Asas dan Prinsip Hukum Asuransi

by Estomihi FP Simatupang, SH

Posted on October 30, 2021 20:50

1. Asas hukum perjanjian pada umumnya yang menguasai perjanjian asuransi.

Perjanjian asuramsi atau pertanggungan merupaqkan suatu perjanjian yang mempunyai sifat yang khusus dan unik, sehingga perjanjian ini mempunyai karakteristik tertentu yang sangat tegas dibandingkan dengan jenis perjanjian lain. Secara umum perjanjian asuransi harus memenuhi syarat-syarat umum perjanjian dan disamping itu perjanjian ini masih harus memenuhi asas-asas tertentu yang mewujudkan sifat atau ciri khusus dari perjanjian asuransi itu sendiri. Berdasarkan Pasal KUHD, ketentuan umum perjanjian dalam KUH Perdata dapat berlaku pula dalam perjanjian asuransi sebagai perjanjian khusus. Dengan demikian, para pihak tunduk pula pada beberapa ketentuan dalam KUH Perdata. Asas-asas yang terdapat dalam hukum perjanjian sebagaimana diatur KUH Perdata perlu diperhatikan. Adapun asas-asas yang lahir dari ketentuan KUH Perdata tersebut adalah sebagai berikut:

a. Asas Konsensual.
Dapat disimpulkan dalam Pasal 1320 (1) KUH Perdata yang menyatakan bahwa syarat sahnya perjanjian, yaitu:
  1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
  2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
  3. Suatu hal tertentu;
  4. Suatu sebab yang halal. Asas konsensual diambil dari salah satu syarat perjanjian yaitu adanya kesepakatan kedua belah pihak. Orang tidak dapat dipaksa untuk memberikan sepakatnya. Sepakat yang diberikan dengan paksa adalah Contradictio interminis. Adanya paksaan menunjukkan tidak adanya sepakat yang mungkin dilakukan oleh pihak lain. Kesepakatan memberikan pilihan kepada para pihak, untuk setuju atau tidak setuju mengikatkan diri pada perjanjian dengan akibat hukumnya. Pasal 1320 ayat (1) menentukan bahwa, perjanjian atau kontrak yang tidak sah jika dibuat tanpa adanya kesepakatan (consensus) dari para pihak yang membuatnya. Selain paksaan, cacatnya kesepakatan dapat terjadi karena kekeliruan, dan kesalahan.
 
b. Asas kebebasan berkontrak
Dapat disimpulkan dari ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata yang menyatakan bahawa, “semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-undang bagi mereka yang membuatnya.” Dalam hukum perjanjian Indonesia ruang lingkup asas kebebasan berkontrak meliputi:
  • Kebebasan untuk membuat atau tidak membuat perjanjian;
  • Kebebasan untuk memilih pihak dengan siapa ia ingin membuat perjanjian;
  • Kebebasan untuk menentukan atau memilih isi (causa) dari perjanjian yang dibuatnya ;
  • Kebebasan untuk menentukan objek perjanjian;
  • Kebebasan untuk menentukan bentuk suatu perjanjian; 
  • Kebebasan untuk menerima atau menyimpangi ketentuan Undang-undang yang bersifat opsional (aanvullend, optional).
Sumber dari kebebasan berkontrak adalah kebebasan individu, sehingga titik tolaknya adalah kepentingan individu pula. Dengan demikian dapat dipahami bahwa, kebebasan individu memberikan kepadanya kebebasan untuk berkontrak. Berlakunya asas konsesualisme menurut hukum perjanjian Indonesia memantapkan adanya asas kebebasan berkontrak. Tanpa sepakat dari salah satu pihak yang membuat perjanjian, maka perjanjian yang dibuat dapat dibatalkan. Kebebasan berkontrak sebagaimana diketahui dalam ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, menyatakan bahwa, “semua kontrak (perjanjian) yang dibuat secara sah ( Pasal 1320 KUH Perdata) berlaku sebagai Undang-undang bagi mereka yang membuatnya.” Orang tidak dapat dipaksa untuk memberikan sepakatnya. Sepakat yang diberikan secara paksa adalah contradiction interminis. Adanya paksaan menunjukkan tidak adanya sepakat yang mungkin dilakukan oleh pihak lain. Kesepakatan memberikan pilihan kepada para pihak, untuk setuju atau tidak setuju mengikatkan diri pada perjanjian dengan akibat hukum.
 
