-
Asas Ijbari, Yang dimaksud prinsip ijbari adalah bahwa peralihan harta seseorang yang telah meninggal dunia kepada yang masih hidup berlaku dengan sendirinya. Dalam hukum kewarisan Islam, dijalankan prinsip ijbari ini berarti bahwa peralihan harta dari seseorang yang telah meninggal dunia kepada ahli warisnya, berlaku dengan sendirinya sesuai dengan kehendak Allah, tanpa tergantung kepada kehendak pewaris atau ahli waris. Ditegaskanya prinsip ijbari dalam hukum kewarisan Islam, tidak dalam arti memberatkan ahli waris. Andai kata pewaris mempunyai hutang lebih besar dari pada warisan yang ditinggalkannya, ahli waris tidak dibebabani membayar semua hutang pewaris itu. Berapapun hutang pewaris, hutang itu hanya dibayar sebesar warisan yang ditinggalkan oleh pewaris tersebut. Kalau seluruh warisan sudah dibayarkan hutang, kemudian masih ada sisa hutang tersebut. Kalaupun ahli waris hendak membayar sisa hutang itu, maka pembayaran itu bukan suatu kewajiban yang diletakkan oleh hukum, melainkan karena akhlak Islam ahli waris yang baik.Jika keadaan di atas dibandingkan dengan KUH Perdata, ada parbedaan yang sangat mencolok. Dalam KUH Perdata, peralihan harta dari seseorang yang telah meninggal dunia kepada hali warisnya bergantung pada kehendak dan kerelaan ahli waris yang bersangkutan. Dalam KUH Perdata, ahli waris dimungkinkan menolak warisan. Dimungkinkannya penolakan warisan ini karena jika ahli waris menerima warisan, ia juga harus menerima segala kosekuensinya. Salah satunya melunasi seluruh hutang pewaris.Dilihat dari segi pewaris, saat ia belum meninggal dunia, iapun tak dapat menolak proses peralihan hartanya kepada ahli waris. Kemauannya terhadap dibatasi oleh ketentuanketentuan yang telah digariskan Allah. Walaupun pewaris diberi kebebasan untuk berwasiat berkenaan dengan hartanya, tetapi kebebasan ini juga dibatasi oleh ketentuan Allah. Pembatasannya adalah bahwa seseorang boleh mewasiatkan paling banyak sepertiga hartanya. Yang disebut terakhir ini jelas menunjukan adanya pembatasan seseorang terhadap hartanya .
-
Asas Induvidual, adalah harta warisan dari pewaris yang telah diterima oleh ahli warisnya, dapat dimiliki secara individu perorangan. Jadi bagian-bagian setiap ahli waris tidak terikat dengan ahli waris lainnya, tidak seperti dalam hukum Adat ada bagian yang sifatnya tidak dapat dimiliki secara perorangan, tetapi dimiliki secara kelompok.
-
Asas Bilateral, artinya ahli waris menerima harta warisan dari garis keturunan atau kerabat dari pihak laki-laki dan pihak perempuan, demikian sebaliknya peralihan harta peninggalan dari pihak garis keturunan pewaris laki-laki maupun perempuan.
-
Asas Keadilan Berimbang, Dari pihak laki-laki dan pihak perempuan menerima harta warisan secara berimbang artinya dari garis keturunan pihak laki-laki dan darl garis keturunan pihak perempuan menerima harta warisan sesuai dengan keseimbangan tanggung jawab dalam kehidupan rumah tangga.Antara laki-laki dengan perempuan keduanya mempunyai hak menerima harta warisan dari pewaris, namun tanggung jawab antara laki-laki dengan perempuan berbeda, laki- laki (public family) sebagai kepala rumah tangga bertanggung jawab nafkah keluarganya, sedangkan perempuan sebagai ibu rumah tangga (domistic family), yang mengatur rumah tangga. Dengan demikian sangat wajar kalau Al-Qur‘an menetapkan laki-laki mendapat dua bagian sedangkan perempuan satu bagian.
