Dalam Hukum Acara Perdata, ada 2 (dua) macam putusan, yaitu putusan akhir dan bukan bukan putusan akhir atau yang biasa disebut dengan putusan sela (Pasal 185 (1) HIR)
A. BUKAN PUTUSAN AKHIR
1) Putusan Preparatoir
Putusan Preparatoir adalah putusan sela yang dipergunakan untuk mempersiapkan putusan akhir. Putusan ini tidak mempunyai pengaruh atas pokok perkara atau putusan akhir karena putusannya dimaksudkan untuk mempersiapkan putusan akhir.
Misalnya:
- Putusan yang menolak atau menerima penundaan sidang untuk pemeriksaan saksi-saksi.
- Putusan yang menolak atau menerima penundaan sidang untuk pemeriksaan saksi ahli.
- Putusan yang memerintahkan tergugat supaya menghadap sendiri dipersidangan pengadilan untuk dimintai keterangan langsung tentang terjadinya peristiwa hukum yang sebenarnya walaupun tergugat telah diwakili oleh kuasa hukumnya dan lain sebagainya.
2) Putusan Interlocutoir
Putusan Interlocutoir adalah putusan sela yang berisi perintah untuk mengadakan pemeriksaan terlebih dahulu terhadap bukti-bukti yang ada pada para pihak yang sedang berperkara dan para saksi yang dipergunakan untuk menentukan putusan akhir.
Putusan Interlocutoir ini dapat mempengaruhi putusan akhir karena hasil dari pemeriksaan terhadap alat-alat bukti dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan untuk membuat keputusan akhir.
- Memerintahkan pemeriksaan keterangan ahli, berdasarkan pasal 154 HIR. Apabila hakim secara ex officio maupun atas permintaan salah satu pihak, menganggap perlu mendengar pendapat ahli yang kompeten menjelaskan hal yang belum terang tentang masalah yang disengketakan.
- Memerintahkan pemeriksaan setempat (gerechtelijke plaatssopmening) berdasarkan Pasal 153 HIR. Jika hakim berpendapat atau atas permintaan salah satu pihak, perlu dilakukan pemeriksaan setempat maka pelaksanaannya dituangkan dalam putusan interlocutoir yang berisi perintah kepada Hakim Komisaris dan Panitera untuk melaksanakannya.
- Memerintahkan pengucapan atau pengangkatan sumpah baik sumpah penentu atau tambahan berdasarkan Pasal 155 HIR, Pasal 1929 KUHPerdata maka pelaksanaannya dituangkan dalam putusan interlocutoir.
- Memerintahkan pemanggilan para saksi berdasarkan Pasal 139 HIR yakni saksi yang diperlukan penggugat atau tergugat, tetapi tidak dapat menghadirkannya berdasarkan pasal 121 HIR, pihak yang berkepentingan dapat meminta kepada hakim supaya saksi tersebut dipanggil secara resmi oleh juru sita.
- Memerintahkan pemeriksaan pembukuan perusahaan yang terlibat dalam suatu sengketa oleh akuntan publik yang independen.
2) Putusan Insidentil
Putusan Insidentil adalah putusan sela yang berhubungan dengan insident atau peristiwa yang dapat menghentikan proses peradilan biasa untuk sementara. MisalnyaKematian kuasa dari salah satu pihak, baik itu tergugat maupun penggugat.
- Putusan atas tuntutan agar pihak penggugat mengadakan jaminan terlebih dahulu sebelum dilaksanakan putusan serta merta.
- Putusan yang memperbolehkan pihak ketiga turut serta dalam suatu perkara (voeging, tusschenkomst, vrijwaring) dan sebagainya.
3) Putusan provisionil
Diatur dalam Pasal 180 HIR, Pasal 191 RGB. Disebut juga prvisionele beschikking, yakni keputusan yang bersifat sementara atau interm award (temporaru disposal) yang berisi tindakan sementara menunggu sampai putusan akhir mengenai pokok perkara dijatuhkan.
