Sistem hukum warisan adat di Indonesia dipengaruhi oleh prinsip garis kekerabatan. Menurut Kuntjaraningkrat ada empat prinsip pokok garis keturunann (princeple decent) di Indonesia, yaitu :
-
Prinsip Patrilinel (Patrilineal Decent) yang menghitung hubungan kekerabatan melalui laki-laki saja, dan karena itu mengakibatkan bahwa tiap individu dalam masyarakat semua kaum kerabat ayah masuk ke dalam batas hubungan kekerabatannya, sedang kaun kerabat itu jatuh di luar batas itu;
-
Prinsip Matrilineal (Matrilineal Decent), yang menghubungkan hubungan kekerabatan melalui perempuan saja, dan karena itu mengakibatkan bahwa tiap-tiap individu dalam masyarakat semua kerabat ibu dalam batas hubungan kekerabatannya, sedang kaum kerabat ayah jatuh di luar batas itu;
-
Prinsip Bilineal (Bilineal Decent) prinsip ini juga sering disebut doble decent, yang menghitungkan hubungan kekerabatan melalui pria saja, untuk sejumlah hak dan kewajiban tetentu, dan melalui wanita saja untuk sejumlah hak dan kewajiban yang lain, dan karena mengakibatkan bahwa bagi tiap-tiap individu dalam masyarakat kadang-kadang semua kaum kekerabatan ayah masuk ke dalam batas hubungan kekerabatannya, sedangkan kaum kerabat ibu jatuh di laur batas itu, dan kadang-kadang sebaliknya ;
-
Prinsip Bilateral (Bilateral Decent) yang menghitungkan hubungan keturunan melalui ayah dan ibu.
Sedangkan Hazairin hanya ada tiga prinsip pokok garis kekerabatan atau keturunan, yaitu:
-
Patrilineal, yang menimbulkan kesatuan-kesatuan kekeluargaan yang besar-besar, seperti clan, marga, dimana setiap orang itu selalu menghubungkan dirinya hanya kepada ayahnya. Oleh karena itu, termasuk ke dalam clan ayahnya, yakni dalam sistem patrilineal murni seperti di tanah batak atau dimana setiap orang itu menghubungkan dirinya kepada ayahnya atau kepada maknya, tegantung kepada bentuk perkawinan orang tuannya itu, dan karena itu termasuk ke dalam clan ayahnya ataupun ke dalam clan ibunya yakni dalam system patrilineal yang beralih-alih, seperti di Lampung dan Rejang.
-
Matrilineal, yang juga menimbulkan kesatuan-kesatuan kekeluargaan yang besar-besar, seperti clan, suku, di mana setiap orang itu selalu menghubungkan dirinya hanya kepada maknya atau ibunya, dan karena itu termasuk ke dalam clan, suku, maknya itu ;
-
Parental atau Bilateral, yang mungkin menimbulkan kesatuan-kesatuan kekeluargaan yang besar-besar, seperti tribe, rumpun, dimana setiap orang itu menghubungkan dirinya dalam hal keturunan baik kepada maknya maupun kepada ayahnya
Sumber :
* Bahan kuliah Hukum Perdata ( Pokok Bahasan Hukum Waris) Fakultas Hukum Universitas Udayana
* Soerojo Wignojodipoero, Pengantar dan Asas-Asas Hukum Adat, (Jakarta: Haji Masagung, 1988)
* Muhammad Ali Ash-Shabuni, Pembagian Waris Menurut Islam, (Jakarta: Gema Insani: 1995)
* Wati Rahmi Ria & Muhammad Zulfikar Buku Waris Berdasarkan Hukum Perdata Barat dan Kompilasi Hukum Islam
* Laporan Akhir Kompendium Hukum Waris BPHN Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia 2011
* Hilman Hadikusuma, Hukum Waris Adat, PT. Citra Aditnya Bakti, Bandung, 2003