Masalah Surat Kuasa

by Estomihi FP Simatupang, SH.,MH

Posted on May 12, 2022 18:41

SURAT KUASA KHUSUS

Pengadilan Negeri Sawahlunto :

63. Dalam surat kuasa berperkara (perdata) tidak dicantumkan bahwa penerima kuasa dapat mengajukan "gugatan balik" hanya disebutkan dan lain-lain.

Pertanyaan :

Apakah gugatan balik itu dianggap ada tersimpul dari kata-kata dan lain-lain?

63. Dalam surat kuasa khusus itu termasuk juga kuasa untuk mengajukan gugatan balik karena kuasa khusus yang diberikan adalah termasuk segala perbuatan hukum/upaya hukum yang dapat dilakukan dalam pemeriksaan ditingkat pertama meskipun hal tersebut tidak tegas-tegas disebutkan.

Pengadilan Negeri Tanjung Pati :

64. Seorang memberi kuasa pada orang lain, dimana dalam surat kuasa tersebut telah dibunyikan memberi kuuasa untuk mengajukan gugatan, menyatakan banding, memasukkan memori banding/kontra memori banding, menyatakan kasasi, memasukkan memori kasasi dan kontra memori kasasi.

Pertanyaan :

Dengan telah dinyatakan dalam surat kuasa tersebut menyatakan kasasi, apakah tidak perlu lagi dibuat surat kuasa khusus untuk kasasi?

64. Tentang surat kuasa khusus menyambut untuk berperkara dimuka Pengadilan Negeri, banding dan kasasi, maka tidak perlu membuat surat kuasa khusus lagi untuk kasasi.
Mahkamah Agung bahkan menganggap, meskipun dalam surat kuasa tidak disebut untuk mengajukan kasasi tetapi hanya menyambut membuat memori kasasi, hal tersebut diartikan sudah termasuk juga untuk mengajukan kasasi.
Dalam memori kasasi harus ada alasan mengajukan kasasi sebab tanpa alasan kasasi, pemohon kasasi akan dinyatakan tidak dapat diterima.

Pengadilan Negeri Jakarta-Barat :

65. Tentang surat kuasa khusus untuk kasasi dan eksekusi.

Sering terjadi debat antara Pengacara dan Para Petugas Pengadilan tentang keharusan adanya surat kuasa khusus untuk kasasi dan permohonan eksekusi, tapi tampaknya para Pengacara masih belum mengerjakan bila diberi penjelasan.

Berdasarkan Pasal 113 ayat 1 Undang-Undang Mahkamah Agung disebutkan bahwa untuk pengajuan kasasi oleh seorang kuasa disaratkan adanya surat kuasa khusus untuk kasasi, bila tidak ada Panitera Pengadilan Negeri wajib membuat surat keterangan yang menerangkan bahwa pemohon kasasi tidak mengajukan surat kuasa khusus untuk itu tentang surat kuasa tersebut berlaku pula untuk permohonan eksekusi. Untuk keseragaman untuk tidak menimbulkan penafsiran yang tidak-tidak khususnya bagi pencari keadilan dan Pengacara dimohon Pengadilan Tinggi mengeluarkan Surat Edaran Khusus untuk itu sebagai pedoman pelaksanaan tugas.

65. Surat Kuasa Khusus yang digunakan untuk mengajukan gugatan di tingkat Pengadilan Negeri atau di tingkat banding (Pengadilan Tinggi) dapat pula dipergunakan untuk tingkat kasasi bila dalam surat kuasa khusus tersebut sudah disebutkan untuk mengajukan kasasi, bahkan dapat dipergunakan untuk memohon eksekusi.

SURAT KUASA MUTLAK

Pengadilan Tinggi Yogyakarta :

66. Tentang Surat Kuasa Mutlak yang tidak dapat dicabut kembali dan tentang jual-beli dengan hak membeli kembali.

66. Persoalannya ialah bagaimana harus membuktikan bahwa Surat-Kuasa Mutlak itu sebenarnya mempunyai tujuan yang tidak benar atau dibentuk dengan itikad yang tidak baik.

Hukum Perikatan itu bersifat terbuka, orang boleh menyimpang dari kaidah-kaidah yang ada dalam B.W., dalam hal ini perjanjiannya disebut perjanjian innominact.
Oleh karena itu Surat-Kuasa Mutlak tidak bertentangan dengan Hukum Perikatan.