-
Asas Warisan Semata Kematian, Hukum warisan Islam hanya mengenal satu bentuk warisan karena adanya kematian, seperti dalam hukum warisan perdata barat (BW), dengan istilah ―ab intestato”, namun dalam hukum warisan BW, selain ab intestato juga karena adanya” wasiat yang disebut ―testament termasuk sebagai bagian dari hukum warisan. Lain halnya dangan hukum Islam wasiat suatu lembaga hukum tersendiri, bukan sebagai bagian hukum warisan.Menurut Amir Syarifuddin, asas ini ada hubungannya sangat erat dengan asas ijbari,101 disebabkan meskipun seorang ada kebebasan atas hartanya, tetapi setelah meninggal dunia kebebasan itu tidak ada lagi. Hal ini juga difahami bahwa harta dalam Islam mempunyai sifat amanah (titipan), artinya manusia berhak mengatur, tetapi harus sesuai dengan ketetapan-ketetapan Allah SWT, sehingga apabila seorang telah meninggal dunia tidak mempunyai hak lagi untuk mengaturnya, dan kembali kepada- Nya.
-
Kelompok ayah dan ibu dan dikembangkan kakek dan nenek terus ke atas;
-
Kelompok anak baik anak laki-laki dan anak perempuan dan dikembangkan kepada cucu terus ke bawah ;
-
Kelompok suami dan istri ;
-
Kelompok saudara dan paman. Kelompok ini merupakan perluasan pengertian pewaris menurut Al-Qur‘an yang diperluas oleh hadist Nabi Muhammad SAW, dengan memasukan keturunan ayah dan keturunan kakek, sehingga dapat difahami bahwa seseorang dapat menjadi pewaris itu termasuk anak saudara, dan pewaris bagi pamannya.
- (a) Hak memetik hasil atau hak memakai;
- (b) Hak atas uang bunga yang harus dibayar selama hidup seseorang;
- (c) Saham-saham dari perseroan;
- (d) Tanda-tanda pinjaman suatu negara baik negara sendiri maupun negara asing; dan
- (e) Hak menuntut ke Pengadilan tentang penyerahan barang bergerak atau pembayaran uang terhadap barang bergerak.
-
Adanya perkawinan, suami ahli waris istri sebaliknya istri ahli waris suami;
-
Adanya nasab atau hubungan darah;
-
Wala‘ orang yang telah memerdekakan budak, dan tidak meninggalkan ahli warisnya;
-
Hubungan secara Islam, orang Islam yang meninggal dunia tidak meninggalkan ahli waris, dan harta warisannya diserahkan kepada baitul mal untuk kepentingan umat Islam.
Hibah dan wasiat kepada ahli waris diperhitungkan sebagai warisan (Pasal 210 KHI).
KHI mengelompokkan ahli waris dari segi cara pembagiannya dalam tiga kelompok sebagai berikut (Pasal 176-182 KHI) :
- Kelompok ahli waris dzawil furud (yang ditentukan bagiannya).
- Ayah mendapat 1/6 bagian bila pewaris meninggalkan anak/keturunan, mendapat ashabah bila pewaris tidak meninggalkan anak / keturunan (Pasal 177 KHI jo SEMA Nomor 2 Tahun 1994).
- Ibu mendapat 1/6 bagian bila pewaris mempunyai anak/keturunan, atau pewaris mempunyai dua orang saudara atau lebih (sekandung, seayah, seibu), mendapat 1/3 bagian jika pewaris tidak meninggalkan anak / keturunan atau pewaris meninggalkan satu orang saudara (sekandung, seayah, seibu).
- Duda mendapat 1/2 bagian bila pewaris tidak meninggalkan anak / keturunan dan mendapat 1/4 bagian bila pewaris meninggalkan anak/keturunan.
