Organ Utama Negara dan Organ Negara Tambahan

by Estomihi FP Simatupang, SH.,MH

Posted on June 26, 2023 13:03

 

Dalam setiap pembicaraan mengenai organisasi negara, ada 2 (dua) unsur pokok yang saling berkaitan, yaitu organ dan functie. Organ adalah bentuk atau wadahnya, sedangkan functie adalah isinya. Dalam UUD NRI Tahun 1945, organ-organ yang dimaksud ada yang disebut secara eksplisit namanya, dan ada pula yang disebutkan eksplisit fungsinya. Ada pula lembaga atau organ yang disebut baik namanya maupun fungsi atau kewenangannya akan diatur dengan peraturan yang lebih rendah.[1] Dalam kaitan ini, dapat dikemukakan bahwa terdapat tidak kurang dari 34 (tiga puluh empat) organ yang disebutkan keberadaannya dalam UUD NRI Tahun 1945. Dari semua organ tersebut, terdapat 7 (tujuh) organ konstitusi dalam lapis pertama, yaitu: Presiden dan Wakil Presiden, DPR, DPD, MPR, MK, MA, dan BPK. Organ konstitusi lapis kedua adalah Menteri Negara, TNI, Kepolisian Negara, Komisi Yudisial, KPU, dan Bank Sentral.[2]

Organ-organ negara yang disebutkan dalam UUD NRI Tahun 1945 dapat juga digolongkan ke dalam organ utama atau primer (primary constitusional organs), dan organ pendukung atau penunjang (auxiliary state organs). Untuk memahami perbedaan diantara keduanya, lembaga-lembaga negara tersebut dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) ranah (domain), yaitu (i) kekuasaan eksekutif, (ii) kekuasaan legislatif, dan (iii) kekuasaan yudisial.

Dalam cabang kekuasaan eksekutif atau pemerintahan negara, ada presiden dan wakil presiden yang merupakan satu kesatuan institusi kepresidenan. Dalam cabang kekuasaan yudisial, lembaga pelaksana atau pelaku kekuasaan kehakiman itu ada 2 (dua), yaitu Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi, tetapi di samping keduanya ada pula Komisi Yudisial sebagai lembaga pengawas martabat, kehormatan, dan perilaku hakim. Keberadaan fungsi Komisi Yudisial ini bersifat penunjang (auxiliary) terhadap cabang kekuasaan kehakiman. Dalam hal kekuasaan legislatif dilaksanakan oleh DPR, DPD dan DPRD.

Salah satu perkembangan struktur ketatanegaraan Indonesia setelah perubahan UUD NRI Tahun 1945 adalah lahirnya organ negara tambahan (state auxiliary organs). Terdapat beberapa istilah yang berkenaan dengan state auxiliary organs. Ada yang menyebutnya sebagai komisi negara, state auxiliary agencies, state auxiliary bodies, dan ada juga yang menyebut sebagai lembaga negara independen.[3] State auxiliary organs ini, dalam konteks Indonesia, tumbuh dan berkembang sangat pesat dalam bentuk dewan (council), komisi (comission), komite (commitee), badan (board), atau otorita (authority). Organ tambahan lahir karena kinerja lembaga utama dianggap belum bekerja secara efektif dan dilatarbelakangi oleh desakan publik dalam rangka mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang baik (good governance).

Menurut Jimly Asshidiqie, state auxiliary organs atau auxiliary institutions sebagai lembaga negara yang bersifat penunjang. Di antara lembaga-lembaga tersebut terkadang ada juga yang disebut sebagai self regulatory agencies atau independent supervisory bodies, atau lembaga-lembaga yang menjalankan fungsi campuran (mix function) antara fungsi-fungsi regulatif, administratif, dan fungsi penghukuman yang biasanya dipisahkan tetapi justru dilakukan secara bersamaan oleh lembaga-lembaga tersebut.[4]

Sementara itu, Asimow menyatakan bahwa state auxliary organs adalah “units of government created by statute to carry out spesific tasks in implementing the statute. Most administrative agencies fall in the excecutive branch, but some important agencies are indepedent”.[5] Dengan demikian, dalam konteks Indonesia, state auxiliary organs dibedakan atas independent regulatory bodies dan executive branch agencies.

Lembaga-lembaga atau komisi-komisi yang dibentuk di Indonesia pada umumnya berada dalam ranah kekuasaan eksekutif sebagai executive branch agencies, misalnya Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Di samping executive branch agencies, ada pula yang bersifat independen dan berada di luar wilayah kekuasaan eksekutif, legislatif, ataupun yudikatif. Pada umumnya, pembentukan lembaga-lembaga independen ini didorong oleh kenyataan bahwa birokrasi di lingkungan pemerintahan dinilai tidak dapat lagi memenuhi tuntutan kebutuhan akan pelayanan umum dengan standar mutu yang semakin meningkat dan diharapkan semakin efisien dan efektif.


[1]Ibid., hlm. 84.

[2]Ibid., hlm. 90-91.

[3]Denny Indrayana, 2008, Negara Antara Ada dan Tiada Reformasi Hukum Ketatanegaraan, Kompas Media Nusantara, Jakarta, hlm. 264.

[4]Jimly Asshiddiqie, Op. Cit.,)hlm. 7.

[5]Asimov dalam Denny Indrayana, Op. Cit., hlm. 264-265.


Referensi :

  • Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan 

 

Daftar Referensi Bacaan

Total Views : 1826

Responsive image
Related Post

× Harap isi Nama dan Komentar anda!
berandahukum.com tidak bertanggung jawab atas isi komentar yang ditulis. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Komentar pada artikel ini
Responsive image Responsive image Responsive image Responsive image Responsive image Responsive image
Pengantar Ilmu Hukum
Lembaga Peradilan
Profesi Hukum
Contoh Surat-Surat
Lingkup Praktek
Essay