Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.
Perjanjian menurut KUHPerdata Pasal 1313 adalah "suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih". Sepanjang perjanjian itu dilakukan dengan tidak melanggar Undang-undang maka perjanjian itu adalah sah. Hal ini terdapat dalam Pasal 1320 KUHPerdata mengenai syarat sahnya sebuah perjanjian yang harus dipenuhi yaitu 1. kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya; 2. kecakapan untuk membuat suatu perikatan; 3. suatu pokok persoalan tertentu; 4. suatu sebab yang tidak terlarang.
Antara Konsumen dan Pelaku Usaha terdapat perjanjian yang merupakan hubungan hukum yang menimbulkan hak dan kewajiban. Jenis perjanjian antara konsumen dan pelaku usaha ini disebut perjanjian timbal balik. Yang mana perjanjian timbal balik adalah Suatu perjanjian yang membebankan hak dan kewajiban kepada kedua belah pihak (misal : perjanjian jual-beli, perjanjian tukar-menukar).
Dalam melakukan perjanjian jual beli, setiap konsumen telah dijamin dan dilindungi oleh undang-undang sebagaimana terdapat dalam Pasal 4 UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Dalam pasal tersebut terdapat 9 point perlindungan hak konsumen yang dijamin dan dilindungi oleh UU Perlindungan Konsumen. Dan dalam UU Perlindungan Konsumen kita tidak menemukan hal apa saja yang dapat menyebabkan hilangnya hak konsumen (dilindungi undang-undang). Meskipun hal tersebut tidak diatur dalam UU Perlindungan Konsumen, namun seorang konsumen dapat kehilangan hak-nya (dilindungi undang-undang).
Salah satu hal yang menyebabkan seorang konsumen kehilangan haknya untuk dilindungi UU Perlindungan Konsumen adalah ketika konsumen tersebut baik sengaja atau tidak dengan sengaja membeli barang palsu yang menjadi objek perjanjian antara konsumen dan pelaku usaha, hal ini merujuk pada pasal 1320 KUHPerdata mengenai syarat sahnya sebuah perjanjian yang harus dipenuhi yaitu point 4 (suatu sebab yang tidak terlarang/bertentangan dengan undang-undang).
Terhadap perjanjian yang bertentangan dengan undang-undang telah memenuhi syarat batal (Pasal 1265 KUHPerdata) dan tidak sesuai dengan syarat objektif (point 3 dan 4 Pasal 1320 KUHPerdata) terhadap sahnya suatu perjanjian
Maka akibat hukum perjanjian yang bertentangan dengan undang-undang adalah bahwa perjanjian tersebut batal demi hukum, dari semula tidak pernah dilahirkan suatu perjanjian dan/atau tidak pernah ada suatu perikatan.
Sebagaimana dalam Pasal 1320 KUHPerdata mengenai syarat sahnya sebuah perjanjian yang harus dipenuhi hal ini juga terdapat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (sebagai turunan dari UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen) bahwa Kontrak Elektronik dianggap sah (Pasal 47 ayat 2) apabila objek transaksi tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Referensi :
- UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
- Kitab Undang-Undang Hukum Perdata