Pembayaran Uang Paksa, Sanksi Administrasi dan Pengumuman Pejabat

by Estomihi FP Simatupang, SH.,MH

Posted on April 23, 2022 15:26

1. PEMBAYARAN UANG PAKSA

  1. Permohonan pembayaran uang paksa dapat diajukan bersama-sama dalam gugatan. Dalam hal gugatan Penggugat tidak mencantumkan pembayaran uang paksa, maka Hakim atau Majelis Hakim pada waktu pemeriksaan persiapan. memberitahu Penggugat bahwa ia dapat mencantumkan pembayaran uang paksa dalam gugatannya.
  2. Pada saat Hakim atau Majelis Hakim mengabulkan gugatan, maka pengenaan pembayaran uang paksa sebaiknya diuraikan dalam pertimbangan hukum bersama-sama dengan pokok perkaranya.
  3. Besarnya pembayaran uang paksa dapat dimohonkan oleh Penggugat dalam gugatannya, namun Hakim atau Majelis Hakim secara kasus perkasus sesuai dengan kewenangan yang dimilikinya menetapkan besarnya pembayaran uang paksa dengan memperhatikan kewajaran secara hukum dan tidak boleh menetapkan lebih besar dari yang dimohonkan oleh Penggugat.
  4. Sesuai ketentuan pasal 116 ayat (3) Undang-undang tentang PERATUN, pembayaran uang paksa hanya dapat dikenakan jika gugatan Penggugat dikabulkan terhadap pokok perkaranya yang mewajibkan Tergugat untuk :
    1. Mencabut Keputusan TUN obyek gugatan dan menerbitkan Keputusan TUN yang baru ;atau
    2. Menerbitkan Keputusan TUN.
  5. Pembayaran uang paksa sebagaimana dimaksud dalam pasal 116 ayat (4) Undang-undang tentang PERATUN adalah akibat Tergugat tidak bersedia menggunakan kewenangannya (jabatannya) untuk melaksanakan putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Oleh karena itu, pembayaran sejumlah uang paksa dikenakan terhadap jabatan Tergugat. Namun demikian, secara kasuistis Hakim diberi kebebasan melalui perkembangan dalam yurisprudensi.
  6. Oleh karena pembayaran uang paksa belum diatur tata caranya, maka sementara secara analogi dapat mengacu pada ketentuan dalam PP No.43 Tahun 1991.
  7. Pembayaran uang paksa terhadap Tergugat dapat dikenakan dalam gugatan yang menyangkut kepegawaian, yaitu apabila Tergugat tidak bersedia melaksanakan putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap yang mewajibkan kepadanya untuk melakukan rehabilitasi terhadap Penggugat.
  8. Tenggang waktu pengenaan pembayaran uang paksa menurut Pasal 116 ayat (3) Undang-undang tentang PERATUN adalah setelah 3 (tiga) bulan putusan Pengadilan berkekuatan hukum tetap. Apabila setelah 3 (tiga) bulan putusan berkekuatan hukum tetap Tergugat tidak melaksanakan putusan tersebut, Penggugat dapat mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan TUN/Ketua Pengadilan Tinggi TUN sebagai pengadilan tingkat pertama, agar Tergugat dikenakan pembayaran uang paksa.
  9. Ketua Pengadilan TUN/Ketua Pengadilan Tinggi TUN sebagai Pengadilan tingkat pertama melakukan tindakan :
    1. Mengeluarkan surat menanyakan alasan Tergugat tidak melaksanakan putusan.
    2. Mengeluarkan surat peringatan (somasi) kepada Tergugat sebanyak 3 kali agar Tergugat melaksanakan putusan apabila ternyata tidak ada keadaan yang menyebabkan putusan tidak dapat dilaksanakan.
    3. Mengeluarkan penetapan berisi perintah agar Juru Sita/Juru Sita Pengganti mengenakan pembayaran uang paksa kepada Tergugat apabila Tergugat tetap tidak melaksanakan putusan.
  10. Pembayaran sejumlah uang paksa terhenti secara hukum terhitung sejak Tergugat yang bersangkutan melaksanakan putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.
  11. Apabila pokok gugatan dikabulkan, tetapi Penggugat tidak mencantumkan pembayaran uang paksa di dalam gugatannya, dan Tergugat tidak bersedia melaksanakan putusan, Ketua Pengadilan TUN/Ketua Pengadilan Tinggi TUN sebagai pengadilan tingkat pertama dapat mengenakan pembayaran uang paksa dengan berpedoman pada ketentuan ini.

