Berdasarkan ketentuan Pasal 50 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, disebutkan bahwa hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh. Dalam hukum perburuhan ada beberapa bentuk hubungan kerja, yaitu :
- Hubungan kerja sektor formal, yaitu hubungan kerja yang terjalin antara pengusaha dan pekerja berdasarkan perjanjian kerja baik untuk waktu tertentu maupun waktu tidak tertentu yang mengandung unsur kepercayaan, upah dan perintah.
- Hubungan kerja informal, yaitu hubungan kerja yang terjadi antara pekerja dan orang perseorangan atau beberapa orang yang melakukan usaha bersama yang tidak berbadan hukum atas dasar saling peraya dan sepakat dengan menerima upah dan atau imbalan atau bagi hasil.
- Hubungan kerja, sebagaimana diatur dalam pasal 51, UU No. 13 tahun 2003, adalah didasari atas suatu perjanjian kerja antara majikan dan buruh, baik perjanjian kerja lewat lisan maupun perjanjian kerja lewat tertulis. Perjanjian kerja dibuat berlandaskan kepada prinsip-prinsip sebagaimana diatur dalam pasal 52, UU No. 13 Tahun 2003, jo pasal 1320 KUH Perdata, jika diimplementasikan berisi empat hal, sebagai berikut :
- Kemauan bebas dari kedua belah pihak;
- Kemampuan atau kecakapan kedua belah pihak;
- adanya pekerjaan yang diperjanjikan;
- pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan ketentuan perundangundangan yang berlaku.
Jadi, hubungan kerja adalah hubungan perdata yang didasarkan pada kesepakatan antara pekerja dengan pemberi pekerjaan atau pengusaha. Karena itu bukti bahwa seseorang bekerja pada orang lain atau pada sebuah perusahaan/lembaga adalah adanya perjanjian kerja yang berisi tentang hak-hak dan kewajiban masing-masing baik sebagai pengusaha maupun sebagai pekerja.
Oleh karena itu hubungan kerja antara pekerja dengan majikan sesungguhnya adalah hubungan perdata yang didasarkan pada kesepakatan antara kedua belah pihak untuk mendapatkan hak dan menjalankan kewajiban masing-masing. Maka sesungguhnya Hak dan kewajiban tersebut tertuang dalam perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis atau lisan. Dalam perjanjian kerja tersebut harus secara jelas mengatur jam dan waktu kerja, besarnya upah, upah lembur, perlindungan kesehatan, dan sebagainya. Juga diatur tentang hak dan kewajiban pekerja serta hak dan kewajiban pengusaha bila hubungan kerja berakhir atau diakhiri oleh salah satu pihak.
Referensi
- Basani Situmorang. 2010. "Laporan Pengkajian Hukum Tentang Menghimpun Dan Mengetahui Pendapat Ahli Mengenai Pengertian Sumber-Sumber Hukum Mengenai Ketenagakerjaan". Jakarta : Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Hukum Dan HAM, 2010