- Penundaan pelaksanaan terhadap Keputusan TUN merupakan pengecualian dari asas presumptio iustae causa, yaitu asas yang menyatakan bahwa setiap Keputusan Badan/Pejabat TUN dianggap sah oleh karenanya dapat dijalankan, kecuali ada keputusan lain yang menyatakan batal atau tidak sah, atau ada putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap yang membatalkan atau menyatakan tidak sah.
- Asas presumtio iustae causa dituangkan dalam Pasal 67 ayat (1) Undang-undang tentang PERATUN yang menyatakan gugatan tidak menunda atau menghalangi dilaksanakannya Keputusan Badan/Pejabat TUN serta tindakan Badan/Pejabat TUN yang digugat.
- Dalam keadaan tertentu dari segi perlindungan hukum, oleh ketentuan hukum acara TUN. Penggugat dapat mengajukan permohonan agar pelaksanaan Keputusan TUN ditunda selama pemeriksaan sengketa TUN sedang berjalan sampai ada putusan Pengadilan yang memperoleh kekuatan hukum tetap.
- Penjelasan Pasal 67 Undang-undang tentang PERATUN menyatakan Pengadilan dapat mengabulkan permohonan penundaan hanya apabila :
- Terdapat keadaan yang sangat mendesak, yaitu jika kerugian yang akan diderita Penggugat akan sangat tidak seimbang dibanding dengan manfaat bagi kepentingan yang akan dilindungi oleh pelaksanaanKeputusan TUN tersebut; atau
- Pelaksanaan Keputusan TUN yang digugat itu tidak ada sangkut pautnya dengan kepentingan umum dalam rangka pembangunan.
- Kriteria yang dapat dipakai sebagai acuan Ketua/ Majelis Hakim/Hakim sebelum menerbitkan penetapan penundaan terhadap pelaksanaan surat Keputusan TUN obyek sengketa.
- Obyek sengketanya adalah Keputusan TUN (beschikking).
- Penundaan harus diajukan oleh Penggugat, bukan atas prakarsa Hakim.
- Yang ditunda adalah daya berlakunya Keputusan TUN, maka jika daya berlakunya Keputusan TUN dihentikan, akibat hukumnya seluruh tindakan pelaksanaan Keputusan TUN terhenti. Atas dasar itu, tidak boleh menetapkan penundaan pelaksanaan Keputusan TUN dengan hanya berlaku untuk sebagian saja (secara parsial).
- Perbuatan faktual yang menjadi isi Keputusan TUN belum dilaksanakan secara fisik, misalnya pembongkaran yang belum dilaksanakan. Namun secara kasus per kasus, apabila perbuatan faktual yang menjadi isi Keputusan TUN adalah perbuatan yang berkelanjutan, misalnya penambangan batu bara, penebangan kayu di areal HPH, dan semacam itu, Keputusan TUN tersebut meskipun sudah dilaksanakan secara fisik, atas permohonan Penggugat, Ketua Majelis Hakim / Hakim dapat mengabulkan permohonan penundaan.
- Penundaan dapat dikabulkan apabila kepentingan Penggugat yang dirugikan tidak dapat atau sulit dipulihkan oleh akibat Keputusan TUN yang digugat terlanjur dilaksanakan.
- Ada keadaan atau alasan yang sangat mendesak yang menuntut Ketua/ Majelis Hakim/ Hakim untuk segera mengambil sikap terhadap permohonan penundaan.
- Sebelum mengabulkan permohonan penundaan. secepat mungkin Tergugat diberitahu terlebih dulu tentang adanya penundaan, dengan cara yang dapat dibuktikan (faximili/e-mail).
- Penundaan yang dimohonkan tidak menyangkut kepentingan umum dalam rangka pembangunan.
- Penetapan Penundaan yang dibuat, daya berlakunya mengikat sampai dengan putusan pokok sengketanya berkekuatan hukum tetap.
- Penundaan tidak boleh ditetapkan dengan bersyarat selama jangka waktu tertentu, misalnya dua atau tiga bulan.
- Mengingat kepentingan Penggugat yang dirugikan oleh pelaksanaan Keputusan TUN yang digugat kemungkinan baru timbul pada waktu proses pemeriksaan di tingkat banding, Ketua/Majelis Hakim/ Hakim Pengadilan Tinggi TUN dapat menerbitkan penetapan penundaan. Dalam hal ini harus dilihat dan dipertimbangkan secara kasuistis.
- Apabila permohonan penundaan diajukan, perkaranya masih di tangan Ketua Pengadilan, penetapan penundaan dapat dilakukan oleh Ketua Pengadilan dan ditandatangani oleh Ketua Pengadilan dan Panitera/Wakil Panitera.
- Apabila permohonan penundaan diajukan, perkaranya sudah diserahkan kepada Majelis Hakim / Hakim. maka Majelis Hakim Hakim dapat mengeluarkan penetapan penundaan baik selama proses berjalan maupun sebelum putusan akhir. Penetapan penundaan ditandatangani oleh Majelis Hakim / Hakim.
- Penundaan pelaksanaan Keputusan TUN, maupun pencabutan penundaan pelaksanaan Keputusan TUN, agar dituangkan dalam bentuk "PENETAPAN", dan terpisah dengan putusan akhir (sekalipun diucapkan pada hari yang sama sebelum putusan akhir diucapkan), tujuannya untuk menghindari agar penetapan penundaan maupun pencabutan penetapan penundaan tidak menempel terus pada pokok perkaranya sampai dengan putusan berkekuatan hukum tetap.
- Penundaan pelaksanaan Keputusan TUN meliputi penundaan tindakan-tindakan Pejabat TUN yang terkait dengan Keputusan TUN yang ditunda pelaksanaannya, seperti larangan diterbitkannya surat Keputusan TUN yang baru mengenai hal yang sama.
- Permohonan penundaan dapat diajukan sekaligus dalam surat gugatan atau terpisah tetapi diajukan bersamaan dengan gugatan, atau diajukan selambat lambatnya pada waktu Replik.
- Penyampaian penetapan penundaan jika waktunya sangat mendesak, dapat dilakukan dengan cara pengiriman telegram/teleks/faximili ataupun dengan kurir agar secepatnya sampai kepada yang bersangkutan. Dalam hal pengiriman dengan telegram/ teleks/faximili yang dikirim cukup berupa ekstrak penetapan. Penetapan selengkapnya dikirimkan menyusul melalui Pos.
- Penetapan penundaan yang tidak dipatuhi oleh Tergugat, secara kasuistis dapat diterapkan Pasal 116 Undang-undang tentang PERATUN sebagaimana yang diterapkan terhadap putusan yang telah berkekuatan hukum tetap
Referensi
- Pedoman Teknis Administrasi Dan Teknis Peradilan Tata Usaha Negara Edisi 2008