 

2. SANKSI ADMINISTRASI
Pasal 116 ayat (4) Undang-undang tentang PERATUN mengatur sanksi administratif terhadap Pejabat (Tergugat) yang tidak bersedia melaksanakan putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, namun undang-undang tidak mengatur tata cara penerapannya.

Sanksi administrasi kepada pejabat pemerintahan beserta jenis-jenis pelanggaran administrasi yang dapat dikenai sanksi administrasi dirumuskan/diatur di dalam RUU Administrasi Pemerintahan, sebagai berikut :

  1. Jenis-jenis pelanggaran administrasi yang dilakukan oleh Badan/Pejabat TUN yang dapat dikenai sanksi administrasi, yaitu :
    1. Melanggar AAUPB.
    2. Memasukkan unsur-unsur kepentingan pribadi sebagai dasar dan pertimbangan dalam pengambilan Keputusan; mengabaikan larangan bahwa atas setiap Keputusan yang dibuatnya tidak dipengaruhi oleh kepentingan pribadi.
    3. Mengabaikan larangan bahwa setiap Keputusan yang dibuatnya, Badan/Pejabat TUN tersebut tidak merupakan :
      1. Pihak yang terlibat.
      2. Kerabat dan keluarga pihak yang terlibat.
      3. Wakil pihak yang terlibat.
      4. Pihak yang bekerja dan mendapat gaji dari pihak yang terlibat.
      5. Pihak yang memberikan rekomendasi terhadap pihak yang terlibat; dan/atau
      6. Pihak-pihak lain yang dilarang oleh peraturan perundang-undangan; dan
      7. Yang dimaksud dengan kerabat dan keluarga pihak yang terlibat, meliputi para pihak yang mempunyai hubungan keluarga sedarah atau semenda dalam garis lurus ke atas atau ke bawah sampai derajat ke tiga.
    4. Keputusan yang diterbitkan tidak memenuhi syarat formal, yaitu :
      1. Tidak dibuat oleh Pejabat yang berwenang.
      2. Isinya tidak jelas, tidak pasti, dan tidak dapat dimengerti.
      3. Tidak mengikuti tata naskah dinas sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
      4. Ditetapkan tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
    5. Keputusan yang diterbitkan tidak memenuhi syarat materiil, yang meliputi :
      1. Tidak didasarkan pada pertimbangan atau penilaian dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan orang per orang, keseimbangan antara orang per orang dengan pihak lain yang terkena akibat dan terkait dengan Keputusan yang dibuat.
      2. Tidak didasarkan atas kepastian hukum, keadilan, kepatutan, dan kewajaran serta aturan permainan yang lazim berlaku dan menjadi kebiasaan dalam masyarakat yang bersangkutan.
      3. Melanggar asas kesamaan bertindak dan/atau memutus, apabila fakta-fakta, keadaan dan situasi yang berkaitan dengan Keputusan yang sebelumnya adalah sama dengan fakta, keadaan yang telah pernah diputus oleh Badan/Pejabat TUN yang bersangkutan.
      4. Tidak memperhatikan akibat pembatalan suatu keputusan, terutama yang mengakibatkan kerugian yang diderita oleh pihak Pemohon, dan yang harus ditanggung oleh Negara/ Pemerintah.
      5. Tidak menjelaskan pertimbangan-pertimbangan apa yang menghasilkan Keputusan yang diambil oleh Badan/Pejabat TUN yang mengeluarkan Keputusan TUN tersebut.
      6. Tidak boleh bertentangan dan/atau melampaui kewenangan Badan/Pejabat TUN yang mengeluarkan Keputusan.
      7. Tidak boleh bertentangan dengan kewajiban hukum Badan Pejabat TUN yang mengeluarkan Keputusan.
      8. Tidak boleh bertentangan dengan kepatutan dan/atau kewajiban yang berlaku di dalam masyarakat yang bersangkutan; dan
      9. Tidak boleh menggunakan wewenang yang dimiliki untuk tujuan yang lain daripada tujuan untuk mana kewenangan itu diberikan kepada Badan/Pejabat TUN yang mengeluarkan Keputusan.
    6. Melanggar tujuan pemberian diskresi dan batas batas hukum yang berlaku serta kepentingan umum. 
      Yang dimaksud dengan batas-batas hukum yang berlaku adalah :
      1. - Tidak bertentangan dengan hukum dan Hak Asasi Manusia.
      2. - Tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
      3. - Wajib menerapkan AAUPB.
      4. - Tidak bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan.
  2. Sanksi administrasi yang dapat diberikan berupa :
    1. Teguran lisan.
    2. Teguran tertulis.
    3. Pemberhentian sementara.
    4. Pemberhentian dengan hormat ; atau
    5. Pemberhentian dengan tidak hormat ;
    6. Dikurangi dan/atau dicabut hak-hak jabatan dan pensiun.
    7. Pembayaran kompensasi dengan ganti rugi.
    8. Publikasi melalui media massa.
  3. Sanksi yang berupa pembayaran kompensasi dan ganti rugi hanya diberlakukan kepada Badan, dan terhadap pelaksanaannya dikoordinasikan oleh Menteri yang bertanggung jawab di bidang pendayagunaan aparatur negara.
  4. Sanksi administrasi dilaksanakan oleh :
    1. Atasan Pejabat yang mengeluarkan Keputusan.
    2. Kepala daerah, jika menyangkut Pejabat daerah.
    3. Presiden, jika menyangkut para Menteri/Pejabat setingkat Menteri/Kepala Lembaga Pemerintah, atau Kepala Daerah.

