Pengesahan Perkawinan / Itsbat Nikah

by Estomihi FP Simatupang, SH.,MH

Posted on May 20, 2022 06:37

  1. Aturan pengesahan nikah / itsbat nikah, dibuat atas dasar adanya perkawinan yang dilangsungkan berdasarkan agama atau tidak dicatat oleh PPN yang berwenang.
  2. Pengesahan nikah diatur dalam Pasal 2 ayat (5) Undang undang Nomor 22 Tahun 1946 jis Pasal 49 angka (22) penjelasan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 dan perubahan kedua dengan Undang undang Nomor 50 Tahun 2009 dan Pasal 7 ayat (2), (3) dan (4) Kompilasi Hukum Islam.
  3. Dalam Pasal 49 angka (22) penjelasan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 dan Pasal 7 ayat (3) huruf (d) Kompilasi Hukum Islam, perkawinan yang disahkan hanya perkawinan yang dilangsungkan sebelum berlakunya Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974. Akan tetapi Pasal 7 ayat (3) huruf (a) Kompilasi Hukum Islam memberikan peluang untuk pengesahan perkawinan yang dicatat oleh PPN yang dilangsungkan sebelum atau sesudah berlakunya Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 untuk kepentingan perceraian (Pasal 7 ayat (3) huruf (a) Kompilasi Hukum Islam).
  4. Itsbat nikah dalam rangka penyelesaian perceraian tidak dibuat secara tersendiri, melainkan menjadi satu kesatuan dalam putusan perceraian.
  5. Untuk menghindari adanya penyelundupan hukum dan poligami tanpa prosedur, Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah harus berhati-hati dalam menangani permohonan itsbat nikah.
  6. Proses pengajuan, pemeriksaan dan penyelesaian permohonan pengesahan nikah / itsbat nikah harus memedomani hal-hal sebagai berikut :
    1. Permohonan itsbat nikah dapat dilakukan oleh kedua suami isteri atau salah satu dari suami isteri, anak, wali, nikah dan pihak lain yang berkepentingan dengan perkawinan tersebut kepada Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah dalam wilayah hukum Pemohon bertempat tinggal, dan permohonan itsbat nikah harus dilengkapi dengan alasan dan kepentingan yang jelas serta konkrit.
    2. Proses pemeriksaan permohonan itsbat nikah yang diajukan oleh kedua suami isteri bersifat voluntair, produknya berupa penetapan. Jika isi penetapan tersebut menolak permohonan itsbat nikah, maka suami dan isteri bersama-sama alau suami, isteri masing-masing dapat mengajukan upaya hukum kasasi.
    3. Proses pemeriksaan permohonan itsbat nikah yang diajukan oleh salah seorang suami atau isteri bersifat kontensius dengan mendudukkan isteri atau suami yang tidak mengajukan permohonan sebagai pihak Termohon, produknya berupa putusan dan terhadap putusan tersebut dapat diajukan upaya hukum banding dan kasasi.
    4. Jika dalam proses pemeriksaan permohonan itsbat nikah dalam angka (2) dan (3) tersebut di atas diketahui bahwa suaminya masih terikat dalam perkawinan yang sah dengan perempuan lain, maka isteri terdahulu tersebut harus dijadikan pihak dalam perkara. Jika Pemohon tidak mau merubah permohonannya dengan memasukkan isteri terdahulu sebagai pihak, permohonan tersebut harus dinyatakan tidak dapat diterima.
    5. Permohonan itsbat nikah yang dilakukan oleh anak, wali nikah dan pihak lain yang berkepentingan harus bersifat kontensius, dengan mendudukkan suami dan isteri dan/atau ahli waris lain sebagai Termohon.
    6. Suami atau isteri yang telah ditinggal mati oleh isteri atau suaminya, dapat mengajukan permohonan itsbat nikah secara kontensius dengan mendudukkan ahli waris lainnya sebagai pihak Termohon, produknya berupa putusan dan atas putusan tersebut dapat diupayakan banding dan kasasi.
    7. Dalam hal suami atau isteri yang ditinggal mati tidak mengetahui ada ahli waris lain selain dirinya maka permohonan itsbat nikah diajukan secara voluntair, produknya berupa penetapan. Apabila permohonan tersebut ditolak, maka Pemohon dapat mengajukan upaya hukum kasasi.
    8. Orang lain yang mempunyai kepentingan dan tidak menjadi pihak dalam perkara permohonan itsbat nikah tersebut dalam angka (2) dan (6), dapat melakukan perlawanan kepada Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah yang memutus, setelah mengetahui ada penetapan itsbat nikah.
    9. Orang lain yang mempunyai kepentingan dan tidak menjadi pihak dalam perkara permohonan itsbat nikah tersebut dalam angka (3), (4) dan (5), dapat mengajukan intervensi kepada Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah yang memeriksa perkara itsbat nikah tersebut selama perkara belum diputus.
    10. Pihak lain yang mempunyai kepentingan hukum dan tidak menjadi pihak dalam perkara permohonan itsbat nikah tersebut dalam angka (3), (4) dan (5), sedangkan permohonan tersebut telah diputus oleh Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah, dapat mengajukan gugatan pembatalan perkawinan yang telah disahkan oleh Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah tersebut.
    11. Ketua Majelis Hakim 3 (tiga) hari setelah menerima PMH, membuat PHS sekaligus memerintahkan jurusita pengganti untuk mengumumkan permohonan pengesahan nikah tersebut 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal pengumuman pada media massa cetak atau elektronik atau sekurang-kurangnya diumumkan pada papan pengumuman Pengadilan Agama / Mahkamah Syar'iyah.
    12. Majelis Hakim dalam menetapkan hari sidang paling lambat 3 (tiga) hari setelah berakhirnya pengumuman. Setelah hari pengumuman berakhir, Majelis Hakim segera menetapkan hari sidang.
    13. Untuk keseragaman, amar pengesahan nikah berbunyi sebagai berikut :
      - "Menyatakan sah perkawinan antara ..... dengan ....... yang dilaksanakan pada tanggal ..... di .......

Referensi 

  • Pedoman Teknis Administrasi Dan Teknis Peradilan Tata Usaha Negara Edisi 2008
Daftar Referensi Bacaan

Total Views : 1144

Responsive image
Related Post

× Harap isi Nama dan Komentar anda!
berandahukum.com tidak bertanggung jawab atas isi komentar yang ditulis. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Komentar pada artikel ini
Responsive image Responsive image Responsive image Responsive image Responsive image

Kirim Pertanyaan

Pengantar Ilmu Hukum
Lembaga Peradilan
Profesi Hukum
Contoh Surat-Surat
Lingkup Praktek
Essay