- Janda mendapat 1/4 bagian bila pewaris tidak meninggalkan anak/keturunan dan mendapat 1/8 bagian bila pewaris meninggalkan anak/keturunan.
- Anak perempuan mendapat 1/2 bagian apabila sendirian, dua orang anak perempuan atau lebih mendapat 2/3 bagian bila tidak ada anak laki-laki atau keturunan dari anak laki-laki.
- Seorang saudara laki-laki atau perempuan (baik sekandung, seayah atau seibu) mendapat 1/6 bagian, apabila terdapat dua orang saudara atau lebih (sekandung, seayah atau seibu) mendapat 1/3 bagian jika saudara (sekandung, seayah atau seibu) mewarisi bersama ibu pewaris (yurisprudensi)
- Seorang saudara perempuan (sekandung, seayah atau seibu) mendapat 1/2 bagian, dua orang saudara perempuan sekandung atau seayah atau lebih mendapat 2/3 bagian, jika saudara perempuan tersebut mewaris tidak bersama ayah dan tidak ada saudara laki-laki atau keturunan laki-laki dari saudara laki-laki.
- Kelompok ahli waris yang tidak ditentukan bagiannya.
- Anak laki-laki dan keturunannya.
- Anak perempuan dan keturunannya bila mewarisi bersama anak laki-laki.
- Saudara laki-laki bersama saudara perempuan bila pewaris tidak meninggalkan keturunan dan ayah.
- Kakek dan nenek.
- Paman dan bibi baik dari pihak ayah maupun dari pihak ibu dan keturunannya.
- Kelompok ahli waris yang mendapat bagian sebagai ahli waris pengganti.
- Keturunan dari anak mewarisi bagian yang digantikan.
- Keturunan dari saudara laki-laki / perempuan (sekandung, seayah atau seibu) mewarisi bagian yang digantikannya.
- Kakek dan nenek dari pihak ayah mewarisi bagian dari ayah, masing-masing berbagi sama.
- Kakek dan nenek dari pihak ibu mewarisi bagian dari ibu, masing-masing berbagi sama.
- Paman dan bibi dari pihak ayah beserta keturunannya mewarisi bagian dari ayah apabila tidak ada kakek dan nenek dari pihak ayah.
- Paman dan bibi dari pihak ibu beserta keturunannya mewarisi bagian dari ibu apabila tidak ada kakek dan nenek dari pihak ibu. Selain yang disebut di atas tidak termasuk ahli waris pengganti.
Prinsip-prinsip Hijab Mahjub menurut KHI dan Yurisprudensi.
-
- Anak laki-laki maupun perempuan serta keturunannya menghijab saudara (sekandung, seayah, seibu) dan keturunannya, paman dan bibi dari pihak ayah dan ibu serta keturunannya.
- Ayah menghijab saudara dan keturunannya, kakek dan nenek yang melahirkannya serta paman / bibi pihak ayah dan keturunannya.
- Ibu menghijab kakek dan nenek yang melahirkannya serta paman/bibi pihak ibu dan keturunannya.
- Saudara (sekandung, seayah atau seibu) dan keturunannya menghijab paman dan bibi pihak ayah dan ibu serta keturunannya.
Kompilasi Hukum Islam membedakan saudara seibu dari saudara seayah dan sekandung (Pasal 181 dan 182 KHI). Dalam perkembangannya, yurisprudensi MARI menyamakan kedudukan saudara seibu dengan saudara sekandung atau saudara seayah, mereka mendapat ashabah secara bersama-sama dengan ketentuan saudara laki-laki mendapat dua kali bagian saudara perempuan.
- Berdasarkan prinsip dan asas kewarisan tersebut di atas, derajat kelompok ahli waris memiliki tingkatan sebagai berikut :
- Kelompok derajat pertama : suami/isteri, anak dan/atau keturunannya, ayah dan ibu.
- Kelompok derajat kedua : suami/isteri, anak dan/atau keturunannya, kakek dan nenek baik dari pihak ayah maupun dari ibu.
