Pembatalan Perjanjian Tanpa Melalui Pengadilan (mengesampingkan Pasal 1266 dan 1267 KUHPerdata)

by Estomihi F.P Simatupang, SH

Posted on May 22, 2020 08:39

Oleh Estomihi F.P Simatupang, SH

Dalam sebuah perjanjian/ kontrak mungkin kita pernah menemukan klausula tentang syarat batalnya kontrak dengan mengenyampingkan pasal 1266 dan 1267 KUHPerdata. Adapun tujuan dicantumkannya syarat batalnya kontrak ini adalah ketika salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya maka kontrak akan batal dengan sendirinya tanpa perlu meminta pembatalan kepada pengadilan. 

Lain hal, jika kedua belah pihak tidak ada yang keberatan atau dirugikan ketika hal ini terjadi maka tentu tidak perlu dipersoalkan lagi, dengan sendirinya kontrak itu terhapus  (menurut kedua belah pihak) karena tidak ada yang menuntut. 

Namun bagaimana jika salah satu pihak tidak menerima dan menganggap kontrak itu belum batal sedangkan dipihak lain menganggap bahwa perjanjian telah batal karena tidak dipenuhinya kewajibannya sesuai dengan syarat batal dalam perjanjian. Lalu apakah perjanjian itu batal demi hukum ataukah perjanjian itu masih mengikat kedua belah pihak ?

Salah satu asas dalam hukum kontrak adalah asas kebebasan berkontrak yang membebaskan kita untuk menentukan isi dan klausula kontrak. Lalu apakah dengan adanya asas itu kita lantas dapat bertentangan dengan undang-undang (KUHPerdata) ? Dan apakah persetujuan yang merupakan undang-undang bagi mereka yang membuatnya (pasal 1338) dapat mengenyampingkan pasal 1266 dan 1267 KUHPerdata ?. Apakah persetujuan tersebut dapat dikatakan sebagai lex specialist derogate legi generalis ? sehingga dapat mengenyampingkan pasal 1266 dan 1267 KUHPerdata ?. 

Kebebasan menentukan isi dan klausula perjanjian menurut hemat penulis adalah kebebasan menentukan isi dan klausula perjanjian, sepanjang isi dan klausulu tersebut belum diatur dalam undang-undang.

Dalam Pasal 1319 KUHPerdata mengatakan bahwa semua perjanjian yang mempunyai nama khusus maupun yang tidak dikenal dengan suatu nama tertentu tunduk pada peraturan umum yang termuat dalam bab ini dan bab yang lain. Dalam KUHPerdata Buku Ketiga Bab I Perikatan pada umumnya Bagian 1 Ketentuan-Ketentuan Umum Pasal 1267 dengan jelas mengatakan bahwa pembatalan kontrak dilakukan dengan  meminta pembatalan kepada pengadilan jika salah satu pihak tidak melaksanakan kewajibannya. 

Suatu Perjanjian dapat dibatalkan apabila perjanjian tidak sesuai dengan syarat subyektif (point 1 dan 2). Yang dimaksud dapat dibatalkan (vernietigbaar) adalah salah satu pihak dapat memintakan pembatalan perjanjian tersebut ke pengadilan. Perjanjiannya sendiri tetap mengikat kedua belah pihak, selama tidak dibatalkan (oleh hakim) atas permintaan pihak yang berhak meminta pembatalan tadi (pihak yang tidak cakap atau pihak yang memberikan sepakatnya secara tidak bebas). Hal ini dapat kita lihat dalam pasal 1321 s.d 1329 KUHPerdata.

Dan suatu perjanjian batal demi hukum apabila perjanjian tersebut tidak sesuai dengan syarat obyektif (point 3 dan 4). Yang dimaksud batal demi hukum (Null and Void) adalah bahwa dari awal perjanjian itu telah batal, atau dianggap tidak pernah ada, apabila syarat objektif tidak dipenuhi. Perjanjian itu batal demi hukum, dari semula tidak pernah dilahirkan suatu perjanjian dan/atau tidak pernah ada suatu perikatan. Hal ini dapat kita lihat dalam Pasal 1332 s.d 1337 KUHPerdata

Dengan demikian, menurut penulis, perjanjian yang mencatumkan klausula batalnya kontrak dengan mengenyampingkan pasal 1266 dan 1267 KUHPerdata adalah bertentangan dengan Pasal 1266 dan 1267 KUHPerdata. Terhadap perjanjian yang bertentangan dengan Undang-undang maka perjanjian itu tidak sah atau batal demi hukum. Yang dimaksud batal demi hukum disini bukanlah batalnya kontrak/ perjanjian secara keseluruhan tetapi hanya sebatas klausula yang mencantumkan syarat batal kontrak yang mengenyampingkan pasal 1266 dan 1267 KUHPerdata.

Meskipun dalam perjanjian mencantumkan klausula tentang syarat batalnya kontrak dengan mengenyampingkan pasal 1266 dan 1267 KUHPerdata namun jika salah satu pihak tidak menerima dan menganggap kontrak itu belum batal sedangkan dipihak lain menganggap bahwa perjanjian telah batal karena tidak dipenuhinya kewajibannya sesuai dengan syarat batal dalam perjanjian maka pihak yang menganggap perjanjian itu batal, dianggap telah melakukan pembatalan perjanjian sepihak. Pembatalan perjanjian sepihak dapat dikategorikan sebagai Perbuatan Melawan Hukum (PMH). 



Referensi :

Kitab Undang Hukum Perdata.

Daftar Referensi Bacaan

Total Views : 3002

Responsive image
Related Post

× Harap isi Nama dan Komentar anda!
berandahukum.com tidak bertanggung jawab atas isi komentar yang ditulis. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Komentar pada artikel ini
Responsive image Responsive image Responsive image Responsive image Responsive image

Kirim Pertanyaan

Pengantar Ilmu Hukum
Lembaga Peradilan
Profesi Hukum
Contoh Surat-Surat
Lingkup Praktek
Essay