Dimasa pandemi ini, pemenuhan kebutuhan dengan cara pembelanjaan secara online rasa-nya sulit untuk dihindarkan. Pembelanjaan melalui online dapat dilakukan melalu toko online mandiri atau juga toko online yang diselenggarakan oleh penyedia platform berbentuk User Generated Content (UGC) seperti Tokopedia, Bukalapak, Shopee, Blibli, Lazada, dll.
Dalam pembelanjaan melalui online mungkin pernah kita temukan pencantuman syarat dan ketentuan atau klausula baku yang dapat merugikan pembeli (konsumen) oleh penjual toko online tersebut. Salah satu contoh syarat dan ketentuan atau klausula baku yang dapat merugikan pembeli (konsumen), seperti "HINDARI FEEDBACK NEGATIF,FEEDBACK NEGATIF HILANG GARANSI".
Menurut UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen bahwa Klausula Baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen.
Dalam Pasal 18, Bab V tentang Ketentuan Pencantuman Klausula Baku, bahwa pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang dapat merugikan konsumen. Merugikan konsumen dalam hal ini adalah menghilangkan hak konsumen (secara paksa) dan kewajiban penjual melalui syarat dan ketentuan atau klausula baku yang dibuat oleh penjual.
Hak-hak Konsumen diatur dalam pasal 4 UU Perlindungan Konsumen No. 8 Tahun 1999, yaitu :
- hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
- hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
- hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai konsidi dan jaminan barang dan/atau jasa;
- hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;
- hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
- hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
- hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
- hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
- hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Sedangkan kewajiban Pelaku Usaha diatur dalam pasal 7 UU Perlindungan Konsumen No. 8 Tahun 1999, yaitu :
- beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
- memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;
- memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
- menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;
- memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;
- memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
- memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
Ditinjau dari hukum perjanjian bahwa jual-beli adalah merupakan suatu perjanjian obligatoir (timbal-balik) yaitu perjanjian yang mewajibkan seseorang untuk menyerahkan atau membayar sesuatu.
Salah satu syarat sahnya suatu perjanjian (syarat formil) menurut Pasal 1320 KUH Perdata adalah suatu sebab yang tidak terlarang.
Yang dimaksud suatu sebab yang tidak terlarang ini adalah :
-
Suatu sebab yang tidak terlarang maksudnya adalah apa yang menjadi objek perjanjian adalah bukan hal yang terlarang atau dilarang oleh hukum atau bertentangan dengan hukum.
-
Sebab terlarang terdapat pada Pasal 1337 KUH Perdata “suatu sebab adalah terlarang, atau apabila dilarang oleh undang-undang, atau apabila berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum.”
Terhadap perjanjian yang bertentang dengan undang-undang maka akibat hukumnya adalah batal demi hukum (Null and Void) yaitu bahwa dari awal perjanjian itu telah batal, atau dianggap tidak pernah ada, apabila syarat objektif tidak dipenuhi.
Kemudian timbul pertanyaan, apakah dengan dicantumkan syarat dan ketentuan atau klausula baku "HINDARI FEEDBACK NEGATIF,FEEDBACK NEGATIF HILANG GARANSI" berakibat perjanjian itu menjadi batal demi hukum ?
Batal demi hukum (Null and Void) menurut Pasal 1320 KUH Perdata adalah jika tidak terpenuhi syarat formil (adanya objek yang diperjanjian dan suatu sebab yang tidak terlarang).
Contoh batal demi hukum (Null and Void) akibat tidak dipenuhinya syarat formil dalam Pasal 1320 KUH Perdata, seperti :
- Si A melakukan perjanjian jual-beli barang yang memang tidak ada dan tidak akan pernah ada dengan si B (dalam hal ini tidak ada objek yang diperjanjikan)
- Si A melakukan perjanjian jual beli barang hasil curian dengan si B (bertentangan dengan undang-undang)
Syarat dan ketentuan atau klausula baku "HINDARI FEEDBACK NEGATIF,FEEDBACK NEGATIF HILANG GARANSI" yang dicantumkan oleh penjual merupakan syarat materiil yang dalam hal ini telah diatur dalam Pasal 18 tentang Ketentuan Pencantuman Klausulan Baku UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Maka perjanjian jual-beli antara pembeli dan penjual adalah TIDAK BATAL tetapi yang menjadi batal adalah syarat dan ketentuan atau klausula baku "HINDARI FEEDBACK NEGATIF,FEEDBACK NEGATIF HILANG GARANSI" yang dicantumkan oleh penjual tersebut.
Lalu apakah dampak dan akibat dari penjual yang mencantumkan klausula baku yang merugikan konsumen tersebut ?
Menurut Pasal 61 UU Perlindungan Konsumen No. 8 Tahun 1999, Penuntutan pidana dapat dilakukan terhadap pelaku usaha dan/atau pengurusnya selain itu dalam Pasal 62 disebutkan bahwa "Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 15, Pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf e, ayat (2), dan Pasal 18 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp.2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).