Sejarah Sistem Hukum Anglo Saxon (Common Law)
Sistem hukum Anglo Amerika atau common law system diterapkan dan mulai berkembang sejak abad ke-16 di negara Inggris. Di dukung keadaan geografis serta perkembangan politik dan sosial yang terus menerus, sistem hukum ini dengan pesat berkembang hingga di luar wilayah Inggris, seperti di Kanada, Amerika, dan negaranegara bekas koloni Inggris (negara persemakmuran/ commonwealth).18 Dalam sistem ini tidak dikenal sumber hukum baku seperti halnya di Civil law. Sumber hukum tertinggi hanyalah kebiasaan masyarakat yang dikembangkan di pengadilan / telah menjadi keputusan pengadilan. Sumber hukum yang berasal dari kebiasaan inilah yang kemudian menjadikan sistem hukum ini disebut common law system atau unwritten law (hukum tidak tertulis).
Sejarah hukum common law dimulai dari tahun 1066 ketika sistem pemerintahan di Inggris bersifat feodalistis, dengan melakukan pembagian wilayah yang dikuasakan ke tangan Lord dan rakyat harus menyewanya kepada Lord tersebut. Kekuasaan Lord yang semakin besar menyebabkan ia dapat membentuk pengadilan sendiri yang dinamakan dengan minoral court. Pengadilan ini menjalankan tugasnya berdasarkan hukum kebiasaan setempat dan hukum yang ditetapkan oleh Lord sendiri. Akibatnya muncul kesewenangan dan berbagai penyelewengan yang juga melahirkan pemberontakanpemberontakan hingga akhirnya tercium oleh Raja Henry II (1154-1180). Kerajaan Inggris lantas berinisiatif mengambil beberapa kebijaksanaan, yaitu :
- 1) Disusunnya suatu kitab yang memuat hukum Inggris pada waktu itu. Agar mendapatkan kepastian hukum kitab tersebut ditulis dalam bahasa latin oleh Glanvild chief justitior dari Henry II dengan judul Legibus Angliae;
- 2) Diberlakukannya writ system, yakni surat perintah dari raja kepada tergugat agar membuktikan bahwa hak-hak dari penggugat itu tidak benar. Dengan demikian tergugat mendapat kesempatan untuk membela diri;
- 3) Diadakannya sentralisasi pengadilan (Royal Court) yang tidak lagi mendasarkan pada hukum kebiasaan setempat melainkan pada Common Law, yang merupakan suatu unifikasi hukum kebiasaan yang sudah diputus oleh hakim (yurisprudensi). Hal ini menjadi langkah besar bagi kemajuan hukum di Inggris pada masa itu.
Akibat banyaknya perkara dan keterbatasan Royal Court dan sistem writ dalam mengadili, maka penduduk Inggris kemudian mencari keadilan kepada pimpinan gereja atau Lord of chancellor. Pengadilan yang dilakukan oleh pimpinan gereja menurut sistem hukum Inggris tidaklah bertentangan, karena pada saat itu pengadilan Royal Court didasarkan pada common law dan hakim-hakimnya bertindak atas nama raja (fons iustitiae atau raja selaku sumber keadilan dan kelayakan). Sedangkan pengadilan Court of Chancery didasarkan pada hukum gereja atau hukum kanonik dan hakimnya adalah seorang rohaniawan. Sistem penyelesaian perkara di pengadilan ini dikenal sebagai sistem equity, yakni sistem penyelesaian perkara yang didasarkan pada hukum alam (ketuhanan) atau keadilan.
Dengan semakin banyaknya minat dari masyarakat untuk mencari keadilan kepada Lord of Chancellor menyebabkan terbentuknya pengadilan tersendiri yaitu Court of Chancerry di samping Royal Court yang telah ada. Untuk keselarasan, maka pengadilan Inggris melakukan reorganisasi (judicature act) pada tahun 1873-1875, yaitu meletakkan satu atap pengadilan Royal Court dan Court of Chancerry. Penyelesaian-penyelesaian perkara tidak lagi berbeda, yakni perkara-perkara Common Law (cases at Common Law) maupun perkara-perkara Equity (cases at Equity) sama-sama diajukan ke salah satu pengadilan tersebut.
Keunikan atau kekhasan tatanan hukum Inggris adalah peranan penting yang dimainkan oleh Juri di dalam institusi peradilan. Asal mulanya sistem ini dapat ditelusuri kembali sampai periode kedua abad XII, dengan kata lain sampai periode yang sama dengan terbentuknya common law. Juri di dalam perkara-perkara hukum baru terbentuk sebagai akibat sederetan tindakan untuk menghindari apa yang disebut “godsoordelen” atau putusan-putusan kehendak Tuhan atau setidak-tidaknya menghapuskannya. Pada tahun 1166 raja misalnya telah mengeluarkan writ baru, ialah writ of novel disseisin, dimana ia memerintahkan sherrif untuk mengumpulkan dua belas orang dari daerah tertentu untuk menerangkan di bawah sumpah apakah pemegang kekuasaan atas sebidang tanah secara keliru dan tanpa vonis telah mengeluarkan pihak penggugat dari tanah tersebut. Dengan demikian telah dicegah atau dikurangi terjadi duel peradilan di dalam kebanyakan proses di sana.