c. Asas ketentuan mengikat
Asas ketentuan mengikat dari Pasal 1338 (1) KUH Perdata, apabila dihubungkan dengan perjanjian asuransi berarti bahwa pihak penanggung dan tertanggung atau pemegang polis terikat untuk melaksanakan ketentuan perjanjian yang telah disepakatinya. Sebab, perjanjian yang telah dibuat oleh para pihak memiliki kekuatan mengikat sebagaimana undangundang yang memiliki akibat hukum, hanya saja berlaku bagi mereka yang membuatnya. 
 
d. Asas kepercayaan
Asas kepercayaan mengandung arti bahwa, mereka yang mengadakan perjanjian melahirkan kepercayaan di antara kedua belah pihak, bahwa satu sama lain akan memenuhi janjinya untuk melaksanakan prestasi seperti yang dijanjikan. Ketentuan tersebut berlaku pula bagi perjanjian asuransi, sehingga pemegang polis dan penagnggung terikat untuk memenuhi perjanjian yang telah dibuatnya.
 
e. Asas persamaan hukum
Asas persamaan hukum adalah bahwa subjek hukum yang mengadakan perjanjian mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama dalam hukum, dan tidak dibedabedakan antara satu sama lain.
 
f. Asas keseimbangan / Prorata
Asas keseimbangan adalah suatu asas yang menghendaki kedua belah pihak memenuhi dan melaksanakan perjanjian. Dalam perjanjian asuransi, hak dan kewajiban tertanggung adalah membayar premi dan menerima pembayaran ganti kerugian, sedangkan hak dan kewajiban penaggung adalah menerima premi dan memberikan ganti kerugian atas objek yang dipertanggungkan. Prinsip keseimbangan mempunyai arti penting apabila terjadi peristiwa yang menimbulkan kerugian. Kerugian yang harus diganti itu seimbang dengan risiko yang ditanggung oleh penaggung.10
 
g. Asas kepastian hukum
Perjanjian sebagai figur hukum harus mengandung kepastian hukum. Kepastian ini terungkap dari kekuatan mengikatnya perjanjian, yaitu sebagai Undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Selain itu, dalam Pasal 1338 ayat (2) KUH Perdata yang menyatakan bahwa, “perjanjianperjanjian itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu.”
 
h. Asas iktikad baik
Pasal 1338 Ayat (3) yang menyatakan bahwa, “perjanjian-perjanjian harus dilaksanakan dengan iktikad baik.” Asas iktikad baik ini berlaku untuk semua perjanjian termasuk perjanjian asuaransi yang diartikan pula secara menyeluruh bahwa, dalam pelaksanaan perjanjian tersebut para pihak harus mengindahkan kenalaran dan kepatutan Pasal 1339 KUH Perdata. Iktikad baik yang dikehendaki undang-undang ialah objektif.

 

2. Prinsip Perjanjian asuransi 

Prinsip Kepentingan untuk Mengasuransikan (Insurable Interest)

Insurable Interest (kepentingan untuk mengasuransikan) merupakan suatu prinsip yang penting dalam asuransi, dimana insurable interest memberikan hak untuk mengasuransikan kepada seseorang, karena adanya hubungan keuangan yang diakui oleh hukum antara orang tersebut dengan objek pertanggungan, di mana yang menjadi pokok perjanjian asuransi adalah kepentingan keuangan yang dimiliki seseorang Tertanggung dalam objek pertanggungan tersebut.

Pasal 250 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) menyebutkan: Apabila seorang yang telah mengadakan suatu pertanggungan untuk diri sendiri atau apabila seorang yang untuknya telah diadakan suatu pertanggungan, pada saat diadakannya pertanggungan itu tidak mempunyai kepentingan terhadap barang yang dipertanggungkan itu, maka si Penanggung tidaklah diwajibkan memberikan ganti-rugi.

Pasal 268 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) menyebutkan: Suatu pertanggungan dapat mengenai segala kepentingan yang dapat dinilaikan dengan uang, dapat diancam oleh suatu bahaya dan tidak dikecualikan oleh undang-undang

Sumber-sumber yang menimbulkan insurable interest adalah sebagai berikut.

