Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

by Estomihi FP Simatupang, SH.,MH

Posted on May 09, 2022 06:40

Bilamana terjadi perselisihan hubungan industrial, maka serikat pekerja dan majikan mencari penyelesaian perselisihan itu secara damai dengan jalan perlindungan. Persetujuan yang dicapai melalui perundingan itu dapat disusun menjadi perjanjian hubungan industrial menurut ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam undang-undang perjanjian hubungan industrial.

Jika dalam perundingan itu oleh pihak-pihak yang berselisih sendiri tidak dapat diperoleh penyelesaian, maka ada 2 (dua) alternatif yang dapat ditempuh, yaitu :

1. Menyerahkan perselisihan itu secara sukarela pada orang juru atau dewan pemisah. Penyelesaian seperti ini disebut juga dengan penyelesaian sukarela (voluntary arbitration).

Penyerahan perselisihan kepada juru pemisah atau dewan pemisah harus dilakukan dengan surat perjanjian antara kedua belah pihak. Penunjukkan juru pemisah atau pembentukan dewan pemisah demikian pula mengenai tata cara pemisahan terserah sepenuhnya kepada persetujuan kedua belah pihak. Terhadap putusan juru atau dewan pemisah tidak dapat dimintakan pemeriksaan ulang.

Penyelesaian secara sukarela diluar pengadilan (non litigasi) dikenal juga dengan istilah penyelesaian sengketa alternatif (Alternative Disputes Resolution/ADR), adapun bentuk dari penyelesaian ADR ini adalah :

  1. Mediasi, cara penyelesaian perselisihan oleh seorang atau beberapa orang atau badan/dewan yang disebut mediator mempertemukan atau memberi fasilitas kepada pihak-pihak yang berselisih untuk menyelesaikan perselisihannya, tanpa mediator ikut campur dalam masalah yang diperselisihkan.
  2. Konsiliasi, cara penyelesaian perselisihan oleh seorang atau beberapa orang atau badan/dewan yang disebut konsiliator mempertemukan atau memberi fasilitas kepada pihak-pihak yang berselisih untuk menyelesaikan perselisihannya, konsiliator ikut serta secara aktif memberikan solusi terhadap masalah yang diperselisihkan.
  3. Arbitrasi, cara penyelesaian perselisihan dimana pihak yang berselisih sepakat menyerahkan perselisihannya kepada pihak ketiga (orang/lembaga) dengan pernyataan pihak berselisih akan tunduk terhadap putusan yang diambil oleh arbiter.

2. Menyerahkan perselisihan itu kepada pegawai perantara Departemen Tenaga Kerja. Penyelesaian seperti ini lazim disebut penyelesaian wajib (compulsory arbitration).

Penyelesaian perselisihan secara wajib adalah penyelesaian yang dilakukan melalui pegawai perantara dan institusi yang berwenang untuk menyelesaikan perselisihan hubungan industrial.

Perselisihan hubungan industrial yang tidak dapat diselesaikan dengan perundingan dan oleh pihak yang berselisih tidak menyerahkannya kepada juru atau dewan pemisah, maka para pihak atau salah satu dari mereka memberitahukan dengan surat kepada pegawai perantara kantor Departemen Tenaga Kerja setempat. Pemberitahuan ini sekaligus sebagai permintaan kepada pegawai perantara Kandepnaker untuk memberikan perantaraan terhadap perselisihan hubungan industrial yang terjadi.

Sedangkan dalam UU No.2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial disebutkan tentang berbagai penyelesaian hubungan industrial, yaitu :

1) Penyelesaian Melalui Bipartit

Perselisihan hubungan industrial wajib diupayakan penyelesaiannya terlebih dahulu melalui perundingan bipartit secara musyawarah untuk mencapai mufakat. Penyelesaian perselisihan melalui bipartit ini harus diselesaikan paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal dimulainya perundingan. Apabila dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari tersebut, salah satu pihak menolak untuk berunding atau telah dilakukan perundingan tetapi tidak mencapai kesepakatan, maka perundingan bipartit dianggap gagal. Apabila perundingan bipartit telah gagal dilakukan, maka instansi yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan setempat wajib menawarkan kepada para pihak untuk menyepakati memilih penyelesaian melalui konsiliasi atau melalui arbitrase.

2) Penyelesaian Melalui Mediasi

Penyelesaian perselisihan melalui mediasi dilakukan oleh mediator yang berada di setiap kantor instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan Kabupaten/Kota.21 Mediator menyelesaikan tugasnya dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak menerima pelimpahan penyelesaian perselisihan hubungan industrial. 

Mediator harus memenuhi syarat sebagai berikut :

  1. beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
  2. warga negara Indonesia;
  3. berbadan sehat menurut surat keterangan dokter;
  4. menguasai peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan;
  5. berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela;
  6. berpendidikan sekurang-kurangnya Strata Satu (S1); dan
  7. syarat lain yang ditetapkan oleh Menteri dibidang Ketenagakerjaan.

