Prosedur Peradilan Perdata

by Estomihi FP Simatupang, SH.,MH

Posted on May 30, 2022 07:17

Sistem Pengadilan

Sistem peradilan Indonesia terdiri dari beberapa jenis pengadilan di bawah pengawasan Mahkamah Agung (Mahkamah Agung). Mengikuti tradisi hukum perdata Belanda, pengadilan Indonesia tidak menerapkan prinsip preseden yang begitu akrab di antara yurisdiksi common law.

Semua kasus perdata akan dibawa di tingkat pertama ke Pengadilan Negeri, pengadilan harian tingkat pertama. Yurisdiksinya sebagai aturan Daerah Otonom seperti Kota atau Kabupaten (kota atau kabupaten). Menurut Undang-Undang No. 14 Tahun 1970, setidaknya tiga hakim diperlukan untuk setiap majelis agar sidang atau sidang dinyatakan sah.

Pengadilan Tinggi membentuk pengadilan tingkat kedua atau pengadilan banding. Mereka membuat keputusan banding atas keputusan pengadilan yang lebih rendah. Pengadilan Banding biasanya berlokasi di ibu kota setiap provinsi. Pengadilan Banding yang serupa dengan Pengadilan Distrik biasanya duduk sebagai panel yang terdiri dari tiga hakim dan memiliki wewenang untuk mengadili banding dari semua pengadilan yang lebih rendah. Pengadilan Tinggi memimpin dan memiliki kendali atas pengadilan tingkat pertama dalam yurisdiksinya masing-masing. Sebagai badan pengawas, mereka berwenang untuk memerintahkan agar berkas-berkas dan dokumen-dokumen pengadilan tingkat pertama dikirimkan kepada mereka untuk diperiksa dan dievaluasi dengan maksud untuk menentukan kapasitas dan ketekunan para hakim yang duduk di tingkat pertama.

Pengadilan tertinggi di Indonesia adalah Mahkamah Agung. Secara teknis semua pengadilan di Indonesia berada di bawah pimpinan Mahkamah Agung. Namun, kerangka peraturan sebelumnya berarti bahwa meskipun pengadilan umum dipimpin oleh Mahkamah Agung, masalah administrasi dan keuangan pengadilan berada di bawah naungan Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia. Hal ini berubah secara signifikan dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 35 Tahun 1999 yang menyatakan bahwa semua Peradilan Umum kini berada di bawah kekuasaan dan pengawasan Mahkamah Agung.

Pada tahun 1998, parlemen Indonesia membentuk Pengadilan Niaga (Pengadilan Niaga) melalui pengesahan undang-undang. Awalnya, Pengadilan Niaga bertugas menangani permohonan kepailitan dan kepailitan. Namun yurisdiksinya dapat diperluas untuk mencakup masalah komersial lainnya seperti Hak Kekayaan Intelektual. Banding dari Pengadilan Niaga dilanjutkan langsung ke Mahkamah Agung.

Pada tahun 2001 Konstitusi diamandemen untuk mengamanatkan pembentukan dan pembentukan Mahkamah Konstitusi (MK). Antara lain, Mahkamah Konstitusi memiliki yurisdiksi untuk mengadili kasus-kasus yang menyangkut konstitusionalitas undang-undang tertentu, hasil pemilihan umum, serta tindakan untuk memberhentikan jabatan Presiden. Mahkamah Konstitusi telah dibentuk.

 

Prosedur

Hukum Acara Perdata Indonesia didasarkan pada dua peraturan yang diturunkan dari sistem Kolonial Belanda, yaitu Herziene Inlandsch Reglement (HIR) dan Rechtsreglement voor de Buitengewesten (RBg.) Menurut Undang-Undang Darurat Nomor 1 Tahun 1951 tentang Tindakan Sementara untuk memperoleh keseragaman dalam administrasi, kompetensi dan prosedur pengadilan sipil memastikan bahwa kedua peraturan tersebut tetap berlaku sampai saat undang-undang baru diundangkan untuk mencabutnya.

 

Proses Pengadilan di Pengadilan Tingkat Pertama

Sebagian besar perselisihan muncul di pengadilan yurisdiksi umum, dengan pengadilan tingkat pertama adalah Pengadilan Negeri. Sebuah kasus perdata yang khas dimulai ketika penggugat mendaftarkan klaim mereka ke kantor kepaniteraan pengadilan Distrik/Bawah. Selanjutnya, ketua Pengadilan Negeri akan memutuskan apakah akan mengangkat hakim tunggal atau majelis hakim untuk mengadili kasus tersebut. Sebagian besar kasus disidangkan oleh panel yang terdiri dari tiga hakim. Hakim atau hakim yang ditunjuk akan duduk untuk pemeriksaan, pemeriksaan, dan akhirnya akan mengeluarkan keputusan. Pengadilan akan menjadwalkan tanggal sidang dan akan memanggil para pihak untuk hadir di hadapan pengadilan. Pengadilan akan melakukan pemanggilan secara langsung pada orang yang bersangkutan atau jika tidak diketahui alamatnya, memasang iklan di surat kabar yang memuat isi pemanggilan.