  1. Kepemilikan (Ownership) atas harta benda, hak, kepentingan atau tanggung gugat seseorang kepada orang lain dalam hal kelalaian. Hal ini diatur dalam pasal 1365 dan 1366 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berbunyi:
    • Pasal 1365 Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk mengganti kerugian tersebut.
    • Pasal 1366 Setiap orang bertanggung jawab, bukan hanya atas kerugian yang disebabkan perbuatan- perbuatan, melainkan juga atas kerugian yang disebabkan kelalaiannya.
  2. Suatu Kontrak (Contract). Dimana salah satu pihak berada dalam hubungan yang diakui secara hukum dengan harta benda atau tanggung jawab yang menjadi pokok perjanjian tersebut. Contohnya dalam suatu kontrak penyewaan bangunan, dinyatakan bahwa si penyewalah yang bertanggung jawab atas perawatan atau perbaikannya sehingga ia memiliki Insurable Interest terhadap bangunan yang disewanya. Hal ini dapat terjadi karena kontrak penyewaan tersebut menciptakan hubungan yang diakui secara hukum antara si penyewa dengan bangunan yang disewanya.
  3. Undang-undang (Statue). Terdapat beberapa undang-undang yang berlaku di Inggris atau Britania Raya yang isinya memberikan insurable interest kepada suatu pihak tertentu sebagai berikut.
    • Industrial Assurance and Friendly Societies Act 1948 and Amendment Act 1958.
    • Repair of BeneficeBuilding Measure 1972,
    • Marine Insurance Act 1745,
    • Married Women’s Property Act 1882,
    • Married Women’s Policies of Assurance (Scotland) Act 1880 (as amended by the Married Women’s Policies of Assurance (Amendment) act 1980,
    • Settled Land Act 1925.

Contoh :

Lionel Messi adalah pencetak gol terbanyak Barcelona sepanjang sejarah, dia juga pemain bola dengan gaji tertinggi saat ini. Salah satu hobinya adalah mengoleksi mobil mewah. Ada salah satu penggemar berat Messi bernama Andi yang ingin mengasuransikan salah satu mobil Messi. Apakah hal tersebut diperbolehkan? Jawabannya tentu tidak boleh karena Andi tidak mempunyai hubungan keuangan dengan mobil Messi, karena jika mobil Messi rusak atau hilang, Andi tidak akan merasakan kerugian keuangan apa pun.

 

Prinsip Itikad yang Terbaik (Utmost Good Faith)

Dalam kontrak asuransi doktrin yang berlaku berdasarkan utmost good faith, di mana Penanggung maupun Tertanggung mempunyai hak untuk mengetahui fakta-fakta penting (material facts) yang berkaitan dengan penutupan asuransinya, serta masing-masing berkewajiban untuk memberitahukan secara jelas dan detail atas segala fakta-fakta penting sehubungan dengan penutupan tersebut.

Pengertian utmost good faith adalah suatu kewajiban yang positif dari Tertanggung yang dengan sukarela menyampaikan seluruh fakta yang sifatnya penting, lengkap dan akurat atas suatu risiko yang sedang diminta untuk diasuransikan baik diminta ataupun tidak.

Material facts ialah fakta-fakta yang dapat mempengaruhi penilaian atau pertimbangan seorang Penanggung dalam memutuskan apakah ia bersedia menerima atau menolak pertanggungan yang diminta oleh Tertanggung, serta dalam hal menetapkan besarnya suku premi atas risiko tersebut.

Fakta-fakta yang wajib diungkapkan yaitu:

  1.  Fakta-fakta yang menunjukkan bahwa risiko yang hendak dipertanggungkan tersebut lebih besar dari biasanya, baik karena dipengaruhi oleh faktor intern maupun faktor esktern dari risiko tersebut.
  2. Pengalaman-pengalaman kerugian dan klaim-klaim pada polis-polis lainnya.
  3. Fakta-fakta bahwa risiko yang sama pernah ditolak oleh Penanggung lain, atau pernah dikenakan persyaratan yang sangat ketat oleh Penanggung lain.
  4. Fakta-fakta lengkap yang berkenaan dengan pokok pertanggungan secara lengkap.
  5. Faktor-faktor yang membatasi atas hak subrogasi.
  6. Adanya polis asuransi lain yang sudah dimiliki

Selain kewajiban Tertanggung dalam mengungkapkan material facts seperti di atas, Penanggung pun memiliki kewajiban untuk menjelaskan kepada Tertanggung risiko yang dijamin dan tidak dijamin dalam polis asuransi yang dimiliki oleh Tertanggung tersebut.