- Kelompok derajat ketiga: suami/isteri, saudara (sekandung, seayah, seibu) dan/atau keturunannya, kakek dan nenek dari pihak ayah dan pihak ibu.
- Kelompok derajat keempat : suami/isteri, paman/bibi dan/atau keturunannya.
- Untuk memudahkan perhitungan pembagian waris dapat memedomani prinsip-prinsip sebagai berikut :
- Mendahulukan ahli waris sesuai kelompok derajatnya yang dirumuskan dalam angka (4) di atas.
- Menerapkan prinsip hijab mahjub tersebut dalam angka 5 (lima) di atas.
- Perbandingan bagian anak laki-laki dengan anak perempuan, bagian saudara laki-laki dengan saudara perempuan, bagian paman berbanding bagian bibi adalah 2 : 1.
- Ahli waris pengganti mewarisi bagian yang digantikannya dengan ketentuan tidak melebihi bagian ahli waris yang sederajat dengan ahli waris yang diganti. Apabila ahli waris pengganti terdiri dari laki-laki dan perempuan, laki-laki mendapat bagian dua kali bagian perempuan.
- Bagian ahli waris dzawil furud dibagi terlebih dahulu dari ahli waris ashabah.
- Sisa pembagian dari ahli waris dzawil furud untuk ahli waris ashabah, dengan ketentuan bagian laki-laki dua kali bagian perempuan.
- Jika ahli waris terdiri dari dzawil furud dan jumlah bagian ahli waris melebihi nilai 1 (satu), maka dilakukan 'aul.
- Jika ahli waris terdiri dari dzawil furud dan jumlah bagian ahli waris kurang dari nilai 1 (satu), maka dilakukan radd. Radd tidak berlaku untuk janda dan duda.
- Contoh-contoh bagian waris sesuai derajat kelompok ahli waris
- Ahli waris terdiri dari duda, anak dan/atau keturunannya, ayah dan ibu. Duda memperoleh 1/4, ayah 1/6, ibu 1/6, anak dan/atau keturunannya memperoleh sisa, jika anak hanya terdiri dari anak perempuan dan keturunan dari anak perempuan yang lain, dan diperlukan radd atau 'aul, maka dilakukan radd atau 'aul.
- Ahli waris terdiri dari janda, anak dan/atau keturunannya, ayah dan ibu. Janda memperoleh 1/8, ayah 1/6, ibu 1/6, anak dan/atau keturunannya memperoleh sisa, jika anak hanya terdiri dari anak perempuan dan keturunan anak perempuan lainnya, dan diperlukan radd atau 'aul, maka dilakukan radd atau 'aul.
- Ahli waris terdiri dari duda, ayah dan ibu. Duda memperoleh 1/2, ibu 1/3, ayah ashabah. Masalah ini disebut tsulus bagi (ibu mendapat 1/3 dari sisa setelah dikeluarkan bagian duda), pembagiannya adalah :
Duda memperoleh 1/2 x 12 = 6 Ibu
memperoleh 1/3 x 6 (sisa) = 2 Ayah
memperoleh ashabah = 4 - Ahli waris terdiri dari janda, ayah dan ibu. Janda memperoleh 1/4, ibu 1/3, ayah ashabah. Masalah ini disebut tsulus baqi (ibu mendapat 1/3 dari sisa setelah dikeluarkan bagian janda), pembagiannya adalah :
Janda memperoleh 1/4 x 12 = 3 Ibu
memperoleh 1/3 x 9 (sisa) = 3 Ayah
memperoleh ashabah = 6 - Ahli waris terdiri dari suami/isteri, ibu dan seorang saudara laki laki/perempuan (sekandung, seayah atau seibu). Janda memperoleh 1/4 atau jika duda ia memperoleh 1/2, ibu 1/3 dan seorang saudara laki-laki/ perempuan (sekandung, seayah atau seibu) memperoleh 1/6 bagian lika jumlah bagian lebih dari nilai 1 (satu), maka harus dilakukan 'aul dan jika jumlah bagian kurang dari satu, maka harus dilakukan radd.