Biasanya ada delapan sidang atau sesi setelah pendaftaran dilakukan sampai hakim atau majelis hakim memberikan putusannya. Pada sidang pengadilan pertama, jika penggugat dan tergugat menghadiri sidang, majelis hakim akan menanyakan kepada kedua belah pihak apakah mereka telah berusaha untuk merundingkan perdamaian sebelum hadir di pengadilan atau tidak. Jika para pihak tidak melakukannya, majelis hakim berkewajiban untuk menengahi antara kedua pihak yang berselisih atau memerintahkan agar mereka berusaha menyelesaikan masalah ini melalui mediasi eksternal. Pada titik ini, sidang akan ditunda sementara sementara para pihak berusaha untuk mencapai penyelesaian damai.

Apabila upaya mediasi berhasil, para pihak akan membuat Perjanjian Perdamaian (Akta Perdamaian) yang mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan putusan pengadilan dalam arti dapat dilaksanakan. Jika mediasi gagal dan penyelesaian damai tidak dapat dicapai, maka para pihak dapat melanjutkan ke litigasi dan sidang pengadilan pertama akan dijadwalkan.

Dalam hal tergugat atau kuasanya tidak hadir, majelis hakim akan menjadwalkan sidang lagi dan meminta tergugat untuk dipanggil sebagaimana mestinya. Akan tetapi, majelis hakim juga dapat mengeluarkan putusan wanprestasi jika tergugat tidak hadir. Dalam hal penggugat atau kuasanya tidak hadir pada hari yang telah dijadwalkan, maka hakim atau majelis hakim menyatakan gugatan batal demi hukum.

Sidang pengadilan pertama dimulai dengan penggugat menyatakan kasus mereka dan mengajukan argumen mereka untuk mendukung kasus dan tuntutan yang dibuat tentang bagaimana diharapkan pengadilan akan memutuskan masalah yang dihadapi. Penggugat melakukannya dengan membaca gugatan tertulis. Pembacaan tuntutan hukum merupakan hal yang biasa dalam proses litigasi di Indonesia karena prosesnya lebih merupakan proses 'kertas' daripada proses lisan. Setelah mendengar gugatan penggugat, majelis hakim akan memberikan kesempatan kepada tergugat untuk membantah pada sidang kedua. Jarang tergugat melakukan sanggahan di hari yang sama. Hakim atau majelis hakim biasanya akan menunda sidang sanggahan untuk memberikan waktu kepada terdakwa untuk menyiapkan sanggahan tertulis.

Pada sidang pengadilan kedua, pengadilan akan mendengar terdakwa membacakan bantahan tertulis (konpensi). Pada titik ini, tergugat juga memiliki opsi untuk mengajukan gugatan balik (rekonpensi) terhadap penggugat. Di sinilah proses menjadi rumit, karena tergugat menjadi penggugat pada saat yang sama. Hakim atau majelis hakim dalam proses semacam ini harus mengeluarkan dua putusan sekaligus.

Sidang pengadilan ketiga akan mendengarkan sanggahan penggugat terhadap argumen yang dibuat oleh tergugat pada sidang pengadilan terakhir.

Pada sidang keempat, majelis hakim akan mendengarkan dalil-dalil tergugat sehubungan dengan bantahan penggugat.

Sidang pengadilan kelima dan keenam didedikasikan untuk memeriksa bukti dan menghadirkan dan mendengarkan saksi, termasuk saksi ahli. Penggugat diberikan kesempatan pertama untuk mengajukan bukti, sedangkan sidang berikutnya diberikan kepada terdakwa untuk menghadirkan saksi atau kesaksian yang mungkin ingin dilakukan untuk mendukung kasusnya.

Sidang pengadilan ketujuh adalah pengadilan untuk mendengar kedua belah pihak memberikan kesimpulan mereka dalam kasus tersebut. Sidang pengadilan yang kedelapan dan terakhir adalah saat majelis hakim membacakan putusannya.

Putusan pengadilan, bagaimanapun, tidak segera berlaku dan dapat dilaksanakan. Putusan tersebut berlaku hanya setelah empat belas hari berlalu tanpa ada banding yang diajukan. Jika salah satu pihak mengajukan banding, yang sering terjadi, putusan tidak berlaku dan tidak dapat dilaksanakan.

