Peradilan Hubungan Industrial (PHI)

by Estomihi FP Simatupang, SH.,MH

Posted on April 26, 2022 18:40

TEKNIS PERADILAN

1. Pemanggilan

  1. Pemanggilan pihak yang berperkara yang bertempat tinggal di luar wilayah hukum Pengadilan Negeri tempat kedudukan PHI, diminta bantuan kepada Pengadilan Negeri di tempat tinggal/tempat kedudukan pihak yang dipanggil.
  2. Pemanggilan terhadap pihak yang bertempat tinggal/ berkedudukan di Luar Negeri, dilakukan melalui Departemen Luar Negeri.

2. Kuasa Hukum

Serikat Pekerja/Serikat Buruh dan Organisasi Pengusaha yang terdaftar dapat bertindak sebagai Kuasa Hukum di PHI untuk mewakili anggotanya (Pasal 87 UU Nomor 2 Tahun 2004) merupakan ketentuan khusus (lex specialis) dan memberi legal standing kepada Pengurus Serikat Pekerja/Serikat Buruh dan Organisasi Pengusaha untuk bertindak selaku Kuasa Hukum.

3. Gugatan

  1. Gugatan yang diajukan secara cuma-cuma berpedoman pada pasal 237 HIR/ 273 RBg.
  2. Surat gugatan perkara-perkara limpahan dari P4D, tidak perlu lampiran risalah penyelesaian melalui Mediasi atau Konsiliasi.
  3. Gugatan yang langsung diajukan ke PHI, apabila tidak dilampiri risalah penyelesaian melalui Mediasi atau Konsiliasi maka Hakim PHI wajib mengembalikan gugatan kepada Penggugat dengan Penetapan Majelis Hakim dan perkara tersebut dinyatakan selesai (Pasal 83 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004).
  4. Pada PHI tidak tertutup kemungkinan adanya gugatan rekonvensi maupun intervensi dengan memperhatikan tenggang waktu penyelesaian perkara selama 50 (lima puluh) hari kerja.

4. Majelis Hakim

  1. Perkara-perkara perselisihan hubungan industrial yang dilimpahkan oleh panitera P4D ke PHI diadili oleh Majelis Hakim yang terdiri dari Hakim Karier sebagai Ketua Majelis dan 2 (dua) orang Hakim Ad Hoc yang terdiri dari unsur pengusaha dan serikat pekerja/ serikat buruh masing-masing sebagai Hakim Anggota.
  2. Hakim Ketua Majelis selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah menerima berkas perkara dari Ketua PHI harus sudah melakukan sidang pertama.
  3. Dalam hal Hakim ad hoc dari salah satu unsur baik serikal pekerja/serikat buruh dan atau organisasi pengusaha berhalangan tetap/sementara demi kecepatan pemeriksaan dan pemutusan perkara, Ketua PHI berhak menunjuk Hakim ad hoc lainnya untuk menggantikan sementara dari unsur yang sama.

5. Perdamaian

  1. Usaha perdamaian dapat dilakukan selama proses berjalan dengan tidak perlu mengikuti acara yang diatur PERMA Nomor 2 Tahun 2003 tentang Mediasi.
  2. Apabila Majelis Hakim berhasil mendamaikan kedua belah pihak atas permintaan para pihak dibuat akta perdamaian berdasarkan pada pasal 130 HIR/154 RBg.

6. Verzet Atas Putusan Verstek

Perlawanan terhadap putusan verstek diajukan oleh Tergugat dengan memperhatikan pasal 129 HIR/153 RBg.

7. Sita Jaminan

  1. Sita jaminan dapat dilakukan sesuai ketentuan pasal 227 HIR/261 RBg jo pasal 96 UU Nomor 2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.
  2. Dalam hal barang-barang yang disita tersebut berada pada wilayah hukum PHI lain, pelaksanaan sita dilakukan di dalam wilayah Pengadilan PHI ditempat barang tersebut berada.

8. Pemeriksaan dengan Acara Cepat

  1. Yang dimaksudkan kepentingan mendesak dalam Pasal 98 ayat (1) UU Nomor 2 Tahun 2004 antara lain : PHK massal, terjadi huru hara yang mengganggu kepentingan produksi, keamanan dan ketertiban umum.
  2. Yang dimaksud dengan tanpa melalui prosedur pemeriksaan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 99 ayat (1) UU Nomor 2 Tahun 2004 adalah sidang pemeriksaan tidak terikat pada acara perkara perdata umumnya antara lain tentang tenggang waktu pemanggilan, replik/duplik dan hal-hal lain yang dapat menghambat proses acara cepat. Persidangan perkara harus dilakukan pada hari kerja pertama setelah kedua belah pihak dipanggil dengan tata cara pemanggilan tercepat.

9. Tugas Kejurusitaan

Tugas-tugas kejurusitaan yang dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 dilaksanakan oleh Panitera Pengganti, harus diartikan dilaksanakan oleh Jurusita/Jurusita Pengganti Pengadilan Negeri yang ditugaskan pada PHI dengan Surat Keputusan Khusus.

10. Berita Acara dan Putusan

  1. Berita acara sidang dan Putusan ditandatangani oleh Ketua Majelis, Hakim Ad Hoc dan Panitera Pengganti yang bersidang.
  2. Dalam hal Ketua Majelis berhalangan tetap sebelum menanda tangani berita acara dan putusan, penanda tanganan dilakukan oleh anggota yang turut memeriksa perkara tersebut yang paling senior (Pasal 186 dan 187 HIR).
  3. Dalam praktek apabila Ketua Majelis atau salah seorang anggota majelis karena berhalangan tetap, tidak dapat menandatangani putusan, dicatat tentang ketidakhadiran tersebut yang ditandatangani Ketua Pengadilan.