Catatan : 

Di dalam RUU Administrasi Pemerintahan tidak diatur siapa yang melaksanakan pengenaan sanksi administrasi terhadap Presiden yang terbukti melakukan pelanggaran administrasi.

Namun demikian, Presiden dapat dikenai impeachment sesuai ketentuan hukum yang berlaku (Pasal 7A, 7B Perubahan Ketiga UUD Negara RI Tahun 1945 Jo. Pasal 10 ayat 2 dan 3), jika melakukan pelanggaran administrasi yang sifatnya sudah melanggar konstitusi.

 

3. PENGUMUMAN PEJABAT (TERGUGAT)

  1. Pejabat (Tergugat) yang tidak bersedia melaksanakan. putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap diumumkan pada media massa cetak setempat oleh Panitera (Pasal 116 ayat 3, 4 dan 5 Undang-undang tentang PERATUN).
  2. Pengumuman pada media massa cetak dilakukan oleh Panitera dan/atau uru Sita Pengadilan atas perintah Ketua Pengadilan TUN atau Ketua Pengadilan Tinggi TUN sebagai pengadilan tingkat pertama, dengan biaya dibebankan kepada pemohon eksekusi atau atas biaya negara bagi perkara prodeo.

Contoh Pengumuman sebagaimana dimaksud oleh Pasal 116 ayat (5) Undang-undang tentang PERATUN.

Pengumuman

Juru Sita/Juru Sita Pengganti Pengadilan TUN Jakarta, berdasarkan Penetapan Ketua Pengadilan TUN Jakarta Nomor : ................... Tanggal : .................. Tahun : ........., dengan ini mengumumkan bahwa :

  1. ....................... (Nama Jabatan Tergugat) telah dihukum ......................., berdasarkan putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap (dalam hal ini Putusan Pengadilan TUN Jakarta No. ................... Jo. Putusan Pengadilan Tinggi TUN Jakarta No. ................... Jo. Putusan Mahkamah Agung RI No. ....................), yaitu : ....................
  2. Amar putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap menyatakan :
    .......................................................................................... ;
    .......................................................................................... ;
    .......................................................................................... .
  3. Putusan Pengadilan tersebut sampai dengan lewat batas tenggang waktu sebagaimana dimaksud oleh Pasal 116 Undang-undang Nomor 9 Tahun 2004 Tentang PERATUN belum dilaksanakan oleh ................ (Nama Jabatan Tergugat).

Demikian agar diketahui oleh masyarakat luas.

Jakarta, ................... 20 .........
JURUSITA/JURUSITA PENGGANTI PENGADILAN TUN JAKARTA


                                  
NIP.


Referensi 

  • Pedoman Teknis Administrasi Dan Teknis Peradilan Tata Usaha Negara Edisi 2008
Daftar Referensi Bacaan

Total Views : 1737

Responsive image
Related Post

× Harap isi Nama dan Komentar anda!
berandahukum.com tidak bertanggung jawab atas isi komentar yang ditulis. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Komentar pada artikel ini
Responsive image Responsive image Responsive image Responsive image Responsive image Responsive image
Pengantar Ilmu Hukum
Lembaga Peradilan
Profesi Hukum
Contoh Surat-Surat
Lingkup Praktek
Essay