rechtsvinding, yang memberi keleluasaan pada hakim untuk tidak hanya mengandalkan undang-undang, melainkan bisa menggali hukum dari sumber yang lain, misalnya dari yurisprudensi.
Tindakan hakim tersebut dilindungi oleh hukum dan didasarkan pada Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman
- Pasal 20AB
- Hakim harus mengadili menurut undang-undang
- Pasal 22 AB
- Hakim tidak boleh menolak mengadili perkara yang diajukan kepadanya dengan alasan tidak lengkapnya, tidak jelasnya undang-undang. Apabila penolakan terjadi maka hakim dapat dituntut berdasarkan rechtswegering.
Apabila ada perkara , hakim melakukan tindakan-tindakan sebagai berikut:
- Ia menempatkan perkara dalam proporsi yang sebenarnya
- Kemudia ia melihat pada undang-undang.
- apabila undang-undang menyebutkan maka perkara diadili menurut undang-undang
- apabila undang-undang nya kurang jelas, ia mengadakan penafsiran
- apabila ada ruangnan-ruangan kosong, hakim mengadakan konstruksi hukum, rechtsverfijning atau argumentum a contrario.
- Hakim juga dapat melihat yurisprudensi dan dalil-dalil hukum agama, adat dan sebagainya yang berlaku didalam masyarakat.
Referensi :
- Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta : Sinar Grafika, 2001