Sumber-Sumber Hukum Perdata

by Estomihi FP Simatupang, SH.,MH

Posted on October 05, 2021 07:19

Sumber hukum adalah asal mula Hukum Perdata, atau tempat di mana Hukum Perdata ditemukan. Asal mula menunjuk kepada sejarah asal dan pembentuknya, sedangkan “tempat” menunjukkan kepada rumusan-rumusan tersebut dimuat, ditemukan dan dapat dibaca. Sumber dalam arti “sejarah asalnya”, di mana Hukum Perdata adalah buatan Pemerintah Kolonial Belanda yang terhimpun dalam Burgelijk Wetbook (B.W). Berdasarkan aturan peralihan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945), B.W itu dinyatakan tetap berlaku sepanjang belum diganti dengan undang-undang yang baru berdasarkan UUD 1945. Sumber dalam arti “Pembentuknya” adalah pembentuk undang-undang berdasarkan UUD 1945. Oleh karena itu, atas dasar aturan peralihan, B.W dinyatakan tetap berlaku, hal ini berarti pembentuk UUD 1945 ikut menyatakan berlakunya B.W. yang disebut dengan Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata). Sumber hukum adalah segala apa saja yang menimbulkan aturanaturan yang bersifat memaksa, yaitu aturan-aturan yang apabila dilanggar mengakibatkan sanksi tegas dan nyata.

Pada dasarnya sumber hukum dapat dibedakan menjadi 2 (dua) macam, yaitu:

1. Sumber Hukum Materiil

Sumber Hukum Materiil adalah tempat dari mana materi hukum itu diambil. Sumber dalam arti materiil adalah sumber dalam arti “tempat“ adalah Staatsblad (Stbl) atau Lembaran Negara di mana dirumusan ketentuan undangundang Hukum Perdata dapat dibaca oleh umum. Contoh, Stbl. 1847-23 memuat B.W, L.N. 1974-1 memuat Undang-Undang Perkawinan. Keputusan Hakim (yurisprudensi) juga termasuk sumber dalam arti tempat di mana Hukum Perdata yang dibentuk hakim dapat dibaca, sehingga sumber dalam arti tempat disebut sumber dalam arti materiil.

2. Sumber Hukum Formal

Sumber Hukum Formal merupakan tempat memperoleh kekuatan hukum. Ini berkaitan dengan bentuk atau cara yang menyebabkan peraturan hukum formal itu berlaku. Volmar membagi sumber Hukum Perdata menjadi 4 (empat) macam, yaitu: KUH Perdata, Traktat, Yurisprudensi dan Kebiasaan. Traktat adalah suatu perjanjian yang dibuat antara dua Negara atau lebih dalam bidang keperdataan. Terutama erat kaitannya dengan perjanjian internasional. Contohnya, perjanjian bagi hasil yang dibuat antara pemerintah Indonesia dengan PT Freeport Indonesia. Yurisprudensi atau putusan pengadilan merupakan produk yudikatif, yang berisi kaidah atau peraturan hukum yang mengikat pihakpihak yang berperkara terutama dalam perkara perdata. Contohnya, tentang pengertian perbuatan melawan hukum, dengan adanya putusan tersebut maka pengertian melawan hukum tidak menganut arti luas. Putusan tersebut dijadikan pedoman oleh para hakim di Indonesia dalam memutuskan sengketa perbuatan melawan hukum. Dari keempat sumber tersebut dibagi lagi menjadi 2 (dua) macam, yaitu sumber Hukum Perdata tertulis dan sumber Hukum Perdata tidak tertulis. Sumber Hukum Perdata tertulis, yaitu tempat ditemukannya kaidah-kaidah Hukum Perdata yang berasal dari sumber tertulis. Umumnya kaidah Hukum Perdata tertulis terdapat di dalam peraturan perundangundangan, traktat dan yurisprudensi. Sumber Hukum Perdata tidak tertulis adalah tempat ditemukannya kaidah Hukum Perdata yang berasal dari sumber tidak tertulis, seperti dalam hukum kebiasaan.