Hampir bersamaan dengan hal itu maka penuntut umum di dalam perkara-perkara pidana diganti oleh sebuah jury. Jury ini, yang kemudian disebut grand jury, terdiri dari 23 orang yang telah diangkat sumpah dari setiap County (distrik), yang diangkat sumpah dari tiap 100 orang yang harus mengajukan tuntutan (indictment) terhadap kejahatan-kejahatan tersebut (pembunuhan, pencurian dan sebagainya) orang-orang yang diangkat sumpah tersebut harus memutuskan berdasarkan pengetahuan mereka sendiri atas perkara ini dan juga mengenai apa yang menjadi buah mulut orang-orang di daerah yang bersangkutan. Mereka tidak boleh mengumpulkan bahan-bahan bukti. Hal yang disebut terakhir ini adalah tugas sebuah juri kedua, yang disebut petty jury yang selaku demikian terdiri dari dua belas “boni homines” (orang laki-laki yang baik), yang diangkat sumpah dipilih dari warga negara setempat. Juri mencapai vonis melalui evaluasi pengetahuan lokal yang umum, tidak harus melalui penyajian bukti, faktor pembeda dari sistem pengadilan civil law.
Henry II mengembangkan sendiri praktik pengiriman hakim dari pengadilan pusat untuk mendengar berbagai perselisihan di seluruh negeri. hakim akan menyelesaikan sengketa secara ad hoc sesuai dengan apa yang mereka tafsirkan. hakim raja kemudian akan kembali ke London dan membahas kasus mereka dan keputusan yang mereka buat dengan hakim lainnya. Keputusan ini akan dicatat dan diajukan. Dalam waktu, aturan, yang dikenal sebagai stare decisis (juga dikenal sebagai preseden) dikembangkan, dimana hakim akan terikat untuk mengikuti keputusan hakim sebelumnya, dia diperlukan untuk mengadopsi interpretasi sebelumnya hakim hukum dan menerapkan prinsip-prinsip yang sama diumumkan oleh hakim sebelumnya jika dua kasus harus fakta mirip satu sama lain. Setelah hakim mulai menganggap keputusan masing-masing menjadi preseden yang mengikat, sistem pra-Norman dari adat istiadat setempat dan hukum yang berbeda-beda di setiap wilayah digantikan oleh sistem yang (setidaknya dalam teori, meskipun tidak selalu dalam prakteknya) umum di seluruh keseluruhan negara, maka nama "common law."
Pada perkembangan modern, hukum Inggris juga menciptakan ketentuan pengadilan tertulis prerogatif (certiorari, mandamus dan Prohibition) yang memungkinkan diajukannya keberatan terhadap keputusan administratif dari organ dan pejabat negara, yang dengan demikian tidak perlu menciptakan suatu pengadilan administratif tersendiri. Di Amerika, orang-orang Inggris yang pertama kali membawa hukum common law dikarenakan mereka menggunakan hukum yang paling akrab dengan mereka. Pada saat itu, banding dari pengadilan koloni masih tetap ditujukan ke London, tetapi pengadilan gereja tidak pernah didirikan di koloni orang Inggris di Amerika. Sampai dengan tahun 1776, sistem common law Inggris masih menjadi dasar dari sistem hukum di 13 koloni di Amerika. Namun, prinsip common law Inggris hanya diaplikasikan hanya apabila tidak bertentangan dengan kondisi konstitusional, politik atau geografis dari negara bagian yang baru.
Meskipun Amerika Serikat dan kebanyakan negara persemakmuran mewarisi tradisi common law dari sistem hukum Inggris, hukum Amerika cenderung unik dalam banyak hal. Ini disebabkan karena sistem hukum Amerika terputus dari sistem hukum Britania akibat revolusi kemerdekaan dan setelah itu ia berkembang secara mandiri dari sistem hukum Persemakmuran Britania. Oleh karena itu, apabila kita mencoba menelusuri perkembangan prinsip-prinsip common law yang tradisional dibuat oleh para hakim, artinya, sejumlah kecil hukum yang belum dibatalkan oleh hukum-hukum yang lebih baru, maka peradilan peradilan Amerika akan melihat kepada kasus-kasus di Britania hanya sampai ke awal abad ke-19. Pengadilan-pengadilan dari berbagai negara Persemakmuran seringkali saling mempengaruhi sesamanya melalui keputusan-keputusan yang diambilnya. Bahkan, pengadilan-pengadilan Amerika jarang sekali mengikuti keputusan-keputusan Persemakmuran pasca-revolusi kecuali apabila tidak ada keputusan yang diambil di Amerika mengenai masalah terkait, fakta-fakta dan hukum yang dimaksud hampir identik, dan alasannya dianggap sangat meyakinkan. Kasus-kasus Amerika yang paling awal, bahkan setelah revolusi, seringkali mengutip kasus-kasus Britania yang sezaman, tetapi kutipan-kutipan seperti itu perlahan-lahan menghilang pada abad ke-19 ketika pengadilan-pengadilan Amerika mengembangkan prinsip-prinsipnya sendiri untuk memecahkan masalah-masalah hukum bangsa Amerika
Referensi :
- Farihan Aulia, Sholahuddin Al-Fatih, "Perbandingan Sistem Hukum Common Law, Civil Lasw dan Islamic Law dalam Perspektif Sejarah dan Karakteristik Berpikir" Legality, ISSN: 2549-4600, Vol.25, No.1, Maret 2017-Agustus 2017, hlm. 103-106