- Ahli waris terdiri dari suami/isteri, ibu dan dua orang atau lebih saudara laki-laki/perempuan (sekandung, seayah atau seibu). Janda memperoleh 1/4 atau jika duda ia memperoleh 1/2, ibu 1/6 dan dua orang atau lebih saudara perempuan (sekandung, seayah atau seibu) memperoleh 1/3 bagian. Jika jumlah bagian lebih dari nilai 1 (satu), maka harus dilakukan aul, jika jumlah bagian lebih kecil dari satu dilakukan radd.
- Ahli waris terdiri dari suami/isteri, kakek dan nenek pihak ayah, kakek dan nenek pihak ayah mendapat bagian dari ayah, kakek nenek dari pihak ibu mendapat bagian dari pihak ibu.
- Ahli waris terdiri dari suami/isteri, kakek dan nenek dari pihak ayah mendapat bagian dari pihak ayah dan kakek nenek dari pihak ibu mendapat bagian dari pihak ibu.
- Ahli waris terdiri dari suami/isteri, paman/bibi pihak ayah dan ibu dan/atau keturunannya, isteri memperoleh 1/4 atau jika suami memperoleh 1/2, paman/bibi daripihak ayah dan/atau keturunannya memperoleh bagian ayah, paman/bibi dari pihak ibu dan/atau keturunannya memperoleh bagian ibu.
Pembagian harta warisan yang ahli warisnya sudah bertingkat-tingkat akibat berlarut-larutnya harta warisan tidak dibagi, harus dilakukan pembagian secara jelas ahli waris dan harta warisannya dalam seitap tingkatan. Contoh :
A (suami) dan B (isteri) memiliki anak C, D (laki-laki) dan E (perempuan). A meninggal dunia tahun 1955. B meninggal dunia tahun 1960. D meninggal dunia tahun 1975 dengan meninggalkan 3 orang anak F, G (laki-laki) dan H (perempuan). Pembagian warisnya : Ahli waris A adalah B, C, D dan E. Ahli waris B adalah C, D dan E. Ahli waris D adalah F, G (laki-laki) dan H (perempuan). Maka amar putusannya harus berbunyi sebagai berikut :
-
- Mengabulkan gugatan Penggugat seluruhnya/sebagian;
- Menetapkan ahli waris A adalah B, C, D dan E;
- Menetapkan harta warisan A adalah X
- Menetapkan bagian masing-masing ahli waris A adalah sebagai berikut :
4.1 B memperoleh 1/8 x X:
4.2 C memperoleh 2/5 x (7/8 x X);
4.3 D memperoleh 2/5 x (7/8 x X);
4.4 E memperoleh 1/5 x (7/8 x X); - Menetapkan ahli waris B adalah C, D dan E;
- Menetapkan harta warisan B adalah Y;
- Menetapkan bagian ahli waris B adalah sebagai berikut :
7.1 C memperoleh 2/5 x Y;
7.2 D memperoleh 2/5 x Y;
7.3 E memperoleh 1/5 x Y; - Menetapkan ahli waris D adalah F, G dan H;
- Menetapkan harta warisan D adalah N;
- Menetapkan bagian ahli waris D adalah sebagai berikut :
10.1 F memperoleh 2/5 x N;
10.2 G memperoleh 2/5 x N;
10.3 H memperoleh 1/5 x N; - Memerintahkan Tergugat ........... dst.
- Laporan Akhir Kompendium Hukum Waris BPHN Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia 2011
- Wati Rahmi Ria & Muhammad Zulfikar Buku Waris Berdasarkan Hukum Perdata Barat dan Kompilasi Hukum Islam
- Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Peradilan Agama Mahkamah Agung RI 2013