Untuk menunggu putusan akhir, putusan provisionil dilaksanakan terlebih dahulu dengan alasan yang sangat mendesak demi kepentingan salah satu pihak.
Misalnya:
- Putusan dalam perkara perceraian dimana pihak istri mohon agar diperkenankan meninggalkan tempat tinggal bersama suami selama dalam proses persidangan berlangsung.
- Putusan yang menyatakan bahwa suami yang digugat oleh istrinya karena telah melalaikan kewajibannya untuk memberikan nafkah kepada anak istrinya, agar suami tersebut dihukum untuk membayar nafkah terlebih dahulu kepada anak istrinya sebelum putusan akhir dijatuhkan, dan lain sebagainya.
B. PUTUSAN AKHIR
Menurut H.Ridwan Syahrani, putusan akhir (eindvonnis) adalah putusan yang mengakhiri perkara perdata pada tingkat pemeriksaan tertentu. Perkara perdata dapat diperiksa pada 3 (tiga) tingkat pemeriksaan, yaitu pemeriksaan tingkat pertama di pengadilan negeri, pemeriksaan tingkat banding di pengadilan tinggi, dan pemeriksaan tingkat kasasi di Mahkamah Agung.
Putusan akhir ditinjau dari segi sifat amarnya (diktumnya) dapat dibedakan atas tiga macam (Sarwono 2011 : 212-213), yaitu:
1) Putusan Declaratoir
Putusan declaratoir adalah putusan yang hanya menegaskan atau menyatakan suatu keadaan hukum semata-mata. Misalnya: putusan tentang keabsahan anak angkat menurut hukum, putusan ahli waris yang yang sah, putusan pemilik atas suatu benda yang sah.
2) Putusan Constitutief (Pengaturan)
Putusan Constitutief adalah putusan yang dapat meniadakan suatu keadaan hukum atau menimbulkan suatu keadaan hukum yang baru. Misalnya: putusan tentang perceraian, putusan yang menyatakan bahwa seseorang jatuh pailit, putusan tidak berwenangnya pengadilan menangani suatu perkara.
3) Putusan Condemnatoir (Menghukum)
Putusan Condemnatoir adalah putusan yang bersifat menghukum pihak yang dikalahkan dalam persidangan untuk memenuhi prestasi. Pada umumnya putusan condemnatoir ini terjadi disebabkan oleh karena dalam hubungan perikatan antara penggugat dan tergugat yang bersumber pada perjanjian atau undang-undang telah terjadi wanprestasi dan perkaranyadiselesaikan di pengadilan.
Misalnya:
- Hukuman untuk meyerahkan sebidang tanah beserta bangunan rumah yang berdiri diatasnya sebagai pelunasan utang.
- Hukuman untuk membayar sejumlah uang.
- Hukuman untuk membayar ganti rugi.
- Hukuman untuk menyerahkan barang-barang jaminan baik terhadap barang-barang bergerak maupun tidak bergerak.
Dalam putusan condemnatoir ini mempunyai kekuatan mengikat terhadap salah satu pihak yang dikalahkan dalam persidangan untuk memenuhi prestasinya sesuai dengan perjanjian yang telah mereka sepakati bersama ditambah dengan bunga dan biaya persidangan dan eksekusi, yang mana pelaksnaan eksekusi terhadap barang-barang yang menjadi jaminan atas perikatan dapat dilaksanakan dengan cara paksa oleh panitera pengadilan yang dibantu oleh aparat teritorial (aparat pemerintah) setempat.
Sumber Referensi :
- Sudikno Mertokusumo. 2006. Hukum Acara Perdata Indonesia. Edisi ketujuh. Yogyakarta: Liberty
- M. Yahya Harahap. Hukum Acara Perdata. Sinar Grafika, Jakarta , 2004
- H. Zainuddin Mappong. 2010. Eksekusi Putusan Serta Merta (Proses Gugatan Dan Cara Membuat Putusan Serta Pelaksanaan Eksekusi Dalam Perkara Perdata). Malang: Tunggal Mandiri Publishing