Nilai dan Sifat Konstitusi

by Estomihi FP Simatupang, SH

Posted on May 23, 2020 19:24

NILAI KONSTITUSI

 
A. Nilai Konstitusi 
 
Nilai Normatif
Apabila suatu konstitusi telah resmi diterima oleh suatu bangsa dan bagi mereka konstitusi itu bukan hanya berlaku dalam arti hukum (legal), tetapi merupakan suatu kenyataan (reality) dalam arti sepenuhnya diperlukan dan efektif. Dengan kata lain Konstitusi itu dilaksanakan secara murni dan konsekuen. Sebagai contoh dapat diberikan Konstitusi Amerika Serikat dimana kekuasaan eksekutif, legislative dan yudikatif menjalankan fungsinya masing masing secara terpisah.
 
Nilai Nominal
Dalam hal ini konstitusi itu menurut hukum memang berlaku, tetapi kenyataannya tidak sempurna. Ketidaksempurnaan berlakunya suatu konstitusi ini jangan dikacaukan bahwa sering kali suatu konstitusi yang tertulis berbeda dari konstitusi yang di praktekan. Sebab suatu konstitusi itu dapat berubah-ubah, baik karena perubahan formil seperti yang di cantumkan dalam konstitusi itu sendiri maupun karena kebiasaan ketatanegaraan umpamanya. Yang dimaksud di sini bahwa suatu konstitusi itu secara hukum berlaku, namun berlakunya itu tidak sempurna, karena ada pasal-pasal yang dalam kenyataannya tidak berlaku.
 
Nilai Semantic
Konstitusi itu secara hukum tetap berlaku, tetapi dalam kenyataan hanya sekedar untuk memberi bentuk dari tempat yang telah ada dan untuk melaksanakan kekuasaan politik. Mobilitas kekuasaan yang dinamis untuk mengatur, yang menjadi maksud yang esensial dari suatu konstitusi diberikan demi kepentingan pemegang kekuasaaan yang sebenarnya. Jadi dalam hal ini konstitusi hanya sekedar istilah saja, sedangkan pelaksanaanya selalu dikaikan dengan kepentingan pihak penguasa. Konstitusi yang demikian nilainya hanya semantic saja. Pada intinya keberlakuan dan penerapan konstitusinya hanya untuk kepentingan bagaimana mempertahankan kekuasaaan yang ada.
 
 
B. Sifat Konstitusi

Secara umum, suatu konstitusi memiliki sifat-sifat antara lain, formal dan materiil, tertulis dan tidak tertulis serta flexibel (luwes) dan rigid (kaku) sebagai berikut :

  1. Formal dan Materiil
    • Konstitusi dalam arti formal berarti konstitusi yang tertulis dalam suatu ketatanegaraan suatu negara. Dalam pandangan ini suatu konstitusi baru bermakna apabila konstitusi  tersebut telah berbentuk naskah tertulis dan diundangkan , misal UUD 1945.  
    • Konstitusi materiil adalah konstitusi yang jika dilihat dari segi isinya yang merupakan peraturan bersifat mendasar dan fundamenta. Artinya tidak semua masalah yang penting harus dimuat dalam konstitusi, melainkan hal-hal yang bersifat pokok, dasar, atau asas-asasnya saja.
  2. Tertulis dan Tidak Tertulis 
    • Membedakan secara prinsipiil antara konstitusi  tertulis dan tidak tetulis adalah tidak tepat , sebuatan konstitusi tidak tertulis adalah tidak tertulis hanya dipakai untuk dilawankan dengan konstitusi modern yang lazimnya ditulis dalam suatu naskah atau beberapa naskah. Timbulnya konstitusi  tertulis disebabkan karena  pengaruh aliran kodifikasi .Salah satu negara di dunia yang mempunyai konstitusi tidak tertulis adalah inggris namun prinsip-prinsip yang ada dikonstitusikan dan dicantumkan dalam undamg-undang biasa seperti bill of rights .
    • Dengan demikian, suatu konstitusi tertulis apabila dicantumkan dalam suatu naskah atau beberapa naskah , sedangkan yang tidak tertulis dalam suatu naskah tertentu melainkan dalam banyak hal yang diatur dalam konvensi-konvensi  atau undang-undang biasa .
  3. Sifat Flexibel (luwes) dan Rigid (kaku)
    • Naskah konstitusi atau undang-undang dasar dapat bersifat flexsibel atau rigid. Menurut kusnardi dan Harmaily ibrahim untuk menentukan suatu konstitusi itu bersifat rigid dapat  dipakai ukuran sebagai berikut :

