Wewenang Peradilan Umum

by Estomihi FP Simatupang, SH.,MH

Posted on April 23, 2022 17:58

WEWENANG RELATIF

  1. Sesuai ketentuan Pasal 118 HIR/Pasal 142 RBg. Pengadilan Negeri berwenang memeriksa gugatan yang daerah hukumnya, meliputi:
    1. Tempat tinggal tergugat, atau tempat tergugat sebenarnya berdiam (jikalau tergugat tidak diketahui tempat tinggalnya).
    2. Tempat tinggal salah satu tergugat, jika terdapat lebih dari satu tergugat, yang tempat tinggalnya tidak berada dalam satu daerah hukum Pengadilan Negeri menurut pilihan penggugat.
    3. Tergugat utama bertempat tinggal, jika hubungan antara tergugat-lergugat adalah sebagai yang berhutang dan penjaminnya.
    4. Tempat tinggal penggugat atau salah satu dan penggugat, dalam hal :
      1. Tergugat tidak mempunyai tempat tinggal dan tidak diketahui dimana ia berada.
      2. Tergugat tidak dikenal.
        (Dalam gugatan disebutkan dahulu tempat tinggalnya yang terakhir, baru keterangan bahwa sekarang tidak diketahui lagi tempat tinggalnya).
    5. Dalam hal Tergugat tidak diketahui tempat tinggalnya dan yang menjadi obyek gugatan adalah benda tidak bergerak (tanah). maka gugatan diajukan di tempat benda yang tidak bergerak terletak ( Pasal 118 ayat (3) HIR).
    6. Untuk daerah yang berlaku RBg. apabila obyek gugatan menyangkut benda tidak bergerak. maka gugatan diajukan ke Pengadilan yang meliputi wilayah hukum dimana benda tidak bergerak itu berada (Pasal 142 ayat (5) RBg ).
    7. Jika ada pilihan domisili yang tertulis dalam akta, maka gugatan diajukan di tempat domisili yang dipilih itu.
  2. Apabila tergugat pada hari sidang pertama tidak mengajukan tangkisan (eksepsi) tentang wewenang mengadili secara relatif, Pengadilan Negeri tidak boleh menyatakan dirinya tidak berwenang. (Lihat Pasal 133 HIR/Pasal 159 RBg), yang menyatakan bahwa eksepsi mengenai kewenangan relatif harus diajukan pada permulaan sidang, dan apabila diajukan terlambat, Hakim dilarang untuk memperhatikan eksepsi tersebut.
  3. Pengecualian:
    1. Dalam hal tergugat tidak cakap untuk menghadap dimuka pengadilan, gugatan diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri tempat tinggal orang tuanya, walinya atau pengampunya (Pasal 21 B.W).
    2. Yang menyangkut pegawai negeri. berlaku ketentuan Pasal 118 HIR/Pasal 142 RBg.
    3. Tentang penjaminan (vrijwaring), yang berwenang untuk mengadilinya adalah pengadilan negeri yang pertama dimana pemeriksaan dilakukan (Pasal 14 R.V).
    4. Untuk permohonan pembatalan perkawinan, diajukan ke pengadilan negeri dalam daerah hukum tempat perkawinan dilangsungkan atau tempat tinggal suami istri atau suami atau istri. (Pasal 38 ayat (1) dan (2) Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975).
    5. Untuk perkara perceraian, gugatan diajukan ke pengadilan negeri tempat kediaman tergugat (Pasal 20 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975); dan apabila tempat kediaman tergugat tidak jelas atau tidak diketahui atau tidak mempunyai tempat kediaman tetap, gugatan diajukan ke pengadilan negeri tempat kediaman penggugat (Pasal 20 ayat (2) Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975).
    6. Dalam hal tergugat bertempat kediaman di luar negeri, gugatan diajukan kepada pengadilan negeri di tempat kediaman penggugal, dan selanjutnya Ketua Pengadilan Negeri menyampaikan gugatan tersebut melalui Departemen Luar Negeri c.q. Direktorat Jenderal Protokol.
    7. Gugatan perceraian karena alasan tersebut dalam Pasal 19 huruf b Peraturan Pemerintah No. 9. Tahun 1975 diajukan kepada Pengadilan Negeri di tempat kediaman tergugat (Pasal 21 Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975), dan apabila alasannya adalah yang tersebut dalam Pasal 19 huruf f Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 maka gugatan diajukan di tempat kediaman tergugat.
  4. Apabila eksepsi diterima maka putusan berbunyi: Dalam eksepsi :
    - Menerima eksepsi Tergugat.
    - Menyatakan PN .................. (pengadilan yang mengadili sekarang) tidak berwenang untuk mengadili perkara tersebut.

 

WEWENANG ABSOLUT

  1. Wewenang absolut atau wewenang mutlak adalah menyangkut pembagian kekuasaan (wewenang) mengadili antar lingkungan peradilan.
  2. Eksepsi mengenai kekuasaan absolut dapat diajukan setiap waktu selama proses pemeriksaan berlangsung.
  3. Hakim karena jabatannya harus menyatakan dirinya tidak berwenang untuk memeriksa perkara yang bersangkutan meskipun tidak ada eksepsi dari tergugat, dan hal ini dapat dilakukan pada semua taraf pemeriksaan, termasuk dalam taraf banding dan kasasi (lihat Pasal 134 HIR).
  4. Apabila eksepsi diterima maka putusan berbunyi: Dalam eksepsi :
    - Menerima eksepsi Tergugat.
    - Menyatakan PN tidak berwenang untuk mengadili perkara tersebut.
    Catatan : Putusan seperti ii adalah putusan akhir yang dapat dimohonkan banding dan kasasi. 
  5. Apabila eksepsi ditolak, maka Hakim memberikan putusan sela yang amarnya menolak eksepsi tersebut dan memerintahkan untuk melanjutkan pemeriksaan perkara.
    Putusan sela tidak dituangkan dalam suatu putusan tersendiri, walaupun putusan sela itu harus diucapkan dalam sidang pengadilan, tetapi putusan sela hanya dicatat dalam Berita Acara Persidangan (Pasal 185 ayat (1) HIR/ 196 ayat (1) RBG).
  6. Putusan sela yang tidak diterima para pihak, hanya dapat diajukan banding bersama-sama dengan putusan akhir (Pasal 9 ayat (1) Undang-undang Nomor 20 Tahun 1947).

Referensi

  • Pedoman Teknis Administrasi Dan Teknis Peradilan Perdata Umum Dan Perdata Khusus - Mahkamah Agung RI Edisi 2007
Daftar Referensi Bacaan

Total Views : 2789

Responsive image
Related Post

× Harap isi Nama dan Komentar anda!
berandahukum.com tidak bertanggung jawab atas isi komentar yang ditulis. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Komentar pada artikel ini
Responsive image Responsive image Responsive image Responsive image Responsive image Responsive image
Pengantar Ilmu Hukum
Lembaga Peradilan
Profesi Hukum
Contoh Surat-Surat
Lingkup Praktek
Essay