Peradilan Tindak Pidana Korupsi

by Estomihi FP Simatupang, SH.,MH

Posted on May 11, 2022 06:34

Perkara tindak pidana korupsi diadili oleh Pengadilan Negeri maupun Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), dengan ketentuan sebagai berikut :

1. Berlaku pada Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tipikor :

a. Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo UU No. 201 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 31 Tahun 1999, merumuskan tindak pidana korupsi sebagai delik formil.
b. Pengertian Pegawai Negeri meliputi setiap orang yang menerima gaji atau upah dari keuangan negara atau daerah atau dari suatu korporasi yang menerima bantuan dari keuangan negara atau daerah atau korporasi lain yang menggunakan modal atau fasilitas dari negara atau masyarakat.
c. Korporasi adalah kumpulan orang dan atau kekayaan yang terorganisasi, baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum.
d. Pengertian "secara melawan hukum" mencakup perbuatan melawan hukum dalam arti formil maupun dalam arti materiil, yakni meskipun perbuatan tersebut tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan, namun apabila perbuatan tersebut dianggap tercela karena tidak sesuai dengan rasa keadilan atau norma norma kehidupan sosial dalam masyarakat, maka perbuatan tersebut dapat dipidana, akan tetapi berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi No. 03/PUU-IV/2006 tanggal 25 Juli 2006 pengertian "secara melawan hukum" hanya meliputi perbuatan melawan hukum dalam arti formil.
e. Korporasi termasuk sebagai subyek tindak pidana korupsi dan dapat dijatuhi pidana denda.
f. Dalam perkara Tindak pidana korupsi dikenal sistem pembuktian terbalik yang bersifat terbatas/berimbang (untuk gratifikasi dan perampasan harta benda), yang mewajibkan Terdakwa untuk memberikan keterangan tentang seluruh harta bendanya dan harta benda istrinya/suaminya, anak-anaknya dan harta benda setiap orang atau korporasi yang diduga mempunyai hubungan dengan perkara yang didakwakan.
g. Alat bukti petunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat (1) KUHAP diperluas oleh Pasal 26 A UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yakni :
1) Alat bukti lainnya yang berupa informasi yang diucapkan, dikirim, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu.
2) Dokumen, yakni setiap rekaman data atau informasi yang dapat dilihat, dibaca, dan atau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan sarana, baik yang tertuang diatas kertas, benda fisik apapun selain kertas, maupun yang terekam secara elektronik, yang berupa tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, huruf, tanda, angka, atau perporasi yang memiliki makna.
Menurut penjelasan Pasal 26 A butir a UU No. 20 Tahun 2001 yang dimaksud dengan "disimpan secara elektronik" misalnya data yang disimpan dalam mikro film, compact disk, read only memory (CD-ROM) atau Write Once Read Many (WORM), sedangkan yang dimaksud dengan "alat optik atau yang serupa dengan alat itu" dalam ayat ini tidak terbatas pada data penghubung elektronik (electronic data interchange), surat elektronik (e-mail), telegram, teleks, dan faximile.
h. Setiap orang yang melanggar ketentuan UU yang secara tegas menyatakan bahwa pelanggaran terhadap ketentuan UU tersebut sebagai tindak pidana korupsi berlaku ketentuan yang diatur dalam UU ini.
Yang dimaksud dengan "ketentuan yang berlaku dalam UU ini adalah baik hukum pidana materiil maupun hukum pidana formil.
i. Selain pidana tambahan sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, sebagai pidana tambahan adalah :
1) Perampasan barang yang bergerak yang berwujud atau yang tidak berwujud atau barang yang tidak bergerak yang digunakan untuk atau yang diperoleh dari tindak pidana korupsi, termasuk perusahaan milik terpidana dimana tindak pidana korupsi dilakukan, begitu pula harga dari barang yang menggantikan barang-barang tersebut.
2) Pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sebanyak-banyaknya sama dengan harta benda yang diperoleh dari tindak pidana korupsi.
3) Penutupan seluruh atau sebagian perusahaan untuk waktu paling lama 1 (satu) tahun.
4) Pencabutan seluruh atau sebagian hak-hak tertentu atau penghapusan seluruh atau sebagian keuntungan tertentu, yang telah atau dapat diberikan oleh Pemerintah kepada Terpidana.
j. Jika terpidana tidak membayar uang pengganti paling lama dalam waktu 1 (satu) bulan sesudah putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh Jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.
k. Dalam hal Terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka dipidana dengan pidana penjara yang lamanya tidak melebihi ancaman maksimum dari pidana pokoknya.
l. Dalam hal putusan pengadilan mengenai perampasan barang-barang jika terdapat pihak ketiga yang mempunyai itikad baik, maka pihak ketiga tersebut dapat mengajukan surat keberatan kepada pengadilan yang bersangkutan dalam waktu paling lambat 2 (dua) bulan setelah putusan pengadilan diucapkan di sidang terbuka untuk umum.
m. Pengajuan surat keberatan sebagaimana dimaksud diatas tidak menangguhkan atau menghentikan pelaksanaan putusan Pengadilan.
n. Dalam hal menangani keberatan tersebut, Hakim meminta keterangan Penuntut Umum dan pihak yang berkepentingan, kemudian terhadap penetapan hakim atas keberatan tersebut dapat dimintakan kasasi ke Mahkamah Agung oleh Pemohon atau Penuntut Umum.
o. Apabila keberatan pihak ketiga dikabulkan oleh Hakim setelah eksekusi, maka negara berkewajiban mengganti kerugian kepada pihak ketiga sebesar nilai hasil lelang atas barang tersebut.
q. Dalam hal Terdakwa telah dipanggil secara sah, dan tidak hadir di sidang Pengadilan tanpa alasan yang sah maka perkara dapat diperiksa dan diputus tanpa kehadirannya (in absentia).

 

2. Berlaku khusus bagi Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor):

a. Tindak pidana korupsi yang dilimpahkan oleh Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) diperiksa dan diputus oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
b. Pengadilan Tindak Pidana Korupsi juga berwenang untuk memeriksa dan memutus tindak pidana korupsi yang dilakukan di luar wilayah negara Republik Indonesia oleh warga negara Indonesia.
c. Pengadilan tindak pidana korupsi bersidang dengan Majelis yang terdiri dari 5 (lima) orang Hakim dengan komposisi 2 (dua) orang Hakim Pengadilan Negeri dan 3 (tiga) orang Hakim Ad Hoc, dan diketuai oleh Hakim Pengadilan Negeri. Komposisi yang sama juga berlaku pada pemeriksaan tingkat banding dan kasasi.
d. Untuk pertama kali Pengadilan Tindak Pidana Korupsi dibentuk dibawah Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan kewenangannya meliputi seluruh wilayah Indonesia.

 


Referensi

  • Pedoman Teknis Administrasi Dan Teknis Peradilan Pidana Umum Dan Pidana Khusus Mahkamah Agung RI 2007 
Daftar Referensi Bacaan

Total Views : 2867

Responsive image
Related Post

× Harap isi Nama dan Komentar anda!
berandahukum.com tidak bertanggung jawab atas isi komentar yang ditulis. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Komentar pada artikel ini
Responsive image Responsive image Responsive image Responsive image Responsive image Responsive image
Pengantar Ilmu Hukum
Lembaga Peradilan
Profesi Hukum
Contoh Surat-Surat
Lingkup Praktek
Essay