 

1 ) Cara Mengubah Konstitusi

Setiap konstitusi yang tertulis mencantumkan pasal tentang perubahan, karena kemungkinan akan tertinggal dari perkembangan masyarakat. Suatu konstitusi pada hakekatnya adalah suatu hukum  yang merupakan dasar bagi peraturan perundangan lainnya . konstitusi yang bersifat flexibel ialah dengan pertimbangan bahwa perkembangan tidak perlu mempersulit perubahan konstitusi , karena untuk perubahannya tidak memerlukan cara yang istimewa, cukup dilakukan oleh badan pembuat Undang-Undang biasa. Misal negara yang mempunyai konstitusi bersifat luwes adalah New Zealand dan Inggris. Sementara yang bersifat rigid atau kaku seperti Amerika, Kanada, Australia.

            Karena tingkatannya yang lebih tinggi, konstitusi yang juga menjadi dasar bagi peraturan-peraturan hukum lainnya yang lebih rendah, para penyusun atau perumus undang-undang dasar selalu menganggap perlu menentukan tata cara perubahan yang tidak mudah. Dengan prosedur yang tidak mudah pula orang untuk mengubah hukum dasar negaranya. Kecuali apabila hal itu memang sungguh-sungguh dibutuhkan  karena pertimbangan objektif dan untuk kepentingan seluruh rakyat, serta bukan untuk sekedar memenuhi keinginan atau kepentingan segolongan orang yang berkuasa saja. Oleh karena itu biasanya prosedur perubahan  undang-undang dasar diatur sedemikian berat dan rumit syarat-syaratnya sehingga undang-undang dasar yang bersangkutan menjadi sangat rigid dan kaku. Konstitusi yang bersifat rigid menetapkan syarat perubahan dengan cara yang istimewa, misalnya dalam sistem parlemen bikameral, harus disetujui lebih dahulu oleh kedua kamar parlemennya. Misal negara yang mempunyai konstitusi bersifat rigid adalah amerika serikat, australia, kanada dan swiss.

 

2)  apakah konstitusi itu mudah atau tidak mengikuti perkembangan zaman.

Suatu konstitusi dikatakan fleksibel apabila konstitusi itu mudah mengikuti perkembangan zaman. Suatu konstitusi yang mudah mengikuti perkembangan zaman, biasanya hanya memuat hal-hal yang pokok  dan penting saja . Suatu konstitusi yang mengatur hal-hal yang pokok adalah konstitusi yang mudah mengikuti perkembangan masyarakat, Sebab norma-norma pelaksanaannya lebih lanjut diserahkan kepada bentuk peraturan perundang-undangan yang lebih rendah sehingga lebih mudah untuk dibuat dan diubah.

Sementara itu menurut C.F strong untuk undang-undang dasar yang dikenal kaku atau rigid, prosedur perubahannya dapat dilakukan :

  • Oleh lembaga legislatif, tetapi dengan pembatasan-pembatasan
  • Oleh rakyat secara langsung melalui suatu referendum
  • Oleh urusan negara-negara bagian (negara serikat)
  • Dengan kebiasaan ketatanegaraan atau oleh suatu lembaga negara yang khusus yang dibentuk hanya untuk keperluan perubahan

 

 

Daftar Referensi Bacaan

Total Views : 15332

Responsive image
Related Post

× Harap isi Nama dan Komentar anda!
berandahukum.com tidak bertanggung jawab atas isi komentar yang ditulis. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Komentar pada artikel ini
Responsive image Responsive image Responsive image Responsive image

Kirim Pertanyaan

Pengantar Ilmu Hukum
Lembaga Peradilan
Profesi Hukum
Contoh Surat-Surat
Lingkup Praktek
Essay