 

Banding ke Pengadilan Tinggi

Banding dari Pengadilan Negeri/Pengadilan Rendah disidangkan di Pengadilan Tinggi. Pengadilan Tinggi adalah Pengadilan Banding Distrik. Banding dari Pengadilan Tinggi dan, dalam beberapa hal dari Pengadilan Negeri/Pengadilan Rendah, dapat diajukan ke Mahkamah Agung yang berkedudukan di Jakarta.

Pengadilan Tinggi akan meninjau kasus tersebut melalui bahan-bahan yang diajukan oleh para pihak di Pengadilan Negeri. Dalam hal ini, prosedur Pengadilan Tinggi lebih merupakan permainan bagi para pengacara. Para pihak yang bersengketa tidak akan terlibat secara fisik. Putusan Pengadilan Tinggi akan mulai berlaku dan dapat dilaksanakan dalam empat belas hari jika tidak ada upaya kasasi yang diajukan ke Mahkamah Agung. Tidak ada batasan, kecuali batas waktu, sehubungan dengan pengajuan putusan Pengadilan Tinggi ke Mahkamah Agung. Selain itu, tidak ada mekanisme untuk menguji dapat diterimanya kasasi berdasarkan dasar hukum yang kuat.

 

Banding ke Mahkamah Agung

Mahkamah Agung dapat mengadili kasasi (kasasi) yang merupakan kasasi terakhir dari pengadilan yang lebih rendah. Peninjauan kembali juga dapat dilakukan jika misalnya ditemukan bukti baru yang membenarkan pemeriksaan ulang.

Mahkamah Agung memberikan keputusan tentang perselisihan kompetensi antara jenis pengadilan di tingkat pertama dan terakhir. Mahkamah Agung dapat menolak putusan pengadilan yang lebih rendah dengan salah satu dari tiga alasan: pengadilan yang bersangkutan tidak memiliki yurisdiksi atau bertindak di luar yurisdiksinya; pengadilan menerapkan hukum secara tidak benar atau melanggar hukum yang berlaku; dan, pengadilan yang lebih rendah lalai untuk memenuhi persyaratan tertentu yang ditetapkan oleh hukum.

Peninjauan kembali suatu perkara di Mahkamah Agung akan didasarkan pada bahan-bahan yang sama yang diajukan di Pengadilan Negeri; Mahkamah Agung tidak akan menerima bukti baru. Proses di Mahkamah Agung sama dengan di Pengadilan Tinggi dalam hal para pihak yang bersengketa tidak terlibat secara fisik.

Sebuah kasus juga belum tentu berakhir begitu Mahkamah Agung memberikan putusannya. Tantangan berikutnya adalah untuk menegakkan putusan, dan kasus selalu dapat dibuka kembali oleh salah satu pihak yang bersengketa jika mereka dapat memberikan bukti baru yang berkaitan dengan keputusan tersebut.

Mahkamah Agung memberikan putusan kasasi. Sengketa niaga di Indonesia juga berakhir di Mahkamah Agung dan juga sebagai kasasi. Para pihak dalam perkara perdata dapat mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Kasasi hanya dimungkinkan jika tidak ada cara lain yang biasa untuk memperoleh keadilan tersedia. Jika ada kemungkinan untuk mengajukan banding ke pengadilan tingkat kedua (Pengadilan Tinggi) maka kasasi tidak akan berhasil. Dengan kata lain, tidak mungkin mengajukan kasasi atas putusan Pengadilan Negeri tingkat pertama. Kasus tersebut pertama-tama harus dibawa ke pengadilan masing-masing tingkat kedua, kecuali dalam beberapa kasus. Misalnya, dalam sengketa pendaftaran merek dan kepailitan, putusan pengadilan tingkat pertama dapat langsung diajukan ke Mahkamah Agung. Hal ini disebabkan oleh fakta bahwa keputusan untuk kasus-kasus ini di pengadilan tingkat pertama dianggap sudah final, tanpa kesempatan untuk banding.

Kasasi akan berhasil jika putusannya tidak memenuhi syarat formal sebagaimana diatur dalam peraturan tentang pembatalan. Hal ini juga dimungkinkan ketika pengadilan yang lebih rendah dalam memberikan keputusan mereka melebihi yurisdiksi mereka. Terakhir, kasasi dimungkinkan jika peraturan dan aturan hukum telah digunakan secara tidak benar atau jika ada pelanggaran terhadap aturan tersebut.


Referensi

  • https://www.aseanlawassociation.org/
Daftar Referensi Bacaan

Total Views : 1811

Responsive image
Related Post

× Harap isi Nama dan Komentar anda!
berandahukum.com tidak bertanggung jawab atas isi komentar yang ditulis. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Komentar pada artikel ini
Responsive image Responsive image Responsive image Responsive image

Kirim Pertanyaan

Pengantar Ilmu Hukum
Lembaga Peradilan
Profesi Hukum
Contoh Surat-Surat
Lingkup Praktek
Essay