- Teori Receptio in Complexu Teori ini diperkenalkan oleh C.F.Winter dan Salomon Keyzer, yang kemudian diikuti oleh Van den Berg (Otje Salman, 2011:75) . Dalam teori ini mengemukakan bahwa Adat Istiadat dan Hukum adat suatu golongan masyarakat adalah resepsi seluruhnya dari agama yang dianut oleh golongan masyarakat itu. Bahwa Hukum Adat suatu golongan masyarakat adalah hasil penerimaan bulat-bulat hukum agama yang dianut oleh golongan masyarakat tersebut. Oleh Soerojo Wignyodipoero menjelaskan teori tersebut dengan mengatakan bahwa kalau dalam suatu masyarakat memeluk agama tertentu, maka hukum adat masyarakat yang bersangkutan adalah hukum agama yang dipeluknya.
- 2. Teori Receptie Teori ini pertama kali diajukan oleh Snouck Hurgronje dan Van Vollenhoven sebagai sanggahan terhadap teori receptio in complexu. Teori Receptie menyatakan bahwa hukum yang hidup dan berlaku bagi rakyat Indonesia, terlepas dari agama yang dianutnya adalah Hukum Adat (Otje Salman, 2011:78). Hukum agama (Islam) meresepsi ke dalam dan berlaku sepanjang dikehendaki oleh hukum adat. Menurut teori receptie hukum agama (Islam) dan hukum adat adalah dua entitas yang berbeda bahkan kadang-kadang saling berhadapan (beroposisi). Kadang-kadang di antara hukum adat dan hukum agama (Islam) terjadi konflik, kecuali hukum agama (Islam) yang telah meresepsi ke dalam hukum adat. Hukum agama (Islam) yang telah meresepsi ke dalam hukum adat di wilayah-wilayah tertentu di Indonesia adalah bidang hukum perkawinan dan hukum waris. Menurut Snouck Hurgronje, tidak semua bagian dari hukum agama diterima, diresepsi dalam hukum adat, hanya beberapa bagian tertentu saja dari hukum adat yang dipengaruhi Hukum Agama (Islam), seperti Hukum Keluarga, Hukum Perkawinan dan hukum Waris. Ter Haar membantah pendapat Snouck Hurgronje, dengan mengatakan bahwa Hukum Waris tidak dipengaruhi hukum agama (Islam), melainkan adat asli, misalnya di Minangkabau hukum warisnya adalah hukum adat asli, yaitu norma-norma yang cocok dengan susunan dan struktur masyarakat Minangkabau.
- Teori Receptio a Contrario Setelah kemerdekaan teori Receptio mendapat kritikan dari beberapa pakar hukum, salah satunya Hazairin, yang mengajukan teori Receptio a Contrario. Menurut Hazairin dalam teori Receptio a ContrarioHukum Adat adalah sesuatu yang berbeda dan tidak boleh dicampuradukan dengan Hukum Agama (Islam) sehingga keduanya mesti tetap terpisah. Hukum Adat timbul semata-mata dari kepentingan hidup kemasyarakatan yang ditaati oleh anggota masyarakat itu, yang apabila ada pertikaian atau konflik maka diselesaikan oleh penguasa adat dan hakim pada pengadilan negeri. Sementara itu, sengketa-sengketa yang berada dalam ruang lingkup Hukum Agama (Islam) diselesaikan di peradilan agama. Artinya, Hukum Adat baru berlaku jika tidak bertentangan dengan Hukum Agama yang dianut oleh masyarakat tersebut (Hazairin, Tujuh Serangkai Tentang Hukum, 1981: 62)