Contoh :

Jika ada seseorang yang mengasuransikan dirinya pada asuransi tertentu dengan sebuah jaminan kesehatan, maka si Tertanggung harus dengan jujur menyampaikan fakta yang sebenarnya, seperti jenis penyakit yang dimiliki Tertanggung dan jumlah perawatan yang pernah dijalani.

 

Prinsip Ganti Rugi (Indemnity)

Indemnity adalah suatu prinsip yang mengatur mengenai pemberian ganti kerugian. Indemnity dapat diartikan sebagai suatu mekanisme di mana Penanggung memberikan ganti rugi finansial dalam suatu upaya menempatkan Tertanggung pada posisi keuangan yang dimiliki pada saat sesaat sebelum kerugian itu terjadi. Hal ini berarti bahwa Penanggung akan memberikan ganti-rugi sesuai dengan kerugian yang benar-benar diderita Tertanggung, tanpa ditambah atau dipengaruhi unsur-unsur mencari keuntungan.

Prinsip indemnity(Prinsip keseimbangan) yang mengandung arti bahwa penggantian kerugian dari si penanggung harus seimbang dengan kerugian yang sungguh-sungguh diderita oleh tertanggung. Prinsip ini tidak dimuat secara tegas dalam KUH Dagang tetapi terkandung dalam beberapa pasal seperti Pasal 246, 250, 252, 253, 254, 271, 277, 278, 280, 284 KUH Dagang. 

Contoh Penerapan Prinsip Indemnity 

  • Adi mengasuransikan mobilnya sejak dibeli dalam keadaan baru. Pada tahun pertama dan kedua, Adi tidak melakukan klaim. Kemudian pada tahun ketiga, mobil tersebut hilang atau mengalami kecelakaan sehingga rusak total. Dalam kejadian itu, Tertanggung tidak bisa menuntut agar diberi ganti rugi mobil baru. Perusahaan asuransi tidak akan memenuhi tuntutan itu sebab mobil sudah dipakai dua tahun sehingga nilainya sudah berkurang akibat penyusutan. Dalam hal ini, perusahaan akan mengganti sesuai dengan nilai sesaat sebelum mobil itu hilang atau rusak total. Sebaliknya, bila pada saat rusak atau hilang, harga mobil naik, sehingga melebihi nilai pertanggungannya, pihak asuransi tidak lantas mengganti sesuai dengan harga saat itu, sebab itu akan memberikan keuntungan kepada Tertanggung, padahal prinsip asuransi adalah tidak untuk mencari untung. Jadi, ganti rugi yang diberikan paling tinggi sebesar nilai pertanggungan yang tercantum dalam polis.
  • Cinta mengasuransikan rumahnya dari kebakaran. Untuk memperkecil premi atau tujuan lain, rumah yang sebenarnya bernilai Rp100.000.000,00 dipertanggungkan dengan harga Rp70.000.000,00 atau 70% dari nilai riilnya. Bila suatu saat terjadi kebakaran yang menghabiskan rumah tersebut, maka Cinta hanya menerima ganti rugi maksimal sebesar Rp70.000.000,00. Sisanya sebesar Rp30.000.000,00 yang diperlukan untuk membangun rumah seperti sedia kala, dianggap tanggung jawab Cinta sendiri. Sebaliknya, bila kebakaran hanya menghabiskan separuh dari rumah tersebut, sehingga kerugian hanya sebesar Rp50.000.000,00 saja, maka asuransi akan menutup 70% dari nilai kerugian (Rp50.000.000,00), yakni Rp35.000.000,00, dan sisanya (Rp15.000.000,00) menjadi beban Tertanggung.
  •  jika si tertanggung keluar uang Rp1 juta karena sakit, maka asuransi kesehatan berfungsi mengembalikan Rp1 juta tersebut. 

