ISTERI LEBIH DARI SEORANG
Pengadilan Tinggi Padang :
1. Suatu perkawinan kedua dilakukan tanpa izin isteri pertama, kemudian isteri pertama menggugat dan perkawinan itu dibatalkan oleh Pengadilan Agama.
Ternyata sampai sekarang mereka terus hidup bersama dan memperoleh keturunan.
Pertanyaan :
Bagaimana status isteri dan anak-anak perkawinan yang telah dibatalkan oleh Pengadilan Agama tersebut?
1. Mengenai hal beristeri lebih dari seorang yang dilakukan tanpa izin dari isteri pertama, berlaku Pasal 24 jo Pasal 28 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974. Dalam Pasal 28 ayat 2 tersebut ditentukan bahwa batalnya suatu perkawinan setelah adanya putusan Pengadilan tidak berlaku surut terhadap anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut. Berarti anak-anak adalah tetap anak sah dari suami-isteri perkawinan yang kedua tersebut. Kalau kedua belah pihak setelah adanya putusan Pengadilan Agama terus hidup bersama dan memperoleh keturunan maka anak-anak yang dilahirkan setelah putusan pembatalan itu adalah anak diluar kawin.
PERKAWINAN DENGAN LEBIH DARI SEORANG ISTERI DI R.R.C.
Pengadilan Negeri Jakarta - Barat
2. Seorang Cina kawin di R.R.C. pada tahun 1906 dan pada tahun 1916 ia nikah lagi (bermadu) di R.R.C., dan dari isteri ke 1 dan isteri ke-2 masing-masing punya anak.
Pada tahun 1930 mereka datang ke Indonesia.
- Apakah orang Cina pada waktu itu oleh Hukum/Adat mereka di Negara asalnya boleh berpoligami?
- Bagaimana dengan perkawinan mereka, setelah mereka datang ke Indonesia?
2. a. Perkawinan adalah syah bila oleh hukum Negara itu dimana perkawinan itu dilaksanakan itu dianggap sah. Hakim berwenang meneliti hal tersebut.
b. Pada waktu sebelum berlakunya Undang-Undang Perkawinan, azas dalam BW yang berlaku bagi golongan Tionghoa tidak mengenal Poligami. Hal tersebut merupakan ketertiban umum sehingga hukum di Indonesia pada waktu itu hanya mengakui sah perkawinan yang pertama.
PERKAWINAN CAMPURAN
Pengadilan Negeri Jakarta - Utara :
3. Dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 dan Peraturan Pemerintah No.9 Tahun 1975 tidak diatur tentang perkawinan antara dua orang yang berlainan agama?
Dalam praktek sering ada permohonan ijin kawin ke Pengadilan Negeri karena Kantor Catatan Sipil menolak mengawinkan pasangan yang berlainan agama, kecuali jika ada ijin terlebih dahulu dari Pengadilan Negeri.
Dari tulisan para sarjana hukum yang dapat dibaca di surat-surat kabar atau media masa ada berbagai pendapat tentang hal tersebut antara lain ada yang menafsirkan bahwa dengan adanya Undang-Undang No. 1 Tahun 1974, maka perkawinan antara dua orang yang berlainan agama tidak diperkenankan lagi.
Dalam hal ini ada yang mengabulkan permohonan ijin kawin tersebut atas dasar Stbl. 1898 - 158 (Peraturan tentang perkawinan campuran) jo Pasal 66 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 dan Pasal 47 P.P. No. 9 Tahun 1975, dan ada pula yang menolak-nya.
Mohon petunjuk bagaimana sebenarnya?
3. Lihat himpunan tanya jawab bidang perdata sebagai hasil raker tahun 1982/1983 (halaman 52 buku biru).
Pengadilan Tinggi Yogyakarta :
4. Ada seorang mahasiswi beragama Islam, kemudian ada seorang dosen yang juga beragama Islam datang menghadap kami sedangkan dosen tersebut warga negara Amerika, mereka menanyakan bagaimana harus kawin.
Sesuai dengan pendirian yang telah kami pelajari dari buku-buku (Undang-Undang Perkawinan, bukunya Prof. Noto Susanti, SH.) bahwa perkawinan sah apabila dilakukan menurut hukum agama dan kepercayaan masing-masing.
Namun, disini tersimpul adanya perkawinan campuran dimana hukum negara dari kedua negara tersebut berbeda. Anjuran kami kepada mahasiswi tersebut pertama harus kawin menurut hukum agamanya, kemudian pergi ke Catatan Sipil. Ternyata Kantor Pencatatan Sipil Yogyakarta menolak dan harus kemanakah ia harus pergi untuk menyelesaikan persoalan itu.
Perkawinan secara agama Islam sudah dilakukan sedang secara negara belum.
Mohon petunjuk.
4. Dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, perkawinan campuran diambil dalam arti yang sempit hanya antara orang asing dengan warga negara Indonesia.
Menurut yurisprudensi yang lama perkawinan campuran mempunyai arti yang luas, perkawinan antar agama termasuk perkawinan campuran.
Perlu diperhatikan bahwa G.H.R. menurut Pasal 66 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 telah dinyatakan tidak berlaku lagi, tetapi Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tidak menentukan hukum mana yang dipergunakan untuk melangsungkan perkawinan. Sehingga dalam hal ini domisili isteri tidak lagi ikut suami akan tetapi ditentukan bersama, tetapi sebenarnya perkawinannya itu sendiri tidak ada masalah, karena ia masuk Islam hanya saja Catatan Sipil menolak. Disini pihak yang bersangkutan dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri agar perkawinannya dapat didaftarkan di Kantor Catatan Sipil.
KAWIN KONTRAK
Pengadilan Tinggi Padang :
5. Didaerah Pasaman dalam wilayah hukum Pengadilan Tinggi Sumatera Barat terdapat/terjadi adanya kawin kontrak yang dilakukan oleh orang/petugas-petugas kontraktor jalan dari orang Pilipina yang melakukan kontrak pembuatan jalan disana.
Setelah selesai kontrak perbaikan jalan mereka kembali kedaerah asalnya Pilipina, akan tetapi selama mereka kontrak jalan, mereka juga kawin dengan gadis penduduk disana, sehingga ada beberapa orang diantara mereka yang telah melahirkan anak.
Perkawinan mereka tidak didasarkan atas Undang-Undang Perkawinan sekarang, sehingga timbul masalah :
- Bagaiman status anak-anak mereka yang dilahirkan oleh perkawinan yang tidak sah menurut Undang-Undang Perkawinan, kalau dikaitkan dengan Adat Minangkabau dengan soal kewarisan?
- Apakah anak tetap jadi asing?
5. 1. Perkawinan mereka adalah tidak sah, baik menurut Undang-Undang Perkawinan maupun menurut Hukum Adat.
2. Karena Perkawinan yang demikian tidak sah maka anak tersebut adalah anak diluar kawin jadi mengikuti status ibunya (W.N.I.).
Referensi
- Himpunan Permasalahan Hukum Pada Praktek Peradilan Dalam Tanya Jawab Tehnis Yustisial 1996