Dapatkah dibuktikan bahwa Surat-Kuasa Mutlak tersebut sebenarnya adalah pinjam-meminjam? Selanjutnya harus dipertimbangkan apakah pembeli terakhir terbukti beritikad tidak baik pada waktu melaksanakan jual-belinya.

Begitu pula tentang hubungan hukum antara Bank dan Nasabah (pembeli tanah) yang menghipotikkan tanah tersebut pada Bank, apakah Bank tersebut beritikad tidak baik?

Dengan demikian seandainya pemegang Surat-Kuasa Mutlak tersebut terbukti beritikad tidak baik tetapi pembeli tanah dan Bank terbukti beritikad baik karena ia tidak mengetahui/atau sepatutnya tidak dapat menahannya bahwa Surat Kuasa tersebut dibuat dengan itikad tidak baik, maka orang yang menjadi korban hanya dapat menuntut ganti rugi dan bukan minta tanahnya kembali.

67. Ada suatu kasus yang mengerikan. Suatu keluarga butuh uang berjumlah Rp. 100.000,- untuk khitanan putranya dan mempunyai tanah seluas 10.000 M2. harga tanah itu sekarang Rp. 60.000 a.M2

Dengan biaya untuk khitanan anaknya yang Rp. 100.000,- ditambah dengan disertifikatkan tanah tersebut yang tadinya tanah adat, sehingga jumlah pengeluaran seluruhnya jadi Rp. 250.000,-.

Dengan adanya Surat-Kuasa Mutlak yang tidak dapat dicabut kembali ini karena pada saatnya tidak bisa membayar. oleh orang yang memegang Surat-Kuasa Mutlak itu dijual lagi kepada orang lain demikianlah seterusnya. Sehingga tanah yang harganya sekarang mencapai Rp. 60.000.000,- itu dapat lepas dengan uang Rp. 100.000,-

Dan terakhir sertifikat itu ada di Bank dimintakan kredit oleh pemegang sertifikat terakhir. Sekarang timbul permasalahan. Karena itu terjadi wanprestasi, disini timbul pertentangan pada diri kami karena Bank minta eksekusi kalau menurut hukum-nya itu memang betul akan tetapi kalau menurut rasa keadilan, kepatutan keadilan dan kewajiban dalam masyarakat, apakah kita tidak menentang hukum yang berlaku, sedang itu adalah Akta Notaris :

"Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa".

Kemudian kamin menilai agak kasar dan timbul kesimpulan adanya pemerasan yang berselubung oleh Akta.

Mohon penjelasan, karena dalam kasus tersebut melibatkan golongan ekomoni kuat dan golongan ekonomi lemah, terutama menyangkut ras, masalahnya sekarang Bank minta Eksekusi ke Pengadilan Negeri, Dalam diri kami timbul pertentangan dengan rasa kepatutan dan keadilan, sedang hukumnya harus demikian.
Mohon penjelasan.

67. Yang penting yang harus terlebih dulu dipahami ialah bahwa perbuatan hukum terhadap tanah dilakukan menurut Hukum Adat (Pasal 5 U.U.P.A).

Dengan demikian clausula jual-beli dengan hak membeli kembali, tidak dapat diterapkan dalam suasana Hukum Adat, karena lembaga tersebut dalam Hukum Adat tidak dikenal. Motivasi yang terkandung dalam jual-beli dengan hak membeli kembali dalam Hukum Adat adalah gadai.

Namun harus juga dipertimbangkan apakah pembeli terakhir beritikad baik atau tidak.

 


Referensi

  • Himpunan Permasalahan Hukum Pada Praktek Peradilan Dalam Tanya Jawab Tehnis Yustisial 1996
Daftar Referensi Bacaan

Total Views : 1351

Responsive image
Related Post

× Harap isi Nama dan Komentar anda!
berandahukum.com tidak bertanggung jawab atas isi komentar yang ditulis. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Komentar pada artikel ini
Responsive image Responsive image Responsive image Responsive image Responsive image Responsive image
Pengantar Ilmu Hukum
Lembaga Peradilan
Profesi Hukum
Contoh Surat-Surat
Lingkup Praktek
Essay