Dalam waktu selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah menerima pelimpahan penyelesaian perselisihan mediator harus sudah mengadakan penelitian tentang duduknya perkara dan segera mengadakan sidang mediasi. Mediator dapat memanggil saksi atau saksi ahli untuk hadir dalam sidang mediasi guna diminta dan didengar keterangannya.

Saksi atau saksi ahli yang memenuhi panggilan berhak menerima penggantian biaya perjalanan dan akomodasi yang besarnya ditetapkan dengan Keputusan Menteri Terkait.

Dalam hal tercapai kesepakatan penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui mediasi, maka dibuat Perjanjian Bersama yang ditandatangani oleh para pihak dan disaksikan oleh mediator serta didaftar di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah hukum pihak-pihak mengadakan Perjanjian Bersama untuk mendapatkan akta bukti pendaftaran.

3) Penyelesaian Melalui Konsiliasi

Penyelesaian perselisihan melalui konsiliasi dilakukan oleh konsiliator yang terdaftar pada kantor instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan Kabupaten/Kota. Konsiliator menyelesaikan tugasnya dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak menerima permintaan penyelesaian perselisihan hubungan industrial. Penyelesaian perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja atau perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan melalui konsiliasi dilakukan oleh konsiliator yang wilayah kerjanya meliputi tempat pekerja/buruh bekerja.

Penyelesaian oleh konsiliator sebagaimana dimaksud diatas, dilaksanakan setelah para pihak mengajukan permintaan penyelesaian secara tertulis kepada konsiliator yang ditunjuk dan disepakati oleh para pihak. Para pihak dapat mengetahui nama konsiliator yang akan dipilih dan disepakati dari daftar nama konsiliator yang dipasang dan diumumkan pada kantor instansi Pemerintah yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat.

Konsiliator harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

  1. beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
  2. warga negara Indonesia;
  3. berumur sekurang-kurangnya 45 tahun;
  4. pendidikan minimal lulusan Strata Satu (S.1);
  5. berbadan sehat menurut surat keterangan dokter;
  6. berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela;
  7. memiliki pengalaman di bidang hubungan industrial sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun; dan
  8. menguasai peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan.

Dalam waktu selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah menerima permintaan penyelesaian perselisihan secara tertulis, konsiliator harus sudah mengadakan penelitian tentang duduknya perkara dan selambat-lambatnya pada hari kerja kedelapan harus sudah dilakukan sidang konsiliasi pertama.

Dalam hal tercapai kesepakatan penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui konsiliasi, maka dibuat Perjanjian Bersama yang ditandatangani oleh para pihak dan disaksikan oleh konsiliator dan didaftar di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah hukum pihak-pihak mengadakan Perjanjian Bersama untuk mendapatkan akta bukti pendaftaran. 

4) Penyelesaian Melalui Arbitrase

Penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui arbitrase meliputi perselisihan kepentingan dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan. Arbiter wajib menyelesaikan perselisihan hubungan industrial dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja sejak penandatanganan surat perjanjian penunjukan arbiter.

Arbiter yang berwenang menyelesaikan perselisihan hubungan industrial harus arbiter yang telah ditetapkan oleh Menteri. Wilayah kerja arbiter meliputi seluruh wilayah negara Republik Indonesia.

Penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui arbiter dilakukan atas dasar kesepakatan para pihak yang berselisih. Kesepakatan para pihak yang berselisih dinyatakan secara tertulis dalam surat perjanjian arbitrase, dibuat rangkap 3 (tiga) dan masing-masing pihak mendapatkan 1 (satu) yang mempunyai kekuatan hukum yang sama.

Syarat-syarat untuk menjadi arbiter adalah :

  1. beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
  2. cakap melakukan tindakan hukum;
  3. warga negara Indonesia;
  4. pendidikan sekurang-kurangnya Strata Satu (S1);
  5. berumur sekurang-kurangnya 45 (empat puluh lima) tahun;
  6. berbadan sehat sesuai dengan surat keterangan dokter;
  7. menguasai peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan yang dibuktikan dengan sertifikat atau bukti kelulusan telah mengikuti ujian arbitrase; dan
  8. memiliki pengalaman di bidang hubungan industrial sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun.

Dalam hal permohonan penarikan diri tidak mendapat persetujuan para pihak, arbiter harus mengajukan permohonan pada Pengadilan Hubungan Industrial untuk dibebaskan dari tugas sebagai arbiter dengan mengajukan alasan yang dapat diterima. Dalam hal arbiter tunggal mengundurkan diri atau meninggal dunia, maka para pihak harus menunjuk arbiter pengganti yang disepakati oleh kedua belah pihak. Dalam hal arbiter ketiga yang dipilih oleh para arbiter mengundurkan diri atau meninggal dunia, maka para arbiter harus menunjuk arbiter pengganti berdasarkan kesepakatan para arbiter.

Putusan arbitrase mempunyai kekuatan hukum yang mengikat para pihak yang berselisih dan merupakan putusan yang bersifat akhir dan tetap. Putusan arbitrase didaftarkan di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah arbiter menetapkan putusan. Dalam hal putusan arbitrase tidak dilaksanakan oleh salah satu pihak, maka pihak yang dirugikan dapat mengajukan permohonan fiat eksekusi di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan pihak terhadap siapa putusan itu harus dijalankan, agar putusan diperintahkan untuk dijalankan.

