Kata Agraria menurut Boedi Harsono, berasal dari kata Agrarius, Ager (latin) atau Agros (Yunani), Akker (Belanda) yang artinya tanah pertanian.
Dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, LNRI Tahun 1960 No. 104 – TLNRI No.2043, disahkan tanggal 24 September 1960, yang lebih dikenal dengan sebutan Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) tidak memberikan pengertian, hanya memberikan ruang lingkup agraria sebagaimana yang tercantum dalam konsideran, tidak pula dalam pasal-pasal maupun penjelasannya.
Menurut Boedi Harsono, hukum agrarian tidak selalu dipakai dalam pengertian yang sama, baik mengenai ruang lingkup maupun tempatnya dalam sistematika tata hukum. UUPA menganur arti dan ruang lingkup hukum agrarian yang luas, yaitu merupakan kelompok dari berbagai hukum yang mengatur hak- hak penguasan tanah atas sumber-sumber alam, yang berupa lembaga-lembaga hukum dan hubunganhubungan hukum kongkret dengan sumber-sumber alam, yaitu hukum tanah, hukum air, hukum pertambangan dan hukum yang penguasaan (unsur-unsur tertentu dari ruang angkasa).
Subekti/Tjitosoedibjo (Kamus Hukum, 1969) menurut Boedi Harsono, memberikan arti yang luas pada Hukum agraria, karena mencakup seluruh ketentuan, baik hukum perdata, hukum tata Negara maupun hukum tata usaha Negara, yang mengatur hubungan-hubungan antara orang, termasuk badan hukum, dengan bumi, air dan ruang angkasa dalam seluruh wilayah Negara dan mengatur pula wewenang-wewenang yang bersumber pada hubunganhubungan tersebut.
Pengertian hukum agrarian oleh Gouwgioksiong, menurut Boedi Harsono, adalah pengertian dalam arti sempit yaitu identic dengan hukum tanah
E. Utrecht (Pengantar dalam Hukum Indonesia, Jakartan1961) menurut Boedi Harsono, memberikan secara tegas pengertian yang sama kepada “Hukum Agraria” dan “Hukum Tanah”. Menurut E. Utrecht, hukum agrarian (hukum tanah) menjadi bagian Hukum Tata Usaha Negara.
W.L.G Lemaire (Het Recht In Indonesia 1952) membicarakan hukum agrarian sebagai suatu kelompok hukum yang bulat meliputi bagian hukum Privat maupun bagian Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara. Kiranya dari uraian tersebut diatas dapat disimpulkan, bahwa pengertian agraria dapat diartikan luas maupun sempit. Dalam arti sempit, agraria diartikan sebagai tanah pertanian yang dipertentangkan dengan Tanah Permukiman/ Tanah Perkotaan. Lebih sempit lagi masalah agrarian diartikan sebagai masalah Pemecahan atau Pembagian (Distribusi) Tanah.
Dalam arti luas agraria dimaksudkan sebagai sesuatu yang berkaitan dengan tanah. Jadi Hukum Agraria disamakan dengan Hukum Tanah. Lebih luas arti agrarian dalam UUPA, karena diatur bukan saja diatur berkaitan dengan tanah (yang merupakan Lapisan Permukaan Bumi), tetapi juga berkaitan dengan tubuh bumi itu, dengan air dan dengan ruang angkasa termasuk kekayaan didalamnya.
Dengan demikian, maka menurut UUPA yang dimaksud dengan hukum agraria jauh lehih luas dari hukum (per)tanah(an), yang meliputi Hukum Perairan, Keruangangkasaan, Pertambangan, Perikanan, dan sebagainya. Dalam pada itu, hukum agrariapun telah berkembang kearah pembahasan secara bulat, baik yang berkaitan dengan Singkatnya Hukum Agraria (dalam arti sempit), yaitu Hukum Agraria = Hukum Tanah, yaitu bidang hukum positif yang mengatur hak-hak penguasaan atas tanah. Hukum Agraria (dalam arti luas), yaitu bidang hukum positif yang mengatur unsur-unsur sumber alam adan masing-masing unsur dijabarkan lebih lanjut dalam bidang hukum tertentu, yang meliputi hukum tanah, hukum air, hukum pertambangan, hukum perikanan, hukum kehutanan dan hukum ruang angkasa (bukan dalam arti “space law”).
Sumber : Diktat Hukum Agraria 2017 Universitas Udayana Denpasar