Bagi pemegang polis yang belum memahami prinsip indemnitas, ganti rugi di atas dianggap tidak adil. Tertanggung, karena merasa telah mengasuransikan rumahnya senilai Rp70.000.000,00, menuntut agar perusahaan asuransi memberikan ganti rugi sebesar pertanggungan. Tuntutan itu tentu saja tidak dapat diterima, sebab pada dasarnya Tertanggung hanya mengasuransikan 70% saja dari kerugian yang akan dialaminya. Oleh karena itu, bila terjadi risiko, Tertanggung pun hanya berhak atas 70% dari total.

 

Pelimpahan Tanggung Jawab Hukum Kepada Pihak Ketiga (Subrogation)

Prinsip subrogasi yaitu prinsip yang didasarkan pada Pasal 284 KUHDagang yang menentukan : Seorang penanggung yang telah membayar kerugian sesuatu barang yang dipertanggungkan, menggantikan kedudukan si tertanggung dalam segala hak yang diperolehnya terhadap orang-orang ketiga berhubung dengan timbulnya kerugian tersebut. Dan si tertanggung itu adalah bertanggung jawab untuk setiap perbuatan yang dapat merugikan hak si penanggung terhadap orang-orang ketiga.

Prinsip subrogasi ini didasarkan pada sifat perjanjian asuransi sebagai suatu perjanjian penggantian kerugian yang didasarkan asas indemniteit. Oleh karena itu pembentuk Undang-undang mencegah adanya penyelewengan dan menentukan di dalam Pasal 284 KUHD, bahwa penanggung yang telah membayar kerugian dari suatu benda yang dipertanggungkan, mendapat semua hak-hak yang ada pada si tertanggung terhadap orang ketiga mengenai kerugian itu.

Dan selanjutnya dalam anak kalimat ditentukan bahwa tertanggung bertanggung jawab untuk tiap perbuatan yang mungkin dapat merugikan hak dari penanggung terhadap orang-orang ketiga.

Contoh :

pada asuransi umum. Misalkan ada seseorang bernama Agus, pemegang polis asuransi kendaraan, terlibat kecelakaan dengan mobil Budi. Maka, ketika Agus mengajukan klaim penggantian kerugian atas kecelakaan itu ke perusahaan asuransi yang menanggungnya, maka ia tidak lagi memiiki hak untuk menagih ganti rugi dari Budi. Dalam hal ini, perusahaan asuransilah yang bertugas menanggung kerugian Agus, kemudian menagih ganti rugi tersebut ke Budi.

 

Prinsip Penyebab Utama dan Efektif (Proximate Cause)

Proximate Cause adalah suatu penyebab utama yang efektif menimbulkan suatu rantaian kejadian dan menimbulkan suatu akibat, tanpa adanya intervensi suatu kekuatan yang mulai dan secara aktif dari sumber yang baru serta berdiri sendiri (independent).

Contoh :

Andi sedang berburu di hutan Amazon, dia berburu dengan naik kuda. Saat memacu kudanya mengejar hewan buruan, Andi tiba-tiba terkena serangan jantung dan tidak kuasa lagi mengendalikan kudanya dan akhirnya dia jatuh lalu kepalanya mengenai batu besar, dia gegar otak lalu meninggal. Sebab utama dan efektif Andi meninggal adalah serangan jantung bukan karena gegar otak. Andi hanya memiliki asuransi kecelakaan diri yang mengecualikan serangan jantung. Perusahaan asuransi tidak bisa membayar klaim yang diajukan oleh ahli waris Andi.


Referensi :

  • Sri Rejeki Hartono, HukumAsuransi dan Perusahaan Asuransi, Jakarta : Sinar Grafika, 2001
  • Lex Privatum, Vol.III/No. 1/Jan-Mar/2015 hal 134-141
  • Surnarmi, Jurnal Ilmu Hukum, Vol 2 No 2 Tahun 2012 Hal 123-134
  • https://www.allianz.co.id/
Daftar Referensi Bacaan

Total Views : 4626

Responsive image
Related Post

× Harap isi Nama dan Komentar anda!
berandahukum.com tidak bertanggung jawab atas isi komentar yang ditulis. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Komentar pada artikel ini
Responsive image Responsive image Responsive image Responsive image Responsive image Responsive image
Pengantar Ilmu Hukum
Lembaga Peradilan
Profesi Hukum
Contoh Surat-Surat
Lingkup Praktek
Essay