5) Pengadilan Hubungan Industrial 

Pengadilan Hubungan Industrial merupakan pengadilan khusus yang berada pada lingkungan peradilan umum. Hukum acara yang berlaku pada Pengadilan Hubungan Industrial adalah Hukum Acara Perdata yang berlaku pada Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum.

Sebagai bagian dari hukum acara (formeel recht), maka Hukum Acara Perdata mempunyai ketentuan-ketentuan pokok yang bersifat umum dan dalam penerapannya hukum acara perdata mempunyai fungsi untuk mempertahankan, memelihara, dan menegakan ketentuan-ketentuan hukum perdata materil.

Beberapa pengertian Hukum Acara Perdata menurut beberapa Tokoh Hukum di Indonesia :

  1. Prof. Dr. Wirjono Prodjodikoro, SH, Hukum Acara Perdata adalah sebagai rangkaian peraturan yang memuat cara bagaimana orang harus bertindak terhadap dan dimuka pengadilan dan cara bagaimana cara pengadilan itu harus bertindak satu sama lain untuk melaksanakan berjalannya peraturan hukum perdata.
  2. Prof. Dr. Sudikno Mertukusumo, SH, memberi batasan hukum acara perdata adalah peraturan hukum yang mengatur bagaimana caranya menjamin ditaatinya hukum perdata material dengan perantaraan hakim. Dengan perkataan lain, hukum acara perdata adalah peraturan hukum yang menetukan bagaimana caranya menjamin pelaksanaan hukum perdata material. Lebih kongkrit lagi dapatlah dikatakan bahwa hukum acara perdata mengatur bagaimana caranya mengajukan tuntutan hak, memeriksa serta memutusnya, dan pelaksanaan dari pada putusannya.
  3. Prof. Dr. R. Supomo, SH, tanpa memberikan suatu batasan tertentu, tapi melalui visi tugas dan peranan hakin menjelaskan bahwasanya dalam peradilan perdata tugas hakim ialah mempertahankan tata hukum perdata (burgerlijk rechtsorde) menetapkan apa yang ditentukan oleh hukum dalam suatu perkara.

Pada Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) yang akan memeriksa dan memutus perselisihan hubungan industrial adalah hakim ad-hoc yang berasal dari serikat dan hakim ad-hoc yang berasal dari pengusaha yang akan bertindak sebagai anggota majelis hakim, sedangkan ketua majelis hakim adalah hakim karier Pengadilan Negeri.

Hukum Acara Pengadilan Hubungan Industrial menetapkan dua jenis pemeriksaan perselisihan, yaitu sebagai berikut :

1) Pemeriksaan dengan acara biasa

Pemeriksaan dengan acara biasa akan dimulai selambat-lambatnya pada hari ke-14 terhitung tanggal surat gugatan didaftarkan. Selanjutnya, paling lambat lima puluh hari kerja terhitung dari sidang hari pertama dimulai harus diterbitkan putusan.

2) Pemeriksaan dengan acara cepat

Untuk dapat menggunakan acara cepat, penggugat harus mengajukan permohonan kepada pengadilan yang dituangkan bersamaan didalam gugatannya. Dalam waktu tujuh hari, hakim akan mengeluarkan penetapan yang dapat berupa penolakan atau mengabulkan pemeriksaan dengan acara cepat. Pemeriksaan dengan acara cepat dilakukan dalam waktu paling lama 42 hari kerja.

Pengadilan Hubungan Industrial bertugas dan berwenang memeriksa dan memutus terhadap perkara :

  1. di tingkat pertama mengenai perselisihan hak;
  2. di tingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan kepentingan;
  3. di tingkat pertama mengenai perselisihan pemutusan hubungan kerja;
  4. di tingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan.

Susunan Pengadilan Hubungan Industrial Pengadilan Negeri terdiri dari :

  1. Hakim;
  2. Hakim Ad-Hoc;
  3. Panitera Muda; dan
  4. Panitera Pengganti.

Susunan Pengadilan Hubungan Industrial Mahkamah Agung terdiri dari :

  1. Hakim Agung;
  2. Hakim Ad-Hoc pada Mahkamah Agung; dan
  3. Panitera.

Referensi

  • Basani Situmorang. 2010. "Laporan Pengkajian Hukum Tentang Menghimpun Dan Mengetahui Pendapat Ahli Mengenai Pengertian Sumber-Sumber Hukum Mengenai Ketenagakerjaan". Jakarta : Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Hukum Dan HAM, 2010
  • UU Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
Daftar Referensi Bacaan

Total Views : 1810

Responsive image
Related Post

× Harap isi Nama dan Komentar anda!
berandahukum.com tidak bertanggung jawab atas isi komentar yang ditulis. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Komentar pada artikel ini
Responsive image Responsive image Responsive image Responsive image Responsive image Responsive image
Pengantar Ilmu Hukum
Lembaga Peradilan
Profesi Hukum
Contoh Surat-Surat
Lingkup Praktek
Essay