Perkawinan Campuran (Pasal 60 UU No 1 Tahun 1974)

by Estomihi FP Simatupang, SH.,MH

Posted on May 20, 2022 06:39

  1. Undang-undang Perkawinan bersifat egaliter, tidak mengenal batas suku, ras dan kewarganegaraan. Oleh karena itu dapat terjadi perkawinan antar warga negara yang berbeda.
  2. Untuk menghindari terjadinya perkawinan yang melanggar ketentuan hukum negara dari masing-masing calon mempelai, calon mempelai diwajibkan membuktikan bahwa yang bersangkutan tidak melanggar peraturan perundang undangan di negaranya masing-masing. Bukti tersebut berupa surat keterangan yang dikeluarkan oleh pejabat pencatat perkawinan yang berwenang di negara masing masing.
  3. Dalam hal pejabat yang berwenang menolak memberikan surat keterangan dimaksud, maka pihak calon mempelai dapat mengajukan permohonan pembatalan surat penolakan tersebut kepada Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah.
  4. Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah dalam memeriksa dan memutus permohonan pembatalan surat penolakan tersebut harus memedomani hal-hal sebagai berikut :
    1. Perkawinan campuran adalah perkawinan dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan, karena perbedaan kewarganegaraan dan satu pihak berkewarganegaraan Indonesia.
    2. Jika pejabat yang berwenang mencatat perkawinan di negara pihak yang akan melangsungkan perkawinan menolak untuk memberikan surat keterangan bahwa syarat-syarat perkawinan sudah terpenuhi, maka pihak yang bersangkutan dapat mengajukan permohonan pembatalan surat penolakan tersebut kepada Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah dalam wilayah hukum dimana pihak yang bersangkutan bertempat tinggal.
    3. Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah memberikan keputusan atas permohonan pembatalan surat penolakan tersebut dengan tidak beracara serta tidak boleh diupayakan banding lagi tentang soal apakah penolakan pemberian surat keterangan itu beralasan atau tidak.
    4. Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah dapat membatalkan surat keputusan penolakan tersebut dengan pertimbangan surat keputusan penolakan tersebut tidak beralasan dan keputusan tersebut menjadi pengganti surat keterangan yang dimaksud dalam Pasal 60 ayat (2) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974. Surat keterangan atau keputusan pengganti keterangan tidak mempunyai kekuatan lagi jika perkawinan itu tidak dilangsungkan dalam masa 6 (enam) bulan sesudah keterangan itu diberikan.
    5. Untuk keseragaman, amar keputusan pembatalan penolakan tersebut adalah sebagai berikut "Membatalkan surat penolakan yang dikeluarkan oleh ...... pada tanggal ....... ".

Referensi 

  • Pedoman Teknis Administrasi Dan Teknis Peradilan Tata Usaha Negara Edisi 2008
Daftar Referensi Bacaan

Total Views : 3130

Responsive image
Related Post

× Harap isi Nama dan Komentar anda!
berandahukum.com tidak bertanggung jawab atas isi komentar yang ditulis. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Komentar pada artikel ini
Responsive image Responsive image Responsive image Responsive image Responsive image Responsive image
Pengantar Ilmu Hukum
Lembaga Peradilan
Profesi Hukum
Contoh Surat-Surat
Lingkup Praktek
Essay