Secara khusus, sumber Hukum Perdata Indonesia terulis, yaitu:

  1. Algemene Bepalingen van Wetgeving (AB), merupakan ketentuan-ketentuan umum Pemerintah Hindia Belanda yang diberlakukan di Indonesia (Stbl. 1847 No. 23, tanggal 30 April 1847, terdiri atas 36 pasal)
  2. KUH Perdata atau Burgelijk Wetboek (BW), merupakan ketentuan hukum produk Hindia Belanda yang diundangkan tahun 1848, diberlakukan di Indonesia berdasarkan asas konkordansi
  3. KUHD atau Wetboek van Koopandhel (WvK), yang terdiri atas 754 pasal, meliputi Buku I (tentang dagang secara umum) dan Buku II (tentang hak-hak dan kewajiban yang timbul dalam pelayaran.
  4. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria, undang-undnag ini mencabut berlakunya Buku II KUH Perdata sepanjang mengenai hak atas tanah, kecuali hipotek.
  5. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Perkawinan, dan ketentuanketentuan yang tercantum dalam Buku I KUH Perdata, khususnya mengenai perkawinan tidak berlaku secara penuh.
  6. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah beserta Benda-benda yang Berkaitan dengan Tanah. Undangundang ini mencabut berlakunya hipotek sebagaimana diatur dalam Buku II KUH Perdata, sepanjang mengenai tanah dan ketentuan mengenai Credieverband dalam Stbl. 1908-542 sebagaimana telah diubah dalam Stbl. 1937-190. Tujuan pencabutan ketentuan yang tercantum dalam Buku II KUH Perdata dan Stbl. 1937-190 adalah karena tidak sesuai lagi dengan kegiatan kebutuhan perkreditan, sehubungan dengan perkembangan tata perekonomian Indonesia.
  7. Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Ada 3 (tiga) pertimbangan lahirnya, yaitu: a) adanya kebutuhan yang sangat besar dan terus meningkat bagi dunia usaha atas tersedianya dana, perlu diimbangi dengan adanya ketentuan hukum yang jelas dan lengkap yang mengatur mengenai lembaga jaminan. b) jaminan fidusia sebagai salah satu bentuk lembaga jaminan sampai saat ini masih didasarkan pada yurisprudensi dan belum diatur dalam peraturan perundangundangan secara lengkap dan komprehensif. c) untuk memenuhi kebutuhan hukum yang lebih dapat memacu serta mampu memberikan perlindungan hukum bagi pihak yang berkepentingan, maka perlu dibuat ketentuan yang lengkap mengenai jaminan fidusia; dan jaminan tersebut perlu didaftarkan pada Kantor Pendaftaran Fiduasia.
  8. Undang-undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Jaminan Simpanan (LPS) untuk mengatur hubungan hukum publik dan mengatur hubungan Hukum Perdata.
  9. Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam (KHI), yang mengatur 3 (tiga) hal, yaitu Hukum Perkawinan, Hukum Kewarisan dan Hukum Perwakafan. Ketentuan dalam KHI hanya berlaku bagi orang-orang yang beragama Islam.

Oleh karena itu dapat disimpulkan, bahwa di dalam Hukum Perdata terdapat juga 2 (dua) kaidah, yaitu:

1. Kaidah tertulis.

Kaidah hukum perdata tertulis adalah kaidah-kaidah hukum perdata yang terdapat di dalam peraturan perundang-undangan, traktat, dan yurisprudensi.

2. Kaidah tidak tertulis.

Kaidah Hukum Perdata tidak tertulis adalah kaidah-kaidah Hukum Perdata yang timbul, tumbuh, dan berkembang dalam praktek kehidupan masyarakat (kebiasaan).


sumber :

Yulia, Buku Ajar Hukum Perdata (Lhokseumawe:CV. BieNa Edukasi,2015) hlm. 3-5.

Daftar Referensi Bacaan

Total Views : 6376

Responsive image
Related Post

× Harap isi Nama dan Komentar anda!
berandahukum.com tidak bertanggung jawab atas isi komentar yang ditulis. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Komentar pada artikel ini
Responsive image Responsive image Responsive image Responsive image Responsive image Responsive image
Pengantar Ilmu Hukum
Lembaga Peradilan
Profesi Hukum
Contoh Surat-Surat
Lingkup Praktek
Essay