11. Putusan Sela dan Putusan akbir.

  1. Pada persidangan pertama, nyata-nyata terbukti pengusaha tidak membayar upah dan hak-hak lainnya pekerja/buruh yang dikenakan skorsing oleh pengusaha maka Hakim ketua sidang harus segera menjatuhkan putusan sela yang memberi perintah kepada pengusaha untuk membayar upah dan hak-hak lainnya yang biasa diterima oleh pekerja/buruh.
  2. Apabila selama persidangan berlangsung pengusaha tidak melaksanakan putusan sela tersebut, Hakim ketua sidang memerintahkan sita jaminan terhadap harta milik pengusaha.
  3. Dalam hal perselisihan hak dan atau perselisihan kepentingan diikuti dengan perselisihan pemutusan hubungan kerja sebagaimana diatur dalam pasal 86 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 maka PHI wajib memutus perselisihan hak dan atau perselisihan kepentingan tersebut dalam bentuk Putusan Sela.
  4. Putusan serta merta dapat dilakukan berpedoman pada Pasal 180 HIR/191 RBg jo Pasal 108 Undang-Undang Nomor 2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.
  5. Putusan PHI selain memuat ketentuan pada Pasal 102 ayat (1) huruf g Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 juga mencantumkan hari dan tanggal musyawarah majelis Hakim.
  6. Amar putusan harus jelas dan tegas serta dapat dilaksanakan.
  7. Perkara diputus dalam tenggang waktu 50 (lima puluh) hari kerja sejak gugatan didaftarkan.
  8. Putusan diambil berdasarkan suara terbanyak.
  9. Apabila terjadi perbedaan pendapat (dissenting opinion) di antara Majelis Hakim, pendapat Hakim yang berbeda dimuat dalam pertimbangan putusan.
  10. Amar putusan biaya perkara untuk nilai gugatan kurang dari Rp. 150.000.000,- dibebankan kepada. Negara, untuk nilai gugatan Rp. 150.000.000,- atau lebih yang Penggugatnya diberi ijin Pengadilan beracara secara cuma-cuma, ditetapkan nihil.

12. Upaya Hukum

  1. Putusan PHI hanya dapat dimintakan kasasi.
  2. Terhadap keputusan P4D yang diputus setelah di undangkannya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 sebelum tanggal 14 Januari 2006 dapat dimintakan upaya hukum kasasi menurut cara-cara yang diatur dalam hukum acara perdata.
  3. Terhadap keputusan P4P yang diputus setelah di undangkannya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 sebelum tanggal 14 Januari 2006 dapat dimintakan upaya hukum PK menurut cara-cara yang diatur dalam hukum acara perdata.
  4. Tata cara upaya hukum PK sesuai dengan ketentuan hukum acara perdata yang berlaku.

13. Pelaksanaan Putusan

  1. Pelaksanaan putusan P4P mengacu pada ketentuan Pasal 125 ayat (2) Undang-Undang Nomor: 2 Tahun 2004 tentang Pengadilan Hubungan Industrial jo SEMA Nomor: 1 Tahun 1980 yaitu diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat setelah mendapat fiat eksekusi dari Pengadilan Negeri tersebut.
  2. Pelaksanaan putusan P4D mengacu pada ketentuan Pasal 125 ayat (2) Undang-Undang Nomor: 2 Tahun 2004 tentang Pengadilan Hubungan Industrial jo SEMA Nomor: 1 Tahun 1980 diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri di tempat P4D diputuskan, dilaksanakan setelah mendapat fiat eksekusi dari Pengadilan tersebut.
  3. Pelaksanaan putusan Pengadilan Hubungan Industrial mengacu pada ketentuan hukum acara perdata (vide Pasal 57 Undang-Undang Nomor: 2 Tahun 2004).
  4. Sesuai ketentuan Pasal 1134 jo Pasal 1149 ayat (4) KUHPerdata, upah buruh dibayarkan setelah hak tanggungan dibayarkan, kecuali hipotik atas kapal.
  5. Pelaksanaan eksekusi terhadap Perjanjian Bersama Bipartit, Mediasi dan Konsiliasi yang telah didaftarkan pada PHI di tempat dibuatnya Perjanjian Bersama dilakukan oleh PHI di wilayah Perjanjian Bersama tersebut didaftar.
  6. Pelaksanaan eksekusi Perjanjian Bersama hanya dapat dilakukan setelah Perjanjian Bersama tersebut di fiat eksekusi oleh Ketua PHI dengan memberi irah-irah: "DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA" di atas akta Perjanjian Bersama dan dibawah Perjanjian Bersama ditulis kata-kata "Perjanjian Bersama ini dapat dijalankan", kemudian dibubuhi tanggal dan ditandatangani oleh Ketua PHI setempat serta diberi stempel.

Referensi 

    • Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Perdata Umum dan Perdata Khusus, Buku II, Edisi 2007, Mahkamah Agung RI, Jakarta, 2008
Daftar Referensi Bacaan

Total Views : 4357

Responsive image
Related Post

× Harap isi Nama dan Komentar anda!
berandahukum.com tidak bertanggung jawab atas isi komentar yang ditulis. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Komentar pada artikel ini
Responsive image Responsive image Responsive image Responsive image Responsive image Responsive image
Pengantar Ilmu Hukum
Lembaga Peradilan
Profesi Hukum
Contoh Surat-Surat
Lingkup Praktek
Essay