Sejarah Hukum Acara Pidana

by Admin

Posted on May 22, 2020 18:42

Sejarah Hukum Acara Pidana Indonesia

 

Gubernur Jenderal Hindia Belanda melalui Firman Raja No. 1 tanggal 6 Mei 1946 memerintahkan untuk menetapkan dan memperlakukan suatu peraturan tata usaha kepolisian beserta pengadilan sipil dan penuntutan perkara kriminil yang dilakukan oleh golongan bumi putera dan yang dipersamakan.

Mr. H.L. Wichers yang berasal dari negeri Belanda berhasil menyusun rencana peraturan dimaksud dan menyampaikan kepada Gubernur Jenderal J.J. Rochussen pada tanggal 6 Agustus 1847. Setelah beberapa kali melalui perdebatan dan perubahan akhirnya Gubernur Jenderal menerima rancangan dan diumumkan melalui Stb. No, 16 tanggal 5 April 1848 dan kemudian disahkan dan dikuatkan dengan Firman Raja tanggal 29 September 1849 No. 93 diumumkan dalam Stb. 1849 No. 63 yang dikenal dengan “lnlandsch Reglement (IR). IR ini juga beberapa kali mengalami perubahan antara lain pada I() Modul Pengantar Hukum Acara Pidana tahun 1926 dan 1941, melalui Stb. 1941 No. 44 ditetapkan antara Iain Reglemen Bumiputera setelah diadakan perubahan dalam ordonansi ini akan berlaku di dalam darah hukum Laundraad yang kemudian disebut “Herziene Inlandsch Reglement". (H.I.R). Perlu dicatat bahwa pada mulanya HIR pada dasarnya hanya berlaku bagi bangsa Eropa dan warga negara Indonesia keturunan asing serta bangsa Indonesia asli yang tunduk pada hukum sipil barat, yaitu golongan yang merupakan justiciabelen dari Raad van Justitie.

Setelah Indonesia merdeka dikeluarkan UU Darurat tahun 1951 No. 1 (Lembaran Negara 1951 No. 9) yang melakukan perubahan total mengenai susunan kehakiman. Pengadilan negeri dibentuk menggantikan Laundraad dan sekaligus Raad var Justifies, dan HIR merupakan pedoman beracara di pengadilan negeri baik dalam perkara perdata maupun pidana sipil. Pada kenyataannya meskipun HIR telah diberlakukan untuk semua pengadilan negeri namun terhadap Pengadilan Negeri di luar Jawa dan Madura, masih berlaku ketentuan “Rechtsregleinent Buitengewesten” (Reglement untuk daerah seberang).

Pada tahun 1973 Panitia Intern Departemen Kehakiman yang dibentuk pada tahun 1967 memperhatikan kesimpulan Seminar Hukum Nasional II yang diselenggarakan di Semarang pada tahun 1968 yang membahas tentang hukum acara pidana dan hak asasi manusia yang diprakarsai oleh Lembaga Pembinaan Hukum Nasional (LPHN), Panitia Intern Departemen Kehakiman bersama-sama dengan Kejaksaan Agung, Departemen Hankam Polri dan Departemen Kehakiman dengan merujuk pada hasil seminar tersebut menyusun Rancangan Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU HAP) yang setelah disempumakan diserahkan kepada Sekretaris Kabinet oleh I\/lenteri Kehakiman pada tahun 1974.

Pada tahun 1979 diadakan pertemuan kembali antara Menteri Kehakiman, Jaksa Agung, Kapolri dan Hakim Agung guna membahas penyempurnaan rancangan Undang-undang Hukum Acara Pidana dengan melibatkan juga organisasi profesi seperti peradilan, IKAHI, Persaja, Persahi dan Iain-Iain. Dengan amanat Presiden tanggal 12 September 1979 No. R.06/P.U/IX/1979 Rancangan Undang-undang Hukum Acara Pidana disampaikan kepada DPR. Pada tanggal 9 Oktober 1979 diadakan pembicaraan Tingkat I kemudian dilanjutkan pembicaraan tingkat II dalam sidang Paripurna DPR-RI. Dan pada pembicaraan tingkat III dalam sidang Komisi diputuskan oleh Badan Musyawarah” DPR-RI bahwa pembicaraan tingkat III dilakukan oleh gabungan Komisi III dan I. Gabungan Komisi III dan I bekerja sejak 24 November 1979 sampai dengan 22 Mei 1980 yang memutuskan dibentuk tim sinkronisasi yang diberi mandat penuh.

Tim sinkronisasi bersama dengan Wakil pemerintah melakukan rapat-rapat mulai tanggal 25 Mei 1980 yang dilakukan secara maraton baik di Senayan maupun di luar kompleks DPR- RI. Setelah berlangsung kurang Iebih dua tahun yaitu pada tanggal 9 September 1981. Rancangan Undang-Undang tersebut disetujui SIGAB Komisi III dan I DPR-RI.

Pada tanggal 23 September 1981 sidang paripurna DPR- RI Rancangan Undang-undang Hukum Acara Pidana disetujui DPR untuk disahkan menjadi undang-undang." Selanjutnya pada tanggal 31 Desember 1981 Presiden Soeharto mensahkan menjadi undang-undang yang dikenal dengan Undang- undang No. 8 tahun 1981 (LNRI No. 76 TLN No. 3209) selanjutnya disebut dengan “Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), menggantikan HIR.

 


Sumber : Modul Hukum Acara Pidana Diklat Kejaksaan RI

 

Daftar Referensi Bacaan

Total Views : 3963

Responsive image
Related Post

× Harap isi Nama dan Komentar anda!
berandahukum.com tidak bertanggung jawab atas isi komentar yang ditulis. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Komentar pada artikel ini
Responsive image Responsive image Responsive image Responsive image

Kirim Pertanyaan

Pengantar Ilmu Hukum
Lembaga Peradilan
Profesi Hukum
Contoh Surat-Surat
Lingkup Praktek
Essay