Menurut Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan UU Nomor 16 Tahun 2019 Perubahan UU No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
-
Perkawinan dapat putus karena :
-
Perceraian hanya dapat dilakukan didepan Sidang Pengadilan setelah Pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.
-
Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan, bahwa antara suami isteri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami isteri
-
Gugatan perceraian diajukan kepada Pengadilan
-
Akibat putusnya perkawinan karena perceraian ialah :
-
Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak;
-
bilamana ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak;
-
bilamana ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anak, Pengadilan memberi keputusannya;
-
Bapak yang bertanggung-jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan anak itu; bilamana bapak dalam kenyataan tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut, Pengadilan dapat menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut;
-
Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan dan/atau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas isteri.
Menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI)
-
Perkawinan dapat putus karena :
-
Kematian,
-
Perceraian, dan
-
atas putusan Pengadilan.
-
Putusnya perkawinan yang disebabkan karena perceraian dapat terjadi karena talak atau berdasarkan gugatan perceraian.
-
Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan Agama setelah Pengadilan Agama tersebut berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.
Perceraian dapat terjadi karena alasan atau alasan-alasan:
-
Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan;
-
Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain, diluar kemampuannya;
-
Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung;
-
Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain;
-
Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami atau isteri;
-
Antara suami dan isteri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga;
-
Suami melanggar taklik talak;
-
Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidak rukunan dalam rumah tangga.
Referensi :
-
Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
-
UU Nomor 16 Tahun 2019 Perubahan UU No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
-
Kompilasi Hukum Islam (KHI)