Karakteristik Hukum Acara Peradilan TUN

by Estomihi FP Simatupang, SH.,MH

Posted on April 23, 2022 15:37

Karakteristik Hukum Acara di Pengadilan TUN adalah :

  1. Dalam proses pemeriksaan di persidangan, Peranan Hakim aktif (dominus litis). Peranan Hakim yang aktif tersebut, karena Hakim dibebani tugas untuk mencari kebenaran materiil. Di dalam ketentuan hukum acara, peranan Hakim yang aktif tersebut dapat ditemukan pada ketentuan Pasal 63 ayat (2) butir a, b, Pasal 80 ayat (1), Pasal 85, Pasal 95 ayat (1), dan Pasal 103 ayat (1) Undang-undang Tentang PERATUN.
  2. Dalam sengketa TUN, kedudukan antara Penggugat dengan Tergugat tidak seimbang. Ketidakseimbangannya karena Penggugat sebagai orang atau badan hukum perdata diasumsikan dalam posisi yang lebih lemah dibandingkan Tergugat selaku pemegang kekuasaan publik. Untuk menyeimbangkannya diperlukan asas kompensasi dengan cara memberikan kemudahan-kemudahan kepada Penggugat. Antara lain pada saat pembuktian, apabila alat bukti yang diperlukan dalam proses persidangan tidak dimiliki oleh Penggugat akan tetapi berada di pihak Tergugat atau pihak lain, maka Penggugat dapat memohon kepada Hakim Majelis Hakim yang memeriksa perkaranya. Selanjutnya atas dasar kewenangan yang dimiliki Hakim / Majelis Hakim dapat meminta alat bukti tersebut untuk diajukan di persidangan.
  3. Asas pembuktian yang mengarah pada sistem pembuktian bebas terbatas (vrij bewijs). Pengertian bebas terbatas, karena menurut sistem hukum acara peradilan TUN, Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian, beserta penilaian pembuktian. Untuk sahnya pembuktian, diperlukan sekurang-kurangnya dua alat bukti berdasarkan keyakinan Hakim. Mengenai alat-alat bukti yang dapat dipergunakan oleh Hakim di dalam pembuktian terbatas, yaitu hanya meliputi :
    1. Surat atau tulisan.
    2. Keterangan ahli.
    3. Keterangan saksi.
    4. Pengakuan para pihak, dan
    5. Pengetahuan Hakim.
  4. Gugatan tidak menunda pelaksanaan Keputusan TUN yang digugat. Hal ini sebagai konsekuensi berlakunya asas praesumptio iustae causa (asas praduga rechtmatige) terhadap suatu Keputusan TUN. Asas preasumptio iustae causa mempunyai makna bahwa suatu Keputusan TUN harus selalu dianggap benar sampai dengan dibuktikan sebaliknya. Oleh karena itu suatu Keputusan TUN senantiasa harus dapat dilaksanakan. Dalam hal-hal tertentu, oleh ketentuan hukum acara ada pengecualian terhadap berlakunya asas tersebut, yaitu terhadap Keputusan TUN yang digugat dapat diajukan permohonan penundaan pelaksanaannya apabila terdapat keadaan yang sangat mendesak yang mengakibatkan kepentingan Penggugat akan sangat dirugikan jika Keputusan TUN yang digugat itu tetap dilaksanakan, serta bukan merupakan kepentingan umum dalam rangka pembangunan mengharuskan dilaksanakannya keputusan tersebut.
  5. Putusan Hakim tidak boleh bersifat ultra petita (melebihi tuntutan Penggugat), akan tetapi reformatio in peius dimungkinkan. Yang dimaksud dengan reformatio in peius ialah suatu diktum putusan yang justru tidak menguntungkan Penggugat. Contoh putusan yang bersifat reformatio in peius ialah dalam kasus kepegawaian. Penggugat mohon agar Keputusan TUN yang digugat berupa penundaan kenaikan pangkat selama satu tahun (jenis hukuman disiplin sedang) dinyatakan batal atau tidak sah, tetapi oleh Hakim dinyatakan dalam diktum putusannya, Keputusan TUN yang digugat dibatalkan dan diperintahkan kepada Tergugat agar menerbitkan Keputusan TUN yang baru berupa pemberhentian tidak atas permohonan Penggugat, sebab fakta pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh Penggugat terbukti jenis pelanggaran disiplin berat.
  6. Putusan Pengadilan bersifat erga omnes. Berbeda dengan sengketa perdata, dimana putusan Hakim perdata hanya mengikat terhadap pihak-pihak yang berperkara, sedangkan putusan Pengadilan TUN tidak hanya mengikat pihak-pihak yang bersengketa, akan tetapi berlaku juga terhadap pihak-pihak yang terkait di luar pihak yang bersengketa.
  7. Seseorang atau badan hukum perdata untuk dapat mengajukan gugatan harus mempunyai kepentingan yang dirugikan sebagai akibat terbitnya suatu Keputusan TUN. Dengan demikian tanpa ada kepentingannya yang dirugikan oleh terbitnya suatu Keputusan TUN tidak akan melahirkan hak untuk menggugat bagi seseorang atau badan hukum perdata tersebut, maka berlakulah asas "tanpa ada kepentingan tidak akan melahirkan gugatan (poin d'interet, poin d'action)".
  8. Dalam proses pemeriksaan gugatan di Pengadilan TUN dikenal beberapa tahapan yaitu antara lain tahap penelitian administrasi, tahap proses dissmissal, tahap pemeriksaan persiapan, dan tahap persidangan terbuka untuk umum.
  9. Tidak mengenal putusan verstek, karena Hakim bersifat aktif di dalam pemeriksaan persidangan untuk menemukan kebenaran materiil dengan cara mencari bukti-bukti yang relevan di dalam memutus perkaranya, sehingga Hakim tetap dapat memutus perkaranya tanpa kehadiran Tergugat.
  10. Tidak mengenal gugatan rekonpensi, karena obyek gugatan dalam sengketa TUN adalah Keputusan TUN yang diterbitkan oleh Tergugat berdasarkan wewenang yang ada padanya atau yang dilimpahkan kepadanya, yang digugat oleh orang atau badan hukum perdata.

Referensi 

  • Pedoman Teknis Administrasi Dan Teknis Peradilan Tata Usaha Negara Edisi 2008
Daftar Referensi Bacaan

Total Views : 3142

Responsive image
Related Post

× Harap isi Nama dan Komentar anda!
berandahukum.com tidak bertanggung jawab atas isi komentar yang ditulis. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Komentar pada artikel ini
Responsive image Responsive image Responsive image Responsive image Responsive image Responsive image
Pengantar Ilmu Hukum
Lembaga Peradilan
Profesi Hukum
Contoh Surat-Surat
Lingkup Praktek
Essay